Perubahan Raskin ke BPNT, Bulog Perlu Diselamatkan Untuk Menyerap Gabah Petani

JAKARTA – MARITIM : Perubahan raskin/rastra menjadi program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sangat mempengaruhi petani. Yakni serapan gabah petani ikut menurun. Bahkan, petani di Papua rumahnya dipenuhi oleh gabah lantaran tidak memiliki gudang.

Read More

“Dampak lebih lanjut, para petani mulai beralih menanam komoditas lainnya. Salah satunya menanam porang untuk diekspor ke Jepang. Jika terus dibiarkan, saya memperkirakan produksi beras akan menurun. Akibatnya, beras di Indonesia bisa kalah bersaing dari produk impor. Maka dari itu, Bulog harus segera diselamatkan agar bisa menyerap gabah petani,” kata Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, pada kesempatan diskusi, di Jakarta, Kamis (12/12).

Menurutnya, saat ini penyaluran beras Bulog seret, pasca perubahan dari rastra ke BPNT. Sehingga berdampak pada serapan gabah di petani oleh Bulog juga semakin kecil.

“Sejak dua tahun lalu, Bulog ini sudah sakit. Bahkan sekarang, sakitnya sudah stadium tiga. Karena beras yang diserap dari petani tidak dapat disalurkan. Menumpuk di gudang-gudang,” ujarnya.

Padahal, Bulog punya tugas menyerap gabah petani dalam rangka CBP dan mengamankan harga pangan. Tugas ini harus diimbangi dengan regulasi dimana pemerintah menjamin beras yang diserap Bulog akan tersalurkan.

Sementara Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Perum Bulog, Imam Subowo, mengakui sejak program rastra diubah ke BPNT, penyaluran beras Bulog terus menyalami penurunan. Pasalnya, program BPNT membuka kesempatan kepada pasar bebas untuk turut memasok beras.

“Artinya, Bulog turut bersaing dengan produsen beras lain,” ujarnya.

Ditambahkan, Bulog hingga saat ini baru menyalurkan beras sekitar 130.000 ton untuk program BPNT dari target 700.000 ton. Karenanya, Bulog cukup sulit untuk mencapai target 700.000 ton dalam waktu yang kurang dari satu bulan.

Saat ini, selain melalui BPNT, penyaluran beras Bulog pun dilakukan melalui program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH), untuk bencana alam dan bantuan internasional itu pun dilaksanakan dengan penugasan dari pemerintah.

Kepastian penyaluran beras ini, sambung Imam, sangat dibutuhkan. Sehingga Bulog sendiri bisa menyerap gabah/beras dari petani dalam jumlah yang besar pula.

“Dengan kondisi ini, tentu bagi Bulog akan sulit melakukan penyerapan. Tapi jumlah gabah/beras yang diserap terbatas karena kondisi gudang yang makin penuh,” katanya.

Ditegaskan, jika Bulog menjadi pemasok utama BPNT, Bulog bisa menyalurkan setidaknya 1,87 juta ton per tahun. Perhitungan ini dengan asumsi beras yang disalurkan sebesar 10 kilogram per bulan untuk masing-masing Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang mencapai 15,6 juta keluarga.

“Bulog siap menjadi penyalur BPNT. Bahkan dengan teknologi yang ada sekarang Bulog dapat menyalurkannya hingga ke tangan penerima,” ucap Imam.

Bulog berpotensi bangkrut

Sedangkan pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menambahkan menyusul tak adanya kepastian penyaluran beras, Bulog berpotensi bangkrut.

Saat ini, Bulog semakin sulit menyalurkan berasnya, karena harus bersaing dengan pemasok beras swasta seiring perubahan kebijakan rastra ke BPNT. Maka dari itu, Bulog berpotensi bangkrut, jika sulit menyalurkan beras. Atau Perum Bulog berpotensi bangkrut bila tidak diberikan kepastian penyaluran beras,” ujar Khudori.

Menurutnya, Bulog membutuhkan solusi segera agar bisa menyalurkan berasnya ke pasar. Keuangan Bulog itu sangat rentan. Sangat potensial untuk bangkrut kalau tidak ada solusi segera.

“Itu bom waktu,” tekannya.

Kebijakan beras Bulog perlu terintegrasi dari hulu hingga hilir. Ini artinya, Bulog perlu menyerap beras petani, menyimpannya sebagai stok cadangan beras pemerintah (CBP) dan menyalurkannya ke pasar.

Saat ini, Bulog tengah kesulitan menyalurkan beras lantaran ada perubahan kebijakan dari rastra/raskin jadi BPNT. Dalam program BPNT, bantuan pangan diterima dalam bentuk non tunai yang diberikan kepada keluarga penerima manfaat (KPM).

Penyaluran komoditas BPNT dilakukan melalui pedagang bahan pangan/elektronik warung gotong royong (e-warong) yang bekerja sama dengan bank. KPM dapat bebas memilih untuk membeli komoditas yang diinginkan, yaitu beras atau telur. Selain karena jalur penyalurannya yang semakin sempit akibat transisi rastra ke BPNT, posisi Bulog kian terhimpit lantaran BUMN pangan ini harus bersaing dengan pemasok beras swasta dalam program pengadaan bantuan sosial tersebut.

Dengan kondisi tersebut, Khudori menilai, stok beras yang berpotensi dibuang dapat terus meningkat. Sebab, beras Bulog di gudang akan mengalami penurunan mutu, jika terlalu lama disimpan. Sehingga perlu integrasi dari hulu hingga hilir,” ujarnya. (Muhammad Raya)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *