JAKARTA – MARITIM : Industri 4.0 menjadi harapan dan tantangan bagi Indonesia, khususnya sektor kelestarian lingkungan hidup serta industri ramah lingkungan, agar sesuai tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs). Hal itu sejalan arahan Menperin, Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam World Economic Forum (WEF) 2020 di Davos, Swiss. Di mana mengajak para stakeholder industri berkolaborasi membangun daya saing sektor industri manufaktur berkelanjutan serta membangun keunggulan kompetitif yang berwawasan lingkungan. Dengan mengakomodasi standar sustainability untuk industri yang dapat dicapai dengan penerapan industri hijau.
Terkait itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin melalui satkernya Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang melaksankaan Seminar Nasional Teknologi Industri Hijau 3 (SNTIH3) bertema Making Indonesia 4.0:Green Technology Innovation Toward Sustainable Industry. Kegiatan secara online tersebut menghadirkan narasumber Kepala BPPI, Gubernur Provinsi Jateng, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marinves dan Dekan Malaysia Japan International Institute of Technology (MJIIT), UTM Kuala Lumpur, Malaysia.
Dalam sambutannya, Kepala BPPI, Doddy Rahadi, menyampaikan pentingnya penerapan sustainable development pada industri diimplementasikan. Di mana industri hijau harus jadi role model di masa depan. “Kemenperin komitmen dengan industri hijau jadi bagian dari tujuan pembangunan industri nasional sesuai UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian. Karena industri Hijau marupakan icon di mana industri dalam proses produksinya menerapkan upaya efisiensi dan efektivitas pemakaian sumber daya secara berkelanjutan,” katanya, kemarin.
Salah satu strategis yang akan dijalankan pemerintah, menurutnya, melalui circular economy pada industri. Yaitu menerapkan 5R (Reduce, Reuse, Recycle, Recovery dan Repair). Dengan begitu material mentah dapat digunakan berkali-kali dalam berbagai daur hidup produk. Sehingga ekstraksi bahan mentah dari alam bisa lebih efektif dan efisien.
“Selain itu, circular economy juga akan mengurangi limbah yang dihasilkan, karena akan diolah lagi jadi produk yang punya nilai tambah secara ekonomi,” urai Doddy. Belum teratasi Sementara Gubernur Provinsi Jateng, Ganjar Pranowo, menambahkan saat ini Sungai Bengawan Solo masih ada pencemaran oleh puluhan industri. Di mana sebelum Desember 2020 pihak industri harus segera menyelesaikannya.
“Kami telah minta industri itu memperbaiki sistem IPAL. Khusus IKM & UKM membuat IPAL Komunal agar limbahnya tak mencemari sungai Bengawan Solo, terutama IKM Ciu alkohol, batik, tahu/tempe dan ternak babi. Namun sampai Oktober 2020 ini permasalahan industri itu belum teratasi,” ujar Ganjar, yang pembinaan telah diberikan waktu 1 tahun sejak Desember 2019 lalu.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marinves, Safri Burhanuddin, mengutarakan pencemaran dan kerusakan lingkungan di Sungai Citarum sebagai sungai terkotor di dunia dua tahun lalu mengakibatkan kerugian besar terhadap kesehatan, ekonomi, sosial, ekosistem, sumber daya lingkungan dan generasi mendatang.
Soal teknologi industri 4.0, sambungnya, sangat berkontribusi dalam program pengendalian DAS Citarum. Khususnya dalam peningkatan efisiensi dan kebutuhan akurasi data.
“Kami memanfaatkan teknologi 4.0 dalam pengendalian DAS Citarum, seperti: IoT Video Analytic dan CCTV, IoT Water Quality Monitoring System guna menganalisa data kualitas air sungai serta pengembangan website Citarumharum dan membentuk Command Center PPK. Dengan dukungan itu terjadi efisiensi biaya,” ucapnya.
Sedangkan Kepala BBTPPI, Ali Murtopo Simbolon, menyatakan siap mendukung pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran pada sungai Bengawan Solo. Hal lain, pihaknya juga sudah merevitalisasi IPAL IKM Batik Laweyan Solo; membuat pilot project pengolahan limbah IKM Ciu di Polokarto dan kerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah guna mengatasi limbah dari IKM batik, alkohol dan usaha ternak babi.
Di samping itu, mengumpulkan data terkait kinerja IPAL untuk 15 industri yang bergerak di bidang tekstil, garmen, kecap dan saos, cat serta alkohol yang berada di sekitar wilayah Sungai Bengawan Solo. Kemudian memberikan bimtek permasalahan pengolahan limbah kepada 40 industri menengah besar ditambah 50 UKM-IKM di Solo Raya dan 110 industri lainnya di Jateng. (M.Raya Tuah)