JAKARTA–MARITIM :
Menyesuaikan perkembangan ecosystem perbankan Indonesia yang saat ini bergerak sedemikian cepat , dan dinamis didukung kemajuan teknologi yang terus berkembang, Otoritss Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tanggal 16 Maret 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum yang berlaku sejak diundangkan pada 17 Maret 2020.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, dalam siaran pers yang diterima tabloidmarotim.com, Selasa (24/3) mengatakan,
POJK Konsolidasi ini merupakan kebijakan strategis OJK yang telah ditetapkan sejak awal tahun 2020 dan sangat relevan dengan dinamika perekonomian yang saat ini
mengalami tekanan akibat downside risk dari penyebaran Covid-19 yang dihadapi seluruh dunia termasuk Indonesia.
Dikatakan, penerbitan POJK Konsolidasi dapat menjadi momentum, dan landasan bagi industri perbankan untuk meningkatkan skala usaha serta peningkatan daya saing melalui peleburan, penggabungan dan pengambilalihan.
POJK ini secara umum terdiri dari dua pokok pengaturan utama, yakni mengenai kebijakan konsolidasi bank, serta pengaturan mengenai peningkatan modal inti minimum bagi bank umum dan peningkatan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) minimum bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri (KCBLN), yakni masing-masing paling sedikit menjadi sebesar Rp 3 triliun paling lambat 31 Desember 2022.
Lebih jauh ia menjelaskan, kebijakan konsolidasi bank juga mengatur bahwa Pemegang Saham Pengendali (PSP), bank dapat memiliki satu bank atau beberapa bank dengan memenuhi skema konsolidasi. Skema konsolidasi tersebut, tidak hanya diarahkan melalui skema penggabungan, peleburan, atau integrasi antarbank.Mamun juga diperluas, melalui skema pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB).
Dikatakan, konsolidasi tidak dimaksudkan untuk mengeliminasi atau meminggirkan bank-bank kecil. Sebaliknya, melalui konsolidasi ini bank-bank kecil memiliki ruang untuk memperkuat diri melalui skema peleburan, penggabungan ataupun menginduk pada kelompok usaha bank (KUB) yang lebih besar. Dengan demikian akan tercipta struktur bank yang lebih besar, memiliki daya tahan, lebih kontributif, inovatif dan berdaya saing melalui peningkatan skala usaha dan permodalan.”
Kebijakan konsolidasi bank ini juga memberikan insentif pada pihak-pihak yang telah melaksanakan skema konsolidasi dan memenuhi modal inti minimum melalui pengecualian dari ketentuan single present policy (SPP) dan ketentuan batas maksimum kepemilikan saham serta ketentuan terkait lainnya.
OJK meyakini bahwa kebijakan konsolidasi serta peningkatan modal ini minimum dan CEMA minimum dapat memberikan manfaat kepada industri perbankan, mengurangi biaya persaingan, membuat bank menjadi lebih efisien dan kontributif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. (Rabiatun)