MAKASSAR – MARITIM : Ketua Marine Science Diving Club (MSDC) Universitas Hasanudin (Unhas), Makassar, Muhammad Irfandi Arief, pada diskusi bertajuk ‘Selamatkan Spermonde, Selamatkan Laut Indonesia’ di Makassar, Kamis (14/11/2019) lalu mengatakan: “Pemerintah harus segera turun tangan untuk mencegah kerusakan yang lebih parah terjadi pada ekosistem bawah laut Kepulauan Spermonde di Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasar hasil pengamatan yang kami lakukan di tiga pulau selama sembilan tahun terakhir, memperlihatkan kondisi tutupan karang di Kepulauan Spermonde dalam ancaman besar”.
Berdasar kegiatan pemantauan terumbu karang (reef check) yang dilakukan tim MSDC Unhas secara berkala setiap tahun, memperlihatkan tren penurunan tutupan karang hidup di sejumlah pulau tersebut dalam ancaman nyata. Bukan hanya oleh perubahan iklim, tetapi juga kegiatan penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan.
Mengacu data pengecekan terumbu karang MSDC Unhas, memperlihatkan tutupan karang hidup di tiga pulau yang masuk wilayah Makassar, yakni Pulau Barrang Lompo, Barrang Caddi dan Samalona, berkisar antara 30-40% atau dalam kondisi buruk hingga sedang. Data MSDC tahun 2018, tutupan karang hidup Pulau Barrang Lompo tercatat 40% (kategori sedang), Pulau Barrang Caddi sebesar 38% (kategori sedang), dan Pulau Samalona sebesar 30% (kategori buruk).
Muhammad Irfandi Arief katakan bahwa Pulau Spermonde merupakan salah satu sumber penghidupan bagi nelayan, juga masyarakat Makassar secara keseluruhan, mulai dari sektor perikanan hingga wisata. Ekosistem bawah laut dan pesisir di kepulauan tersebut harus menjadi perhatian para pemangku kepentingan termasuk masyarakat Makassar. Spermonde dapat menjadi contoh nyata bagi penyelamatan laut Indonesia yang kini sedang berjuang menghadapi perubahan iklim, kegiatan penangkapan ikan yang destruktif, hingga reklamasi. Ungkap Arief: “Upaya yang kami lakukan saat ini bersama tim MARS melakukan perbaikan terumbu karang yang telah rusak agar karang itu bisa hidup, meski membutuhkan puluhan tahun karang terbentuk kembali”.
Sedangkan data dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga menunjukkan indeks kesehatan terumbu karang yang rendah di Spermonde dengan rentang nilai antara 1-3.
Sementara Jurukampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, saat diskusi mengemukakan Tim Pembela Lautan (Ocean Defender) Greenpeace Indonesia telah melakukan pemantauan dan mengambil dokumentasi bawah laut di Pulau Barrang Lompo, Pulau Barrang Caddi, dan Kodingareng Keke, awal September 2019.
Kerusakan terumbu karang karena pengambilan ikan dengan bom dan bius jelas terlihat. Pemulihan kerusakan terumbu karang karena aktivitas ilegal, sulit dilakukan dalam waktu cepat. Melalui gerakan sosial, Greenpeace meluncurkan petisi #SaveSpermonde untuk meminta pemerintah, pusat dan daerah, mengambil langkah cepat berupa penyelamatan Spermonde dari berbagai ancaman, yang akan dapat menjadi titik awal dari tindakan serius untuk memulihkan maupun menjaga ekosistem ruang laut nasional. Ujarnya: “Pengawasan, pendekatan sosial kemasyarakatan dan penegakan hukum oleh pihak berwenang terhadap kegiatan penangkapan ikan harus dilakukan intensif. Pekerjaan rumah pemerintahan masih banyak, kendati sejumlah kemajuan sudah dicapai pada masa pemerintahan sebelumnya, terutama mengurangi penangkapan ikan ilegal yang dilakukan kapal ikan asing”.
Direktur Walhi Sulsel, Al Amin pada kesempatan itu menyebut, kerusakan ekosistem laut di Sulsel telah mencapai 70% dan tingkat kerusakan semakin hari kian meningkat, dan hal ini sangat mengkhawatirkan bagi keberlangsungan ekosistem laut. Amin mengungkapkan ada beberapa penyebab kerusakan yang diamati. Pertama: kegiatan fisik atau penangkapan ikan menggunakan bahan kimia, baik itu bom, bius dan lainnya. Kedua: masih adanya paparan dari limbah industri terutama di Kota Makassar. Ketiga: dan terbaru adalah adanya kegiatan tambang pasir laut.
“Bahkan ada rencana lagi kegiatan tambang pasir laut yang kedua. Kegiatan inilah juga memberi kontribusi besar terhadap kerusakan Spermonde yang ada di wilayah Sulsel. Melalui gerakan petisi digagas Greenpeace Indonesia, kami mengapresiasi dan melihat ini sebagai satu momentum yang penting untuk segera disikapi,” tambahnya.
Total nilai manfaat ekonomi ekosistem terumbu karang di perairan Spermonde berdasarkan beberapa penelitian berkisar dari Rp30,3 miliar lebih hingga Rp1,6 triliun lebih per hektare per tahun. Bila ekosistem Spermonde rusak parah, kerugian bukan hanya akan dialami oleh nelayan atau pelaku usaha perikanan. Pemerintah daerah juga dapat kehilangan potensi pemasukan dari sektor pariwisata. (Lies/Kti/Maritim)