BOGOR – MARITIM : Tidak dipungkiri, meski masih terbatasnya SDM, infrastruktur dan peralatan kerja. Namun Pemerintah berharap, perusahaan salvage atau pekerjaan bawah air agar semakin berdaya saing, dan menjadi tuan di negeri sendiri.
Setidaknya kata Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ahmad, mampu menjadi perusahaan yang solid sama seperti perusahaan pelayaran yang sudah berkembang baik belakangan ini.
Hal tersebut dikemukakan, Ahmad saat memberikan pengarahan pada acara Pemberdayaan Perusahaan Salvage dan Pekerjaan Bawah Air Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2020 di Bogor.
Berpulang pada hal tersebut, menurut Direktur Ahmad, berbagai upaya dilakukan Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, untuk meningkatkan pemberdayaan perusahaan salvage/pekerjaan bawah air, di antaranya dengan melakukan pendataan ulang perusahaan yang benar-benar bekerja di bidang salvage/pekerjaan bawah air. Serta perusahaan yang sehat, secara modal maupun peralatan kerja.
“Sehingga akan melahirkan perusahaan yang mampu berdaya saing, dengan perusahaan-perusahaan yang sudah lebih dulu eksis yang mampu untuk go publik,” kata Ahmad.
Menurutnya, kegiatan salvage/pekerjaan bawah air hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha yang khusus didirikan untuk kegiatan salvage/pekerjaan bawah air sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 71 tahun 2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air.
Dari data rekapitulasi tahun 1990 – 2019, jumlah perusahaan salvage/pekerjaan bawah air di Indonesia kurang lebih 250 perusahaan yang memiliki SIUP salvage/pekerjaan bawah air. Namun dari hasil penilaian terhadap perusahaan salvage/pekerjaan bawah air yang dilakukan oleh Direktorat KPLP maupun pelaporan hasil pekerjaan, hanya sekitar 58 perusahaan yang aktif.
Lebih lanjut Ahmad menjelaskan bahwa setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, proses perizinan perusahaan salvage/pekerjaan bawah air dilakukan melalui Lembaga Online Single Submission (OSS) untuk memperoleh NIB (Nomor Induk Berusaha) dan Izin Komersial.
Kemungkinan besar para pemegang SIUP Salvage dan Pekerjaan Bawah Air yang terbit sebelum tahun 2018 belum melakukan pendaftaran ke Lembaga OSS dan SIUP yang diterbitkan sebelum tahun 2013 belum menyesuaikan dengan persyaratan perizinan tersebut.
“Saya tegaskan kepada perusahaan yang tidak menyesuaikan dengan peraturan terbaru maka SIUP salvage/pekerjaan bawah air tersebut akan kami cabut,” tegasnya.
Selain itu, pihaknya juga terus berupaya memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan cepat serta menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi agar pelaksanaan di lapangan tidak terkendala akibat izin yang belum terbit,
Adapun kegiatan Pemberdayaan Perusahaan Salvage dan Pekerjaan Bawah Air ini dilaksanakan dalam rangka optimalisasi pengembangan perusahaan salvage/pekerjaan bawah air menuju Revolusi Industri 4.0 serta sosialisasi pelayanan berbasis online system dan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
Diharapkan melalui kegiatan ini akan menghasilkan output yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan salvage/pekerjaan bawah air berupa pendataan perusahaan salvage/perusahaan pekerjaan bawah air, SOP pelaksanaan endosement SIUP salvage/pekerjaan bawah air, SOP penerbitan SIUP dan izin kegiatan salvage/pekerjaan bawah air serta pelayanan publik berbasis sistem online. (Rabiatun)