JAKARTA-MARITIM : Pandemi covid-19 sepanjang 2020, mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional maupun global. Namun tantangan yang berat tersebut, tidak menghalangi bisnis
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BBNI mempertahankan kinerja keuangannya, dengan terus beradaptasi, ditengah pemulihan dari pandemi covid-19. BNI terus berupaya menumbuhkan bisnis, terutama pada triwulan terakhir tahun 2020, dengan fokus pada penguatan fundamental perseroan.
Hasilnya, dari berbagai progam transformasi yang dilakukan, pihak manajemen yakin, kinerja BNI tahun 2021 jauh akan lebih baik dibanding tahun 2020. Terlihat BNI dapat mengelola imbal hasil dari aset – aset pencetak pendapatan perseroan dengan sangat baik, ditopang oleh kredit yang disalurkan pada 2020 sebesar Rp 586,2 triliun atau tumbuh 5,3 persen YoY. Di samping itu, pada Kuartal IV 2020 perseroan juga melakukan upaya-upaya, untuk mengoptimalkan komposisi aset dan liabilities, sehingga pengelolaan dana perseroan dapat lebih efektif. dengan mencatatkan laba bersih sebesar Rp 3,3 triliun.
Dalam siaran pers yang diterima tabloidmaritim. com, Jumat (29/1) , Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengungkapkan, pada 2020, perserian mampu menjaga NIM dilevel 4,5 persen melalui strategi manajemen biaya dana yang efektif. Seperti biaya dana (cost of fund) yang terus mengalami perbaikan disetiap kuartalnya, terlihat pada kuarral IV-2020 berada pada level 2,0 persrn atau membaij 60 basis poin dari kuartal sebelumnya. Sehingga cost of fund pada akhir 2020, turun menjadi 2,6 persen dari 3,2 persen di 2019.
Royke juga menjelaskan, perseroan dapat merealisasikan pendapatan fee based income (non bunga) sebesar Rp11, 9 triliun atau tumbuh 4,5 persen dibanding peeiide tang sama pada 2019 (YoY). Juga perusahaan dapat melakukan efisiensi biaya operssional yang hanya tumbuh 2,2 persen YoY.
“Ini menjadi hal utama yang disasar perusahaan selana masa pandemi, untuk meredam tekanan pendapatan bubga yang turun 4,0 persen dibanding peeiode yang sama tahun 2019,” kata Royke seraya menambahkan ini dalam rangka pemberuan stimulus restrukturisasi kredit kepada para debitur yang terdampak pandemi covid-19, serta berkontribusi pada pencapaian pertumbuhan laba sebelum provisi dan pajak (PPOP) sebesar Rp27, 8 triliun pada 2020.
Dikatakan, bekal PPOP tersebut menambah ruang bagi BNI untuk memupuk pencadangan yang memadai dalam menghadapi tantangan perekonomian di masa mendatang. Juga memberikan kekuatan untuk meminimalisir volatilitas keuntungan perseroan. Dimana pada tahun 2020, BNI mencatatkan laba bersih sebesar Rp 3,3 triliun disertai dengan rasio kecukupan pencadangan atau coverage ratio berada pada level 182,4 persen lebih besar dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 133,5 persen.
Lebih jauh ia menjelaskan, dari hasil kinerja yang telah dicapai, perseroan optimis, pendapatan bunga bersih (Net Interest Income) masih dapat tumbuh berkat penyaluran kredit di tengah pandemi, sekaligus memastikan fungsi intermediasi perseroan tetap berjalan. Kredit BNI tersalurkan pada segmen korporasi, segmen bisnis kecil, dan payroll loan dari segmen bisnis konsumer yang memiliki risiko rendah.
Pada Desember 2020, penyaluran kredit di segmen korporasi meningkat 7,4 persen YoY menjadi Rp 309,7 triliun. Sementara itu, pertumbuhan kredit kepada segmen bisnis kecil masih sustain sebesar 12,3 persen YoY menjadi Rp 84,8 triliun. Demikian juga kredit konsumer yang masih tumbuh 4,7 persen YoY menjadi Rp 89,9 triliun pada akhir tahun lalu. Pertumbuhan kredit segmen kecil terutama disalurkan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), adapun kredit konsumer sebagian besar tersalurkan dalam bentuk kredit pemilikan rumah dan payroll loan.
Penyaluran kredit tersebut ditopang oleh akumulasi Dana Pihak Ketiga (DPK). Pada akhir tahun 2020, DPK tumbuh 10,6 persen YoY menjadi sebesar Rp 679,5 triliun. Strategi perseroan untuk terus fokus pada peningkatan dana murah tercermin dari rasio CASA pada akhir Desember 2020 yang berada di level 68,4 persen atau meningkat 160 bps secara YoY. Upaya perseroan dalam peningkatan CASA berhasil menekan biaya dana pihak ketiga. Dampak positif dari penurunan biaya dana pihak ketiga ini diteruskan oleh bank kepada nasabah dalam bentuk penurunan suku bunga kredit.
Bicara tentang program restrukturisasi kredit, Royke mengatakan, BNI menjadi salah satu bank yang aktif mendukung upaya pemerintah menekan dampak pandemi covid-19, mulai dari restrukturisasi kredit hingga program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). BNI telah membukukan pinjaman yang direstrukturisasi dengan stimulus Covid-19 sebesar Rp 102,4 triliun atau 18,6 persen dari total pinjaman. Dimana berdasarkan segmen bisnis, restrukturisasi kredit diberikan kepada segmen Korporasi sebesar Rp 44,2 triliun, segmen Menengah Rp 21 triliun, segmen Kecil Rp 28 triliun, dan Rp 9,2 triliun untuk segmen Konsumer.
Sebagian besar debitur yang mendapatkan fasilitas restrukturisasi pinjaman berasal dari sektor manufaktur 27,0 persen atau sekitar Rp 27,6 triliun; sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 15,4 persen atau sekitar Rp 15,8 triliun; dan sektor pertanian sebesar 12,6 persen atau sekitar Rp 12,9 triliun. Ketiga sektor ini terdampak paling parah oleh pandemi dan merupakan 55 persen dari total pinjaman yang direstrukturisasi karena Covid-19.
Untuk skema restrukturisasi, perseroan menggunakan beberapa skenario yang meliputi penjadwalan ulang pokok, penundaan pembayaran bunga, serta penurunan suku bunga. Pelaku usaha membutuhkan waktu untuk pulih dari dampak pandemi Covid-19. Tanpa restrukturisasi kredit, pengusaha tentunya akan berat menyangga permodalannya. BNI berharap debitur yang telah memanfaatkan restrukturisasi ini untuk tetap survive.(Rabiatun)