DENPASAR, BALI – MARITIM : Pembahasan usulan kereta api di Bali, mememasuki babak baru dengan kembali dilakukan pada bulan Januari 2020. DPRD Bali melalui Komisi III minta kejelasan terkait rencana pembangunan moda transportasi berbasis rel tersebut. Ada tujuh jalur rencana pembangunan lintasan kereta api di Bali sebagaimana rencana induk pembangunan Bali, lintas Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). Rencana tersebut ditegaskan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Ir. I Gde Samsi Gunarta, M.Appl.Sc.,
Kajian trase kereta yang telah ada sejak tahun 2016 ini memang penuh kontroversi. Dukungan terhadap pembangunan jalur kereta muncul sebagai respon terhadap keluhan atas transportasi rel yang belum tersedia sebagaimana objek pariwisata internasional di negara lain. Kepadatan transportasi di Bali yang semakin tumbuh juga berkontribusi pada ketidaknyamanan akses jalan yang semakin macet.
Kemacetan yang terjadi di jalur Bali Utara dan Selatan, terus dikeluhkan dan juga menjadi alasan mengapa moda angkutan kereta api di Bali yang digadang-gadang, tak juga segera terwujud. Solusi atasi kemacetan dengan kereta api ini telah dibahas bahkan sejak tahun 2014 oleh wakil gubernur Bali pada periode tersebut, Ketut Sudikerta, dalam acara dialog publik yang dihadiri oleh utusan dari Dirjen Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan, SKPD terkait, anggota DPRD, pimpinan universitas perguruan tinggi, akademisi, dan perwakilan asosiasi Sedangkan pihak yang menyatakan bahwa Bali tidak memerlukan jalur kereta berpendapat bahwa ada perbedaan mendasar antara kultur atau kebudayaan orang Bali dengan orang luar, dimana orang Bali tidak terbiasa menggunakan kereta api sebagai moda transportasi darat sehari-hari.
“Kereta api ini harus dipikir ulang. Takutnya kereta api muter-muter tapi kosong. Biaya operasional besar bisa bangkrut nanti pemerintah,”, ujar Ketua Komisi I DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya. Imbuhnya, proyek kereta api di Bali ini perlu kajian matang agar pengadaannya tidak mubadzir. Tama khawatir bahwa adanya kereta api tersebut akan membebani pemerintah dalam pembiayaan operasional.
Selain itu, muncul pendapat bahwa kereta api akan mematikan bisnis travel yang telah menjamur di Bali selama bertahun-tahun. Terlebih, mereka menyatakan bahwa Pemprov Bali telah membangun shortcut untuk mempercepat akses Bali Utara dan Selatan. Luas Bali yang kecil, menjadi alasan lain mengapa kereta api tidak diperlukan di Bali. Lantas benarkah Bali memang membutuhkan moda transportasi kereta api? Bali dengan segala daya tarik wisata telah berhasil menggaet 6.275.210 wisatawan mancanegara dari total 16.106.954 wisatawan asing ke Indonesia pada tahun 2019. Angka ini tumbuh 3.37% dari tahun sebelumnya.
Pada tahun 2018, pariwisata Bali menyumbang 40% dari devisa pariwisata nasional sebesar 7,6 miliar dolar AS yang setara sekitar Rp100 triliun. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Pariwisata pada periode tersebut, Arief Yahya. Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Pansus Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan sekaligus Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta.
Dalam kesempatan yang berbeda, Gubernur Bali, Wayan Koster menyatakan bahwa dari sektor pariwisata saja, devisa di Bali telah mencapai Rp150 triliun. Hal tersebut menunjukkan bahwa Bali berpotensi besar dalam kontribusi penerimaan negara. Banyaknya wisatawan mancanegara yang mengunjungi Bali tersebut perlu didukung dengan fasilitas kenyamanan yang memadai. Saat ini, wisatawan asing juga memilih kereta api sebagai salah satu pilihan transportasi favorit. Hal tersebut terlihat dari kegemaran mereka membagikan aktivitas berlibur di pulau Jawa menggunakan kereta api di akun sosial media.
Ketepatan waktu, kenyamanan dan keterjangkauan harga menjadi alasan utama. Terlebih, dengan kereta api, mereka bisa menikmati pemandangan alam Indonesia. Kondisi kenaikan jumlah transportasi darat di Bali sekitar 5% tiap tahunnya menjadikan perjalanan menggunakan kereta api menjadi lebih cepat.
Moda transportasi yang dikelola pemerintah haruslah memberi nilai plus dalam hal kontrol akan keamanan, hal yang tentu dibutuhkan oleh wisatawan mancanegara. Kereta api dilengkapi dengan petugas yang dikelola langsung oleh pemerintah. SOP tentang kereta api juga dalam kendali pemerintah. Jalur yang steril dari pedagang asongan dan selain penumpang menjadikan kereta api memiliki nilai keamanan yang lebih ketimbang transportasi darat lain.
Selain itu, kejelasan akan tarif harga menjadikan wisatawan dapat mengetahui dengan pasti dana yang diperlukan untuk transportasi. Perencanaan biaya pariwisata menjadi lebih akurat.
Usulan jalur kereta ini diharapkan dapat mempermudah akses tempat pariwisata satu dengan tempat pariwisata lain. Terlebih, sebagai pelengkap dari rencana pembangunan bandara di wilayah Bali Utara, kereta api diperlukan para wisatawan untuk mempermudah akses mereka yang ingin berkunjung ke Bali Selatan sebagai primadona pariwisata Bali selama ini.
Dengan mempertimbangkan jumlah wisatawan yang makin meningkat dan kebutuhan akan moda transportasi yang aman, nyaman, terkontrol, dan harga yang terjangkau, kereta api patut dijadikan solusi. Tentunya hal ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak utamanya pemerintah setempat untuk melakukan sosialisasi kepada warga sekitar.
Pro dan Kontra
Rencana kereta api di Bali menuai pro dan kontra warga. Warganet meminta agar rencana kereta api di Bali dikaji secara matang dan tidak hanya wacana namun akhirnya tidak berjalan.
Opini ini disampaikan oleh beberapa warganet di akun facebook beritabali.com. Sebagian menyambut baik rencana kereta api di Bali, namun sebagian melihatnya dengan skeptis dan pesimis.
Akun facebook Made Suda misalnya menyebut rencana kereta api di Bali sebagai bentuk wacana yang terlalu banyak namun tidak dikaji dengan matang. “Terlalu banyak ide, perbaikan dan perawatan jalan yg sudah ada aja tidak mampu dengan alasan kekurangan anggaran, masalahnya bukan masalah setuju atau tidak setuju melainkan anggarannya ada apa tidak? serta pejabatnya ada jalan bagi -bagi proyek tidak? Itulah yang menghambat pembangunan”.
Warganet Goeng Rahsa berpendapat: “Kalau saya lihat keadan bali sepertinya tidak perlu ada kereta api di bali. sekarang lihat saja bus-bus tidak ada muatan, apa lagi nanti cuma gerbong menjadi hantu. melihat keadaan sekarang setiap orang di bali kebanyakan sudah memilih sepeda motor untuk tranportasi”.
Gusti Putu Chandra Yogesswara berpendapat: “Masih yakin ada yang naik transportasi umum, palingan cuman naik untuk foto kebutuhan instastory”.Akun FB Made Jerink mengatakan: sing perlu… jalan gen jani prioritas kan ajk di perlebar… Sementara akun FB Nyoman Wenten menulis: “Pak jalan propinsi semuanya rusak pak tolong survei sekali sekali supaya bapak tau keadaan nya”.
Kendati beberapa warganet menyampaikan penolakan adanya kereta api di Bali, namuan sebagian warganet menyatakan setuju karena dinilai akan membawa kemajuan bagi Bali.
Akun Fb Sano Wasi Wisrawa Yoga berpendapat: “Setuju 100%. Jaringan KA utk komuter Bali utara-selatan spy mengurangi kemacetan kendaraan, pemerataan ekonomi & supaya bali terintegrasi”. Hal senada disampaikan akun FB Wayan Alep: “Saya setuju agar kita bisa seperti negara Asia yang lain”.. Akun FB Inyoman Narta menyatakan setuju namun dengan catatan. Ia menulis: “Setuju tapi di bawah tanah”.
Usulan lain yakni akun FB Degot Seraya menulis: “Kenapa gak kereta udara… Kan seru maan mebalih pemandangan”. Sementara akun FB Nyoman Dana menyebut ide rencana kereta api di Bali bagus dan perlu dilanjutkan. Ia menulis: “Bagus kayak di jepang”. (Erick Arhadita)