‘Move On’ dari Terminal Operator, IPC Bertransformasi Menjadi Trade Facilitator

Dirut IPC/Pelindo II, Elvyn G Masassya
Dirut IPC/Pelindo II, Elvyn G Masassya

PT PELABUHAN INDONESIA II (Pelindo II)/IPC tengah giat melakukan transformasi untuk meningkatkan pelayanan kepada para pelanggannya. Transformasi secara fisik dilakukan melalui pembangunan sejumlah fasilitas infrastruktur seperti pelabuhan dan jalan tol maupun peningkatan kapasitas pelabuhan eksisting.

Sedangkan transformasi secara sistem, dilakukan dengan mengubah hampir seluruh layanan menjadi serba digital yang melingkupi seluruh kegiatan pelabuhan secara korporasi, baik sisi laut maupun darat.

Dengan langkah-langkah transformasi tersebut, IPC yang selama ini hanya bergulat dalam layanan bongkar muat terminal operator, mengembangkan visi menjadi trade facilitator (fasilitator perdagangan kelas dunia).

Dalam sejumlah kesempatan berbincang dengan para awak media, Direktur Utama IPC, Elvyn G Masasya mengatakan visi menjadikan IPC sebagai  trade facilitator tersebut dalam rangka mendorong peningkatan daya saing serta menurunkan biaya logistik.

“IPC akan terus bertransformasi dari Terminal Operator menjadi Trade Corridors. Transforming From Infrastructure Player into Ecosystem Player, sehingga nantinya IPC akan berperan sebagai Trade Facilitator dan lebih jauh lagi menjadi Trade Accelerator. Dengan konsep ini IPC tidak hanya akan melayani bongkar muat barang tapi juga mendorong perdagangan melalui ekosistem.” papar Elvyn dalam ajang sharing session dengan para awak media, pada pertengahan Maret 2019 lalu, di Jakarta.

Apresiasi

Dimintai tanggapannya, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menilai langkah-langkah transformasi yang dilakukan IPC dalam mewujudkan industri logistik yang makin efisien patut mendapat apresiasi.

Menurutnya, untuk menurunkan biaya logistik memang membutuhkan banyak terobosan. Salah satu terobosan itu adalah pembangunan sistem teknologi informasi (digitalisasi) yang berjalan paralel  dengan infrastruktur fisik (hard infrastructure).

Djoko menyebut langkah Pelindo II membangun infrastruktur fisik seperti  jalan tol Cilincing Cibitung (JTCC) maupun Pelabuhan Kijing di Pontianak, Kalimantan Barat sebagai upaya strategis yang perlu didukung semua pihak.

“Pembangunan jalan tol penghubung antara pelabuhan dan kawasan industri yang dilakukan Pelindo II merupakan langkah inovatif yang patut diapresiasi,” ujar Djoko dalam wawancara melalui telepon, Rabu (20/11).

Pengamat transportasi asal Semarang tersebut berharap pembangunan infrastruktur baik pelabuhan maupun jalan tol yang dilakukan IPC makin mempercepat arus barang dari pelabuhan ke gudang atau kawasan industri maupun sebaliknya. Dengan percepatan arus barang itu tentunya akan berdampak terhadap ongkos logistik karena waktu dan biaya operasional yang semakin efisien.

Dalam konteks itulah, imbuh Djoko, dukungan dari para pemangku kepentingan khususnya sektor logistik sangat dibutuhkan agar konektivitas fasilitas infrastruktur tersebut benar-benar bisa dimanfaatkan sebaik mungkin.

“Harus ada komitmen semua pihak, misalnya dengan tidak mengangkut barang melebihi kapasitas jalan. Sebagus apapun jalan jika dilalui truk overload itu akan cepat rusak. Apalagi jika truk masuk pelabuhan lalu memindahkan barang ke kapal, tentunya mengancam keselamatan pelayaran. Dampak buruknya merugikan semua pihak,” katanya.

Pernyataan senada diungkapkan Ketua Umum DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda), Adrianto Djokosoetono. Menurut sosok yang akrab disapa Andre tersebut, pembangunan infrastruktur yang terintegrasi antara pelabuhan dan kawasan industri merupakan sebuah keniscayaan. Sebab, transshipment barang baik drop off maupun pick up menuju pelabuhan atau sebaliknya, sejauh ini masih terkendala daya dukung infrastruktur.

“Dengan adanya jalan tol yang langsung terkoneksi antara pelabuhan maupun kawasan industri bisa mempercepat proses transshipment antarmoda transportasi. Tentu kita juga berharap pengelola pelabuhan terus meningkatkan kecepatan layanan bongkar muat,” ujarnya kepada Maritim, Kamis (21/11), di Jakarta.

Untuk diketahui, jalan tol Cilincing Cibitung yang kini sedang dibangun Pelindo II akan menghubungkan kawasan pelabuhan khususnya New Priok Container Terminal (NPCT 1) ke kawasan industri di Cibitung dan sekitarnya. Dengan adanya jalan tol ini, jarak tempuh truk angkutan barang yang semula tidak menentu, bisa dipangkas hingga 45 menit saja.

Informasi yang diperoleh dari Corporate Secretary IPC menyebutkan progres pembangunan jalan tol tersebut sudah mencapai 60% dan ditargetkan beroperasi pada tahun 2020. Pada saat beroperasi, jalan tol sepanjang 34,85 kilometer tersebut diperkirakan bisa dilalui 50 ribu kendaraan per hari. Di ruas tol yang merupakan bagian dari Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta 2 (JORR 2) tersebut akan terdapat 43 buah jembatan, 5 simpang susun (interchange), 7 under pass dan 8 over pass.

Jalan tol yang menelan dana investasi sekitar Rp10,8 triliun ini dibangun oleh PT Cibitung Tanjung Priok (CTP)  Tollways. Saham perusahaan ini dimiliki PT Akses Pelabuhan Indonesia (45 persen) yang merupakan cucu usaha IPC dan PT Waskita Toll Road  (55 persen).

Sedangkan Pelabuhan Kijing yang saat ini pembangunannya tengah dikerjakan juga ditargetkan bisa beroperasi tahun 2020. Pada tahap awal, pelabuhan yang terletak di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, memiliki kapasitas bongkar muat peti kemas 500.000 TEUs dan curah 10 juta ton.  Posisi Kijing yang berdekatan dengan Singapura, Selat Malaka, dan Laut China Selatan membuat pelabuhan internasional terbesar di Kalimantan.

Pergerakan Ekonomi

Dihubungi terpisah, Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, menilai strategi IPC mempercepat pembangunan Pelabuhan Kijing merupakan langkah yang tepat. Apalagi kondisi pelabuhan eksisting di Pontianak saat ini yang sudah sulit untuk dikembangkan. Selain keterbatasan lahan, faktor sedimentasi sungai Kapuas juga menjadi penyebab tingginya biaya pemeliharaan alur pelabuhan.

Padahal, sebagai salah satu sentra penghasil minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di Indonesia, Kalimantan Barat sangat membutuhkan pelabuhan yang bisa disandari kapal-kapal besar. Sejauh ini, akibat keterbatasan kapasitas pelabuhan, ekspor CPO dari Kalimantan Barat harus melalui Pelabuhan Dumai, Riau yang tentunya kurang efisien baik dari sisi waktu maupun biaya.

“Pemerintah maupun DPR sudah pasti mendukung karena ini semua demi kepentingan masyarakat yang memiliki multiplier effect pada pergerakan ekonomi,” ujar Lasarus kepada Maritim, Sabtu (23/11).

Lasarus memprediksi jika kelak Pelabuhan Kijing beroperasi akan menjadi stimulus bagi tumbuhnya kegiatan-kegiatan ekonomi di kawasan Kalimantan Barat. Termasuk keberadaan dry port yang akan juga mendorong aktivitas ekonomi di kawasan perbatasan antara Entikong, Kalimantan Barat dan Tebedu, Malaysia.

Melihat pentingnya peran pelabuhan tersebut, Lasarus memastikan pemerintah daerah maupun pihak terkait lainnya di Kalimantan Barat akan mendukung keberadaan obyek vital tersebut, termasuk dalam pembangunan infrastruktur jalan raya antara pelabuhan dengan kawasan-kawasan hinterland.

“Prinsipnya DPR akan mendukung semua langkah transformatif baik yang dilakukan pemerintah maupun BUMN. Tentu tidak hanya di Kalimantan Barat, tapi juga seluruh Indonesia,” pungkas Lasarus.

Trade Facilitator

Pernyataan pengamat transportasi, DPR maupun asosiasi pengusaha seperti dikutip di atas sejatinya mewakili apresiasi masyarakat terhadap langkah-langkah transformasi yang dilakukan Pelindo II terutama dalam membenahi persoalan mata rantai logistik (supply chain) di Indonesia.

Hal ini sejalan dengan komitmen IPC dalam melakukan transformasi yang berangkat dari tekad untuk meningkatkan daya saing serta menurunkan biaya logistik.

Mengutip pernyataan Direktur Utama IPC, Elvyn G Masasya, dalam sharing session dengan para awak media pertengahan Maret 2019 lalu, langkah nyata transformasi IPC dilakukan dengan mengacu pada pola radical change yakni perubahan yang bersifat holistik, strategis dan fundamental.

Elvyn mencontohkan dari sisi operasional, IPC melakukan radical change dari yang sebelumnya manual menuju digital.

“Digital bukan hanya dalam konteks pelayanan di terminal tapi melingkupi seluruh kegiatan pelabuhan secara korporasi, baik dari sisi laut maupun darat,” ungkap Elvyn memberikan penegasan.

