SEMARANG – MARITIM : Pada masa lalu, Provinsi Jawa Tengah dikenal sebagai kawasan agraris yang mengandalkan basis perekonomiannya dari perdagangan hasil pertanian. Namun sejak pengembangan gerbang laut Pelabuhan Tanjung Emas, kondisi provinsi kian berubah ke arah industrialisasi, ringan, menengah bahkan juga industri berat, yang berorientasi ekspor. Dan sejalan dengan tren peningkatan investasi di Jawa Tengah, memasuki tahun 2000-an turut berimbas kepada menurunnya angka pengangguran.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi, sampaikan bahwa iklim investasi di Jateng cenderung kondusif karena memiliki sejumlah keunggulan. Salah satunya ialah tenaga kerja yang loyal, cepat belajar, dan bermitra dengan pengusaha. Ungkapnya: “Pekerja adalah mitra pengusaha. Dan semangat mereka tinggi untuk sama-sama tumbuh dengan perusahaan. Mereka menyadari hubungan yang saling menguntungkan ini”.
Oleh karena itu, peningkatan investasi yang terjadi di Jateng berimbas terhadap penurunan angka pengangguran. Mengutip data data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Tengah, per September 2019 realisasi investasi mencapai angka Rp47,24 triliun. Rinciannya, Penanaman Modal Asing (PMA) Rp32,27 triliun dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp14,97 triliun. Realisasi tersebut menciptakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) baru sebanyak 71.145 orang.
Sementara itu, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk bekerja di Jateng tercatat 17,44 juta orang pada Agustus 2019, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya 17,25 orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2019 pun berkurang 0,02 persen menjadi 4,49 persen, dibandingkan Agustus 2018 sebesar 4,51 persen. Pasalnya, kenaikan jumlah pengangguran jauh lebih rendah daripada peningkatan jumlah penduduk yang bekerja.
Di sisi lain, sebanyak 10,15 juta orang atau 58,21% penduduk bekerja di kegiatan informal. Namun, selama setahun terakhir, porsi pekerja informal turun sebesar 2,73% dibanding kondisi pada Agustus 2018.
Frans menyebutkan, untuk meningkatkan kompetensi pekerja, sejumlah perusahaan bersama Apindo melakukan program magang. Selepas magang, diharapkan para peserta sudah siap bekerja.
Pelaku usaha dan pemerintah juga secara aktif melakukan pendidikan volakasi melalui balai pelatihan. Selain itu, pemerintah memfasilitasi pekerja dengan penyediaan rumah dan transportasi murah.
Sebagai contoh, pada 28 Oktober 2019, Pemprov Jateng menyediakan layanan BRT rute Semarang—Kendal, dengan tarif khusus untuk buruh hanya Rp2.000 per orang. Seperti diketahui KI Kendal nantinya akan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
“Kerja sama antara pemerintah, pelaku usaha, dan pekerja ini yang membuat hubungan kita berjalan baik, dan bisnis berjalan lancar,” pungkas Frans Kobngi. (Erick Arhadita)