JAKARTA – MARITIM : Making Indonesia 4.0 memuat 10 prioritas nasional lintas sektoral untuk mempercepat perkembangan industri manufaktur di Indonesia. Salah satu prioritas nasional itu adalah mengakomodasi standar-standar keberlanjutan (sustainability).
“Standar-standar keberlanjutan itu perlu menjadi perhatian penting dalam implementasi program prioritas Making Indonesia 4.0, karena sektor industri ternyata tidak hanya memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional, juga menimbulkan konsekuensi terhadap lingkungan seperti semakin berkurangnya ketersediaan sumber daya alam dan daya dukung serta daya tampung lingkungan,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi di Jakarta, Kamis (27/8).
Melalui webinar bertema ‘Revolusi Industri 4.0 untuk Pencegahan Pencemaran Industri’, tambah Doddy, terkait isu lingkungan, teknologi pemantauan kualitas limbah dan emisi terus berkembang semakin canggih. Yakni di era revolusi industri 4.0 ini penekannya pada pola digital, artificial intelligence, big data, robotic dan lain sebagainya. Sehingga data dapat langsung dikirim secara real time melalui internet menuju suatu pusat data.
Menurutnya, untuk mengendalikan dampak tersebut, perlu upaya menjaga agar kualitas limbah dan emisi yang dihasilkan industri tetap ada di bawah baku mutu limbah dan emisi berdasarkan peraturan yang berlaku. Sehingga dapat mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan sekitar. Karenanya perlu pemantauan secara berkala kualitas limbah dan emisinya. Terutama menjawab tantangan di masa pandemi Covid-19 ini.
“Untuk itu, kami mendorong industri menggunakan teknologi revolusi industri 4.0, terutama yang dikembangkan di dalam negeri dalam pemantauan kualitas limbah dan emisi,” ujarnya.
Saat ini, perkembangan teknologi pemantauan kualitas limbah dan emisi terus maju, sejalan dengan makin tingginya permasalahan lingkungan. Baik teknologi berbasis sensor elektrokimia, optical spectroscopy maupun biosensor. Tantangan ke depan adalah penyediaan teknologi itu perlu murah dan standarisasi metode untuk analisa serta interpretasi data yang dihasilkan.
Direktur Pengendalian Pencemaran Air Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Luckmi Purwandari, menilai pemerintah kini sedang mencoba menerapkan Sistem Ppemantauan Kualitas Air Limbah Secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan (SPARING).
Misalnya, air limbah industri, harus dipantau kualitasnya dan terintegrasi dengan SPARING. Begitu pula emisi, sebagian industri harus dipasang Sistem Pemantauan Emisi Berkelanjutan (Continous Emission Monitoring System/CEMS), yang diletakkan di dalam cerobong dan diintegrasikan dalam Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Secara Kontinyu (SISPEK).
“Kemenperin dan KLHK saat ini telah bersinergi mengembangkan teknologi pemantauan air limbah dan emisi secara real time,” ungkap Luckmi.
Teknologi AiMS
Sementara Kepala Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Kemenperin Semarang, Ali Murtopo Simbolon, menyatakan kesiapannya mendukung industri nasional dalam implementasi SPARING dan SISPEK yang dibesut KLHK.
Dijelaskan, BBTPPI kini telah mengembangkan Adaptive Monitoring System (AiMS), yaitu sebuah konsep multiplatform yang digunakan sebagai sistem monitoring lingkungan. Di mana AiMS ini mampu terkoneksi pada berbagai macam sensor yang dikembangkan bagi monitoring lingkungan dan sekaligus sebagai unit control cemaran.
Selain multiplatform, AiMS memakai konsep low cost, sehingga kedepan industri mampu mengaplikasikan teknologi ini dalam rangka monitoring air limbah maupun emisi dengan biaya instrumentasi yang terjangkau,” urai Ali.
Tahun lalu, sambungnya, sistem monitoring udara secara real time dan online yang dilakukan BBTPPI berhasil diaplikasikan di perusahaan industri. Seperti aplikasi sistem monitoring udara di PT Ungaran Sari Garments dan CV Jadi Jaya Makmur.
PT Ungaran Sari Garments dipakai sistem monitoring emisi dengan parameter SO2, NOx, O2, CO, CO2, laju alir buangan dan analisis beban CO2. Kemudian di CV Jadi Jaya Makmur untuk parameter NH3 dan analisis efisiensi eliminasi NH3 serta kontrol kinerja wetscrubber.
“Selain diaplikasikan di perusahaan industri, sistem monitoring udara ini juga telah diuji coba untuk memonitor kualitas udara di Kota Semarang dan Kota Bandung, dengan parameter Particulate Matter (PM) 1.0, PM 2.5, PM 10, suhu, kelembaban, heat index dan Air Quality Index.” Demikian Ali. (Muhammad Raya)