JAKARTA – MARITIM : Penunjukan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (Men. KP) untuk menggantikan Susi Pudjiastuti pada Kabinet Indonesia Maju, disambut baik oleh Jaringan Nelayan Matahari (JNM). Dalam kesempatan pertama, Nanang El-Ghazal, Sekjen JNM, meminta agar Men KP mencabut larangan penggunaan cantrang yang pernah dikeluarkan pendahulunya pada tahun 2015.
Seirama dengan hal itu, Kemenko Maritim pun telah menginisiasi pengkajian ulang terkait pelarangan alat tangkap ikan jenis cantrang. Palarangan itu dilakukan melalui Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2/2015 tentang Pelarangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Trawl dan Seine Nets.
Jiwa dan semangat Perman No.2/2015 yang bertumbupoada asumsi bahwa alat tangkap ikan cantrang, dinilai hanya menguntungkan saudagar kapal besar, dan merusak terumbu karang sebagau habitat populasi ikan sumber penghidupan nelayan kecil. larangan itu sempat memicu aksi unjuk ras berkepanjangan di banyak daerah. Salah satunya aksi besar di kawasan Monas pada 17 Januari 2018.
Tidak Gegabah
Sekjen JNM dalam keterangan tertulisnya menjelaskan: “Harapan kami KKP mengkaji ulang dan mengevaluasi seluruh produk kebijakan yang kami nilai telah menghambat percepatan pembangunan industrialisasi perikanan, serta kebijakan yang tak berorientasi pada upaya mensejahterakan nelayan dan pelaku perikanan lain. Karenanya, patra nelayan meminta Men KP Edhy untuk memperkuat kembali budidaya perikanan, yang dalam praktiknya selama ini terbukti telah mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan”.
Di samping itu, Men KP juga diminta untuk memperkuat pemberantasan pencurian ikan di kawasan perairan Indonesia. Imbuh Nanang: “Para nelayan yang tergabung dalam JNM juga
minta kepada KKP untuk memperkuat kebijakan pemberantasan illegal fishing melalui pendekatan yang lebih kreatif dan solutif, karena penenggelaman kapal pelaku sebagai sarana illegal fishing, bukan satu-satunya jalan dalam mencegah pencurian ikan”.
Mencermati pelbagai permintaan para nelayan, utamanya tentang pelarangan cantrang, Men KP Edhy juga sempat menyatakan tak akan gegabah mengambil keputusan, serta tidak secara gamblang menyatakan akan mencabut larangan tersebut. Tutur Men KP seusai serah terima jabatan di Gedung Mina Bahari (GMB) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Jakarta, Rabu (23/10): “Saya enggak akan gegabah, saya akan tanya ke ahli-ahlinya. Karena di sini juga banyak ahli-ahlinya. Yuk kita sama-sama bekerja bareng-bareng”.
Tawaran Jepang
Dalam pada itu, sebagai salahsatu langkah awal kebijakannnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo masih mempertimbangkan tawaran impor produk perikanan dari wilayah Fukushima yang diusulkan oleh pemerintah Jepang. Usulan itu muncul saat Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishii mendatangi Edhy Prabowo di gedung KKP akhir Oktober lalu. Kedatangan Masafumi guna memastikan kerja sama yang selama ini dilakukan antara Jepang dan Indonesia tetap berlanjut pascapergantian pimpinan KKP.
Dalam pertemuan itu, Masafumi juga mengusulkan beberapa hal tentang impor ikan. Salah satunya yakni impor ikan dari Laut Fukushima yang terdampak bencana nuklir pada 2011.
Dubes Jepang nyatakan bahwa hasil laut tersebut sudah terbebas dari efek nuklir. Terkait tawaran tersebut, Men KP Edhy hanya memberi jawaban diplomatis “Ini akan kita pelajari”.
Lebih lanjut Edhy menuturkan kerja sama antara Indonesia dan Jepang selama ini terjalin dengan sangat baik. Oleh karena itu, kerja sama antar kedua negara harus dirawat dan ditingkatkan.
Menteri Edhy menuturkan, kerja sama sudah dibangun antara Jepang dan Indonesia di sektor kelautan dan perikanan, salah satunya terkait dengan bantuan senilai 2,5 miliar yen dari pemerintah Jepang untuk program pengembangan sektor perikanan pada pulau-pulau terluar Indonesia.
Lebih jauh, Men KP menjelaskan bahwa fasilitas dan target area dari program ini berupa fasilitas pelabuhan perikanan dan pasar ikan di daerah-daerah Sabang (Provinsi Aceh), Natuna (Provinsi Riau), Morotai (Provinsi Maluku), Saumlaki (Provinsi Maluku), Moa (Provinsi Maluku), dan Biak (Provinsi Papua). Selain itu ada pula bantuan hibah 1 kapal, dan 3 radar di Kawasan Natuna, serta hibah kapal penangkap udang. (Erick Arhadita)