JAKARTA – MARITIM : Disebabkan oleh munculnya keluhan dari para anggota Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI soal berbagai pungutan tak jelas dasarnya dari Shipping Line (asing) , akhirnya dapat respons Ditjen Perhubungan Laut, Kemenhub. Ditjen Hubla 13 November lalu melayangkan surat kepada DPP Indonesian National Shipowner’ Association (INSA) agar melakukan evaluasi terhadap berbagai pungutan biaya angkutan laut kepada pengguna jasa
Dalam surat bernomor PR. 101/99/4/Dh-2019 yang ditandatangani Tri Pudiananta atas nama Direktur Lalulintas Angkutan Laut, minta agar INSA segera melaporkan hasil evaluasi tersebut kepada Ditjen Hubla, Kemenhub.
Widijanto, Ketua DPW ALFI DKI, Senin (18/11/2019) menjelaskan kasus berbagai pungutan dari pelayaran asing ini muncul setelah sebagian pelayaran menghentikan pungutan uang jaminan kontainer yang sejak lama dikeluhkan pengguna jasa.
Pungutan tersebut menurut Widijanto tidak jelas dasarnya, karena waktu mereka masih melakukan penarikan biaya untuk jaminan petikemas, pungutan dengan nama aneh-aneh tersebut tidak ada. Tetapi setelah pungutan uang jaminan petikemas dihentikan, muncul pelbagai pungutan baru yang ditagihkan kepada pengguna jasa/pemilik barang.
Dikatakan oleh Ketua DPW ALFI DKI, pungutan dengan nama yang aneh aneh dan tidak jelas layanannya itu, misalnya container service charges, container management fee, cargo value serenity, general administrative fee dan import documentation dan macam macam lagi, yang tergantung pada perusahaan pelayarannya.
Menurut Widiyanto setelah dihitung total biaya pungutan tersebut cukup memberatkan pengguna jasa sekitar Rp 400 ribu sampai Rp500 ribu per petikemas. Ungkap Widiyanto: “Kelihatan angkanya kecil tetapi kalau menangani 100 petikemas kan cukup memberatkan”.
Lebih jauh Widiyanto mengatakanbahwa ALFI dulu berjuang agar uang jaminan petikemas dihilangkan dan diganti dengan sistem asuransi. Karena pengembalian uang jaminan untuk petikemas memakan waktu cukup lama sampai tiga bulan, hingga mengganggu perputaran modal PPJK yang umumya pengusaha UMKM.
Namun dalam kenyataannya sebagian besar shipping line menghapuskan uang jaminan petikemas, tetapi celakanya mereka membuat pos pungutan baru, dengan nama macam-macam. Uang tersebut tidak dapay kembali seperti uang jaminan petikemas.
Memungkasi penjelasan, Widijanto berharap usul ALFI agar uang jaminan petikemas diganti dengan sistem asuransi dituntaskan oleh Ditjen Perhubungan Laut. Usul ini pernah dibahas oleh Direktur Lala Wisnu Handoko, tetapi belum tuntas. Sementara komponen biaya yang ditagihkan pelayaran termasuk asing agar tetap mengacu pada ketentuan Kemenhub, tegas Widijanto. (Team Liputan)