JAKARTA-MARITIM : Industri batik hendaknya selalu menerapkan produk yang ramah lingkungan. Karena saat ini permintaan suatu produk di pasar global sedang mengarah pada green industry.
“Pelaku usaha manufaktur di Indonesia, bukan hanya industri batik, dituntut untuk selalu menghasilkan produk ramah lingkungan dalam proses produksinya. Karena dunia sedang mengarahkan pada produk green industry,” kata Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita, saat ditanya wartawan usai membuka rangkaian kegiatan Hari Batik Nasional (HBN) 2020 secara virtual, di Jakarta, Jumat (2/10).
Menurutnya, industri mau tidak mau harus menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Karena saat ini banyak produk yang masuk ke negara ekspor, terutama Eropa dan AS, mewajibkan produk ramah lingkungan dari negara asal.
“Kita harus siap menghadapi itu. Mau atau tidak mau. Kalau mereka menganggap prosesnya tidak bersahabat dengan lingkungan maka mereka tidak bisa menerima produk itu masuk ke negaranya,” ujar Agus.
Tidak ada pilihan lain, sambungnya, bagi industri manufaktur besar, menengah dan kecil termasuk industri batik untuk bisa menyesuaikan diri ke depannya.
“Kami mendorong produk batik ramah lingkungan. Apalagi telah memiliki Standar Industri Hijau (SIH). Sehingga diharapkan SIH ini dapat jadi pedoman dalam menjalankan proses produksi yang ramah lingkungan,” kata Menperin.
Dengan semakin gencarnya isu lingkungan, pemerintah saat ini juga meminta para pengrajin batik dapat mulai memakai bahan batik yang lebih ramah lingkungan, misalnya menggunakan malam batik daur ulang dan terbarukan, zat warna alami dan sebagainya.
Nilai ekspor US$21,54 juta
Dijelaskan, produk batik cukup berperan dalam perolehan devisa negara, walau kebanyakan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Dengan nilai ekspor hingga semester I/2019 mencapai US$17,99 juta, pada periode Januari-Juli 2020 terjadi kenaikan mencapai US$21,54 juta, dengan pasar utama ekspor ke Jepang, AS dan Eropa.
“Yang cukup unik, pasar ekspor naik di saat pandemi Covid-19. Membuka pasar baru di tingkat global, diharapkan bisa membantu kembali menggairahkan kinerja industri batik kita, sekaligus semakin memperkenalkan batik Indonesia,” katanya.
Kemenperin yakin, IKM dapat jadi garda terdepan dalam pencapaian pilar ekonomi pembangunan berkelanjutan, dengan penciptaan lapangan kerja. Penciptaan kondisi kerja yang layak, inovasi bisnis dan mitigasi dampak negatif sosial-ekonomi.
“Saya ingin pembinaan ke pelaku IKM terus dilakukan secara konsisten. Sebab, dengan jumlah yang besar, IKM bisa jadi ujung tombak industri manufaktur. Apalagi, sektor IKM tidak terpisahkan dari proses produksi atau rantai pasok industri skala besar di Indonesia,” urai Menperin.
Sementara Kepala BPPI Kemenperin, Doddy Rahadi, menambahkan tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap batik. Penyebarluasan upaya agar batik dapat tetap lestari di bumi Indonesia juga untuk menyediakan sarana promosi bagi industri batik.
Rangkaian HBN 2020 terdiri 8 kegiatan mulai 2-27 Oktober 2020 meliputi Talk Show, Seminar Nasional, Bedah Buku, Knowledge Sharing dan Pasar Batik. Seluruh acara melalui zoom meeting diikuti 2.500 peserta.
Kemenperin menyebutkan, saat ini industri batik tersebar di 101 sentra dan hampir semuanya berskala industri kecil. (Muhammad Raya)