JAKARTA — MARITIM : Membendung membanjirnya barang impor yang masuk ke pasar Indonesia, mulai Januari 2020, Pemerintah dalam hal ini Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, mengenakan pajak bea masuk barang kiriman lewat e-commers.
Dirjen Bea dan Cukai, Heru Pambudi dalam pertemuan akhir tahun dengan wartawan, di Kementerian Keuangan mengatakan, pengenaan pajak ini untuk melindungi industri kecil dan menengah (IKM/UKM) serta memberi ruang usaha dan pasar yang lebih luas.
“Kalau aturan lama bebas bea masuk maksimal 75 dolar AS atau Rp1.050.00,- kini diturunkan jadi maksimal 3 dolar AS atau Rp 45.000. Maksudnya, kalau barang impor kiriman harganya di atas 3 dolar AS maka akan kena bea masuk, aturan ini mulai berlaku Januari 2020,”tutur Heru Pambudi, saat jumpa wartawan di Kementerian Keuangan, Senin (23/12).
Dikatakan, aturan ini untuk menciptakan perlakuan perpajakan yang adil dan melindungi industri kecil dalam negeri. Karena sesuai dokumen impor hingga kini kegiatan e-commers melalui barang kiriman 49,69 juta paket. Jumlah ini meningkat tajam dari sebelumnya yang 19,57 juta paket, pada 2018 dan 6,1 juta paket di 2017, atau tumbuh sebesar 254 persen dibanding 2018, dan 814 persen 2017.
Menurut Heru, dengan revisi aturan ini tarif pajak yang akan dikenakan turun. Rinciannya, bea masuk tetap 7,5 persen, pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen dan Pajak penghasilan dari (PPh) nol persen. Sehingga totalnya turun, menjadi 17,5 persen untuk barang umum.
“Pajak ini tidak dikenakan pada tas, sepatu dan produk tekstil seperti baju, yang tarif bea masuk PPN dan PPh menjadi bea masuk tarif normal,”ujarnya.
Menjawab pertanyaan dikatakan, impor buku bebas bea masuk. Sedangkan tarif bea masuk tas sekitar 16-20 persen, sepatu 25-30 persen, tekstil 15-25 persen. Sedangkan PPN sama 10 persen, Pph 7,5 – 10 persen. Ini kalau ditotal lebih tinggi, karena aturan baru tersebut ditujukan untuk menanggulangi dan melindungi tas produk dalam negeri dan lainnya.
Lebih jauh tambahnya, hal ini untuk menjawab permintaan dari beberapa asosiasi, antaranya asosiasi IKM/UKM, Masyarakat Industri dan Asosiasi Pengusaha Indonesia. Juga Pemerintah memperhatikan masukan khususnya yang disampaikan pengrajin dan produsen. Sedangkan barang impor digemari yaitu tas, sepatu dan garmen yang membanjiri pasar Indonesia serta mengancam industri domestik.
Nantinya kata Heru, Kemenkeu akan melakukan komunikasi langsung ke sistem atau market place. Dalam sistem terhubung ini nantinya dilakukan penelusuran mengenai data transaksi mulai dari jenis, jumlah dan data barang secara real time. Sehingga bisa dibaca oleh secara sistem Bea Cukai.
“Ini untuk transparansi kita semua yang terlibat di dalam penanganan bisnis e-commerce baik dari pengusaha dan pemerintah sendiri,” ujarnya seraya menambahkan aturan baru tentang bea masuk barang kirim ini, sebagai hadiah Nataru dari Pemerintah.(Rabiatun)