JAKARTA-MARITIM : Untuk jadi top 10 ekonomi dunia pada 2030, Indonesia perlu maksimalkan industri 4.0 sebagai peluang mengejar pertumbuhan ekonomi. Sehingga lewat revitalisasi sektor manufaktur tercapai kontribusi tinggi terhadap PDB.
“Sebab, konsep sirkular ekonomi dapat menjawab berbagai permasalahan umum yang dihadapi industri dalam negeri,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi, saat webinar temu usaha industri, yang diadakan Balai Besar Keramik (BBK), di Jakarta, Rabu (21/10/2020).
Kegiatan bertema ‘Implementasi Sirkular Ekonomi pada Industri Keramik dan Kaca untuk Mewujudkan Making Indonesia 4.0’ ini dimoderatori Kepala BBK Bandung, Gunawan.
Dengan pembicara Plt Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Kemenperin Yan Sibarang, Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin Junadi Marki serta Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengamanan Yustinus H Gunawan. Selanjutnya Ketua Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia Henry T Susanto, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia Gunarso dan Sinta Rismayani dari BBK.
Industri manufaktur pada 2018, menurutnya, menyumbang 20,2% PDB dan membuka 14 juta lapangan kerja. Bahkan di masa pandemi ini berkontribusi 19,98% dengan capaian nilai tambah Rp700,51 triliun serta menyerap 18,5 juta pekerja.
Dengan target jadi 10 ekonomi terbesar di dunia, lanjut Doddy, kita perlu sungguh-sungguh merealisasikan berbagai prioritas nasional dalam Making Indonesia 4.0. Dengan menerapkan prinsip ekonomi berkelanjutan baik oleh industri maupun kerja sama lembaga riset. Sehingga akan dihasilkan bahan baku bernilai tambah tinggi, efisiensi dalam proses produksi dan limbah industrinya dapat dipakai oleh industri lain.
Ditambahkan, sektor manufaktur Indonesia umumnya punya masalah sama, mulai dari ketersediaan bahan baku lokal hingga kebijakan lintas sektor. Making Indonesia 4.0 mampu menjawab tantangan dan kendala itu serta mempercepat perkembangan industri manufaktur nasional.
Konsep sirkular ekonomi dan standar industri hijau bagian dari ekonomi keberlanjutan ke depan akan diimplementasikan pada industri manufaktur. Prinsip buat-pakai-buang pada ekonomi linear diubah ke prinsip regenerasi 5R (Reduce, Reuse, Recycle, Recovery and Repair).
Sementara Kepala BBK, Gunawan, menyampaikan untuk mengatasi permasalahan industri Kemenperin telah membuat Industri 4.0 dengan salah satu program prioritas membuat standar-standar keberlanjutan (sustainability).
Hal lain, BBK telah mengimplementasikan kerja sama dengan beberapa Unit Jasa Pembangkit PT Indonesia Power berupa pemanfaatan limbah fly ash dan bottom ash menjadi produk seperti tetrapod, tiang panel, paving block dan bahan bangunan lainnya.
“Riset dan rekayasa yang dilakukan tersebut merupakan salah satu upaya Balai Besar Keramik dalam implementasi prinsip ekonomi sirkular sebagai bagian dari Making Indonesia 4.0,” ucap Gunawan.
Komitmen industri hijau
Pada kesempatan sama, Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin, Junadi Marki, mengatakan Kemenperin terus berkomitmen mewujudkan pembangunan berkelanjutan melalui penguatan konsep sirkular ekonomi sebagai sumber efisiensi dan nilai tambah sektor industri. Hal itu sebagai upaya penerapan Perpres No 18 tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024 yang mengarahkan kebijakan peningkatan nilai tambah ekonomi.
“Kemenperin mengembangkan konsep sirkular ekonomi dalam bentuk kebijakan Industri Hijau untuk mempertahankan nilai produk agar dapat digunakan berulang tanpa menghasilkan sampah melalui kegiatan reuse, recycle dan recovery,” ujar Marki.
Sedangkan Ketua Bidang Roof Tiles ASAKI, Gunarso, menilai sumber daya alam seperti tanah liat dan hard materials adalah bahan baku utama pembuatan keramik. Kebutuhan keramik di Indonesia seluruhnya bisa disediakan oleh produsen lokal dengan mengoptimalkan tenaga kerja lokal.
“Sebagian besar produk keramik dapat digunakan dan didaur ulang untuk dipakai kembali sebagai bahan baku,” ungkapnya. (Muhammad Raya)