JAKARTA – MARITIM : Salah satu esensi dari Revolusi Industri 4.0 adalah industri ramah lingkungan dan sesuai Sustainable Development Goals (SDGs). Di mana Kemenperin terus mendorong peningkatan nilai tambah terhadap pengolahan limbah melalui peran industri daur ulang atau recycle industry, khususnya pada industri kendaraan listrik berbasis baterai.
Langkah strategis ini dilakukan dengan mendorong pengembangan teknologi baterai dalam negeri dalam mendukung pembangunan industri kendaraan listrik nasional. Namun ada kendala pada penyediaan bahan baku mineral lithium.
Untuk mengatasi hal itu, Kemenperin mendorong proses recovery lithium dari recycle baterai bekas sebagai substitusi impor komponen baterai, yang ditunjang oleh hilirisasi industri baterai lithium.
Hal itu sejalan arahan Menperin, Agus Gumiwang Kartasasmita, di mana industri menghasilkan substitusi impor akan didorong tumbuh. Untuk itu, Kemenperin telah memetakan sektor-sektor yang perlu dipacu dalam target substitusi impor tersebut, di antaranya industri mesin, kimia, logam, elektronik dan kendaraan bermotor.
Terkait itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) melalui satker Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang melakukaan Webinar ‘Peluang dan Tantangan Industri Recycling Limbah B3 (Baterai Kendaraan Listrik)’, kemarin.
Dalam sambutannya, Kepala BPPI Kemenperin, Doddy Rahadi, menyampaikan pentingnya penerapan kebijakan subtitusi impor pada industri. Yang mana dampak positifnya antara lain menyerap tenaga kerja, meningkatkan belanja dalam negeri dengan tambahnya tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dari produk yang dihasilkan sektor industri serta meningkatkan pasar ekspor bagi produk industri dalam negeri dengan pendalaman struktur industri. Sehingga tidak lagi bergantung pada negara lain.
“Strategi pemerintah mendorong pengembangan baterai kendaraan listrik dalam negeri untuk mewujudkan Indonesia sebagai salah satu pemain utama dalam memproduksi kendaraan listrik. Termasuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada sekaligus untuk substitusi impor komponen baterai yang ditunjang hilirisasi industri baterai lithium. Ini merupakan tantangan bagi akademisi, pelaku industri, pemerintah, peneliti, perekayasa dan asosiasi dalam negeri untuk mewujudkan hal tersebut,” tambahnya.
Sementara Dirjen IKMA Kemenperin, Gati Wibawaningsih, mengatakan dukungan pemerintah dalam pengembangan industri recycle di Indonesia. Dengan teknokogi yang tepat, industri recycle ini efisien dan menjadi jawaban untuk memperkuat ekosistem industri dan ekonomi sirkular, termasuk untuk baterai bekas kendaraan bermotor listrik yang saat ini kita bahas.
“Pemerintah serius dalam mengembangkan industri kendaraan listrik. Hal ini ditandatangani Peraturan Presiden No 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle). Regulasi tersebut mengatur percepatan pengembangan industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBL-BB) dalam negeri melalui pemberian insentif, penyediaaan infrastruktur pengisian listrik dan pengaturan tarif tenaga listrik, pemenuhan terhadap ketentuan teknis KBL-BB serta perlindungan terhadap lingkungan hidup,” paparnya.
Indonesia sangat berpotensi dalam penumbuhan market kendaraan bermotor listrik, namun dalam hal produksi baterai kendaraan listrik terkendala dengan penyediaan sumber lithium. Sebagai salah satu produsen kendaraan listrik di dunia, PT. Hyundai Motor Manufacturing Indonesia melalui Director/External Affairs, Tri Wahono Brotosanjoyo, mengungkapkan solusi dalam penyediaan sumber lithium.
Indonesia tidak memiliki sumber alam mineral lithium, untuk mengatasi hal tersebut, perlu ada proses recovery lithium dari recycle baterai bekas. Dengan inovasi tersebut nantinya Indonesia dapat memiliki cadangan lithium meski tidak terdapat tambang lithium dari alam. Upaya ini juga merupakan salah bentuk circular economy di bidang energi, khususnya pada kendaraan bermotor listrik, ungkapnya.
Saat ini sudah terdapat perusahaan recycle baterai yaitu PT. Indonesia Puqing Recycling Technology. Melalui General Manager, Li Liang, menyampaikan PT. Indonesia Puqing Recycling Technology telah memiliki teknologi recycle baterai kendaraan listrik. Perusahaan ini telah mendirikan pabrik di Morowali, Sulawesi Tengah, dan siap menerapkan teknologi yang dimiliki untuk memproduksi baterai melalui proses recycle dari baterai bekas. Meskipun saat ini untuk menjalankan produksi masih terkendala dengan perijinan, mengingat baterai bekas tergolong ke dalam limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
“Recycling limbah baterai kendaraan motor listrik memberikan kontribusi terhadap suatu Negara, khususnya dalam meningkatkan pendapatan ekonomi, penerapan stardar pengolahan, pengembangan teknologi dalam bidang recycle, serta meningkatkan ketersediaan bahan baku bagi industri baterai kendaraan motor listrik. Industri recycle baterai saat ini harus mengimpor bahan bakunya, karena baterai lithium bekas di dalam negeri tidak mencukupi. Untuk itu kami memerlukan izin impor karena baterai bekas tergolong jenis limbah B3. jelas Li Liang.
Terkait dengan permasalahan limbah B3 pada industri, Kepala BBTPPI, Ali Murtopo Simbolon, menyatakan kesiapannya untuk mendukung pengelolaan limbah baterai dalam rangka menyongsong era kendaraan listrik.
BBTPPI memiliki kompetensi dalam teknologi pencegahan pencemaran industri. Melalui webinar ini kita dapat memetakan tata kelola baterai bekas di Indonesia dalam menciptakan ekosistem industri kendaraan bermotor listrik dengan memperhitungkan nilai keekonomian.
Disamping itu, Kita bisa melihat best practise internasional dalam pengelolaan baterai bekas ini untuk selanjutnya kita bisa pertimbangkan diterapkan di Indonesia. Selanjutnya kita bisa menyusun kajian akademik sebagai masukan untuk regulasi yang dibutuhkan dalam pengelolaan baterai bekas tersebut. Untuk itu diperlukan kolaborasi dengan para stakeholder industri. pungkasnya. Apabila permasalahan daur ulang litium ini terselesaikan, maka daur ulang baterai bekas dari penggunaan kendaraan bermotor listrik secara massal di tahun- tahun mendatang dapat teratasi. (Muhammad Raya)