JAKARTA-MARITIM : Tahun 2020 tidak terlalu menggembirakan bagi Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI). Pasalnya, akibat krisis kesehatan pandemi Covid-19, target ekspor sebesar 12-16% porak-poranda dan tidak tercapai.
“Namun begitu, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) tetap optimis, mengingat Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Bahkan punya peluang jadi produsen mebel dan kerajinan terbesar di kawasan regional dan terbesar di dunia. Terutama untuk produk-produk berbasis rotan dan kayu solid,” kata Ketua Presidium HIMKI, Abdul Sobur, didampingi Maskur Zaenuri dan Satori serta Sekjen HIMKI, Heru Prasetyo, tatkala menyampaikan pernyataan akhir tahun HIMKI 2020, di Jakarta, Rabu (30/12).
Industri ini merupakan industri yang hampir sempurna karena didukung ketersediaan bahan baku yang berlimpah dan SDM trampil dalam jumlah besar. Ditambah lagi sentra-sentra produksi mebel dan kerajinan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Akibat perang dagang AS dan China, menurutnya, produk mebel asal Tiongkok sulit masuk ke AS. Sehingga kekosongan itu dapat diisi oleh Indonesia.
“Kita bersyukur, pertumbuhan itu masih ada, meskipun masa pandemi. Misalnya, kinerja permintaan produk mebel dan kerajinan ekspor semakin membaik pada kuartal IV/2020. Karena perang dagang AS-China. Peningkatan order terjadi sejak September 2020,” ungkap Sobur.
Kinerja penjualan tahun ini tidak akan lebih tinggi dari tahun lalu atau kondisi normal sebelum Covid-19. HIMKI menargetkan nilai ekspor furnitur ke AS bisa naik 71,4-114,28% jadi US$1,2 miliar atau US$1,5 miliar pada 2025. Tahun lalu, ekspor furnitur ke AS tercatat US$700 juta atau berkontribusi 38,8% dari total nilai ekspor furnitur nasional.
Terkait UU Cipta Kerja, diharapkan pemerintah dapat memberikan kesempatan lebih besar lagi pada produk lokal, untuk bersaing dengan produk impor. Dimana nilainya mendekati Rp10 triliun. Apabila nilai ini bisa dinikmati produsen lokal tentu akan lebih baik. Untuk meningkatkan penjualan produk lokal di pasar dalam negeri, jalannya menerapkan SNI dan TKDN secara ketat dan konsisten.
Dengan begitu tidak perlu lagi menerapkan larangan impor.
“Dari sisi bahan baku, TKDN industri mebel dan kerajinan saat ini sudah mencapai 85%, mengingat sebagian besar bahan baku sudah tersedia di dalam negeri seperti kayu, rotan dan sejenisnya. Ini cukup menguntungkan bagi industri mebel dan kerajinan,” ucap Sobur.
HIMKI bertekad memajukan industri mebel dan kerajinan nasional agar jadi yang terdepan dan terbesar di kawasan regional dan jadi negara pengekspor 5 besar dunia. Untuk itu, perlu dukungan nyata dari Presiden Joko Widodo menghapus berbagai kebijakan kontraproduktif yang menghambat pertumbuhan industri mebel dan kerajinan nasional, sehingga industri ini dapat terus berkembang dan memiliki daya saing tinggi di era pasar bebas.
Seperti kewajiban SVLK untuk industri hilir, yang semestinya bersifat sukarela.
HIMKI telah menargetkan ekspor mebel dan kerajinan sebesar US$5 miliar pada 2024, artinya dalam rentang waktu selama 4 tahun ke depan pertumbuhan ekspor rata-rata harus diatas 17% per tahun. HIMKI menyadiri bahwa dalam merealisasikan target tersebut di atas diperlukan dukungan dari berbagai pihak, yaitu Pemerintah; pelaku usaha industri mebel dan kerajinan baik skala kecil, skala menangah, maupun skala besar; para desainer; dan stakeholder lainnya termasuk media dan organisasi swasta lainnya yang peduli terhadap perkembangan industri mebel dan kerajinan nasional.
Komoditas strategis
Sampai saat ini masih ada pihak-pihak tertentu yang menghembuskan isu dibukanya kembali ekspor bahan baku rotan dan log. Mereka menginginkan ekspor bahan baku rotan dan log karena mereka menganggapnya lebih praktis dan lebih menguntungkan ketimbang ekspor barang jadi berupa mebel dan kerajinan.
Masih munculnya isu tersebut menimbulkan keresahaan dikalangan pelaku usaha industri barang jadi, mengingat bahan baku rotan dan kayu yang ada di Indonesia adalah komoditas strategis yang sangat dibutuhkan oleh para pelaku industri di dalam negeri yang saat ini semakin sulit mendapatkan bahan baku yang berkualitas, baik bahan baku kayu maupun rotan. Dengan demikian, apabila kran ekspor bahan baku dibuka kembali maka sudah dipastikan akan terjadi penurunan daya saing pada industri mebel dan kerajinan dalam negeri.
HIMKI meminta kepada pemerintah untuk tidak menindak lanjuti wacana dibukanya ekspor bahan baku rotan dan kayu gelondongan (log) karena berpotensi menggerus permintaan ekspor mebel dan kerajinan dan merusak iklim industri dalam negeri. Dengan munculnya wacana saja sudah banyak potensi pindahnya permintaan produk mebel dan kerajinan ke negara lain.
Solusi pengembangan industri
Dalam rangka pengembangan industri mebel dan kerajinan nasional, HIMKI menyiapkan beberapa langkah. Pertama, untuk kecukupan suplai bahan baku utama (kayu dan rotan) perlu adanya regulasi pengamanan suplai bahan baku sebagai jaminan ketersediaan pasokan ke industri barang jadi. Untuk itu, HIMKI mendorong pemerintah untuk segera membuat Keppres atau regulasi yang mewajibkan penanaman kayu perkakas bagi HPH.
HIMKI tetap mendukung pemerintah terhadap kebijakan larangan ekspor log dan bahan baku rotan mentah/asalan, rotan poles, hati rotan serta kulit rotan dalam rangka menjamin pasokan bahan baku bagi industri barang jadi didalam negeri. Di samping itu, HIMKI mendukung kebijakan pemerintah dalam peningkatan nilai tambah produk didalam negeri, yaitu dengan mengolah bahan baku menjadi barang jadi sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014.
HIMKI meminta agar Pemerintah tetap konsisten untuk mendorong ekspor produk barang jadi kayu dan rotan serta melarang ekspor rotan dalam bentuk bahan baku untuk meredam keresahan para pelaku usaha yang bergerak di bidang barang jadi.
Kedua, menginisiasi terbentuknya semacam Bulog Rotan, yaitu bumper rotan sebagai solusi untuk daerah hulu dan hilir. Untuk itu perlu ada BUMN yang bertindak sebagai penyelenggara Bulog Rotan. Hal ini diperlukan mengingat bahan baku rotan adalah komoditas strategis untuk industri dalam negeri, dimana 85% bahan baku rotan berasal dari Indonesia.
Ketiga, untuk meminimalisir terjadinya praktek penyelundupan, khususnya bahan baku kayu dan rotan di berbagai wilayah NKRI yang mengganggu stabilitas pasokan bahan baku ke industri, HIMKI akan bekerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia dan pihak-pihak terkait dengan pengamanan bahan baku ini.
Keempat, HIMKI selalu berupaya untuk menghilangkan mandatory SVLK di hilir karena tidak sesuai dengan semangat membangun peningkatan daya saing industri berbasis kayu di hilir.
Kelima, untuk promosi dan pemasaran, bersama Kementerian Perindustrian yang di support PT. Silver Sea membuat pameran virtual. Hal yang sama akan dilakukan bersama PT. Dyandra Promosindo.
Selanjutnya, keenam, untuk meningkatkan kualitas produk mebel dan kerajinan rotan, HIMKI bersama pemerintah pusat dan pemerintah daerah segera melakukan pelatihan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Teknik Produksi dan Teknik Desain Furniture Rotan secara rutin setiap tahunnya. Di samping itu, HIMKI juga secara rutin akan menyelenggarakan lomba desain furniture tingkat nasional maupun daerah, sehingga para desainer terpacu untuk meningkatkan kualitas desain furniture dan kerajinan.
Kemudian, yang ketujuh, dalam rangka menyerap seluruh hasil produksi para pemungut rotan di daerah penghasil bahan baku, HIMKI mendukung kebijakan Pemerintah untuk mengundang dan mendatangkan para investor PMA/PMDN yang bergerak di bidang industri barang jadi rotan di daerah-daerah sumber bahan baku, sehingga perekonomian di daerah sumber bahan baku meningkat dan masyarakatnya sejahtera.
Kedelapan, untuk membantu permodalan anggota, terutama untuk pembiayaan ekspor, HIMKI bekerja sama dengan berbagai pihak, di antaranya dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau Indonesia Eximbank. HIMKI akan melakukan upaya atau pendekatan kepada pemerintah agar masa kerja berupa penugasan khusus ke LPEI untuk selamanya.
Kesembilan, mendorong pemerintah meningkatkan nilai bantuan pada program revitalisasi dan modernisasi teknologi produksi tercanggih, untuk memastikan terjadinya peningkatkan kinerja produksi. Dengan demikian kapasitas produksi meningkat, mutu hasil produksi lebih standar, dan terjadi efisiensi sehingga bisa menyamai akselerasi pertumbuhan negara produsen yang sudah lebih maju seperti China, Vietnam, dan negara-negara produsen dari negara-negara maju yang sudah menerapkan teknologi 4.0.
Terakhir, untuk meningkatkan penggunaan furniture dan kerajinan rotan di dalam negeri, Pemerintah Pusat agar mewajibkan kepada para Kepala Daerah (Bupati/Walikota) untuk menggunakan meja-kursi rotan bagi sekolah-sekolah (SD s/d SLTA) yang ada di wilayahnya. (Muhammad Raya)