Digitalisasi yang mencakup kegiatan di sisi laut maupun darat (Front-End) dan terintegrasi dengan Back-End tersebut menggunakan Entreprise Resources Planning (ERP).

Sebagai gambaran, dari sisi sisi laut, Pelindo II menyiapkan Marine Operation System (MOS), Vessel Management System (VMS) dan Vessel Traffic System (VTS), untuk memonitor dan memantau pergerakan kapal sejak mereka berangkat dari pelabuhan awal sampai tiba di Pelabuhan Tanjung Priok.

Sedangkan dari sisi darat, IPC telah mengoperasikan Terminal Operating System (TOS) dan Non Peti Kemas Terminal Operating System (NPKTOS) serta Auto Tally untuk perhitungan kontainer. Selain itu, Pelindo II juga menyiapkan Container Freight Station (CFS), Buffer Area, DO Online, Auto Gate, Car Terminal Operating System, Reception Facility serta Truck Identification untuk mengidentifikasi pengemudi dan tujuan pengiriman barang dari seluruh armada pengangkut barang yang masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok.

Elvyn menyebut impelementasi digitalisasi dari berbagai sisi di pelabuhan baik sisi darat maupun laut menjadi bagian penting standarisasi pelayanan berbasis digital secara optimal dan menyeluruh mulai saat barang dikirimkan ke pelabuhan sampai kemudahan pembayaran serta tracking dan tracing barang.

Transformasi yang dilakukan Pelindo II juga menjangkau sisi keuangan. Di sektor ini, Pelindo II melakukan transformasi yang signifikan yaitu membuat seluruh transaksi di pelabuhan berbasis elektronik atau Cashless Payment System.

Dengan pola pembayaran transaksi berbasis elektronik tersebut maka kualitas pelayanan menjadi lebih cepat, lebih terdata, lebih transparan dan lebih akurat.

“Hal memberikan dampak yang signifikan, produktivitas meningkat, revenue korporasi meningkat karena semua tercatat dengan baik dan ini merupakan cikal bakal untuk mentransformasi IPC menjadi pelabuhan yang disebut Digital Port atau pelabuhan yang berbasis digital,” papar sosok yang juga dikenal sebagai penyanyi jazz terkemuka di Indonesia tersebut.

Secara keseluruhan, untuk mendukung langkah transformasi digital, IPC sudah menetapkan enam pilar e-channel yakni e-Registration, e-Booking, e-Tracking, e-Payment, e-Billing dan e-Care.  Melalui 6 pilar tersebut tidak hanya akan mempermudah sisi pelayanan pelabuhan serta efisiensi waktu, tetapi juga mendorong kemajuan pelabuhan di Indonesia.

Tak berhenti di situ, IPC juga terus mengembangkan implemenetasi digital port. Salah satunya  rencana peluncuran aplikasi logistik dalam waktu dekat untuk memudahkan pergerakan barang mulai dari dermaga, pergudangan, hingga pendistribusiannya ke luar area pelabuhan.

“Kita ingin semua operasional di pelabuhan menjadi lebih cepat, lebih mudah dan lebih murah berbasis digital dan cashless,” ujar Elvyn.

Menurutnya, visi IPC menjadi fasilitator perdagangan kelas dunia melalui digitalisasi itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan, produktivitas dan mempromosikan culture yang fokus pada pengguna jasa.

Elvyn juga menambahkan langkah-langkah transformatif yang sedang dilakukan IPC tersebut menjadi bagian tak terpisahkan mewujudkan visi pemerintah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

“Maritim adalah masa depan Indonesia dan masa depan harus dirancang. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan 3 aspek kunci mengembangkan dan mengeksplorasi potensi maritim yang disebut dengan Trilogy Maritime (Integrated Port Network),” ujar Elvyn.

Adapun yang dimaksud Trylogy Maritim tersebut adalah, pertama, pengembangan pelabuhan di berbagai daerah di Indonesia untuk membuka konektivitas agar memiliki standar dan kualitas pelayanan. Kedua, pengembangan transportasi pelayaran yang selama ini didominasi oleh kapal-kapal asing. Terakhir, pengembangan area industri yang linked dengan pelabuhan. Elvyn optimistis jika tiga hal ini bisa dilaksanakan dan semua Policy Maker sepakat dengan ini, Indonesia akan menjadi negara maritim besar di dunia.

Karena itu, sebagai badan usaha milik negara yang mengemban amanat menjaga kelancaran arus barang baik dari laut ke darat atau sebaliknya, IPC sudah mengawalinya dengan melakukan digitalisasi layanan maupun pembangunan infrastruktur. Dengan langkah ini, predikat IPC pun tidak lagi hanya terminal operator, tapi menjangkau visi sebagai trade facilitator.***

(Penulis : KARNALI FAISAL)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *