JAKARTA MARITIM: Kebijakan pemerintah yang telah membuka kran usaha keagenan kapal dinilai dapat memperkuat perusahaan pelayaran, dan kaitannya dengan program telah menciptakan penambahan ribuan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.
Eduard Alfian S. Sijabat, Wakil Ketua Umum DPP ISAA (Indonesia Shipping Agencies Association) kepada Maritim mengatakan, kehadiran perusahaan keagenan kapal yang diatur oleh Kemenhub dengan diterbitkannya Surat Izin Usaha Perusahaan Keagenan Kapal (SIUPKK) yang melayani kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan di suatu pelabuhan, dapat meringankan perusahaan pelayaran sebagai perusahaan pengangkut muatan.
“Jadi misalnya begini, perusahaan agen kapal yang telah memiliki jaringan market yang bagus dan juga pelayanan yang profesional, maka nanti akan berdampak pada perkembangan perusahaan pelayaran. Jadi, semakin banyak agen kapal dengan jaringan market yang bagus, maka akan semakin membuat perusahaan pengangkut muatan (pelayaran) berkembang. Jadi core business perusahaan pelayaran adalah menyiapkan dan memperkuat sarana pengangkut agar mampu berkembang dan bersaing,” kata Eduard yang juga sebagai praktisi keagenan kapal dari Samudera Indonesia Group, dalam perbincangan dengan Maritim v ia Zoom Meeting hari ini (15/2/2021).
Dengan demikian, semakin perusahaan pelayaran berkembang maka akan semakin membutuhkan kehadiran agen-agen kapal di berbagai daerah.
Ditegaskan oleh Eduard, pemerintah tentu saja memiliki tahapan rencana-rencana dalam membenahi transportasi laut. Sebut saja pada tahun 80-an, untuk mempercepat layanan sektor transportasi laut maka pemerintah menetapkan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal harus ditangani tersendiri oleh perusahaan khusus bongkar muat dan lahirlah kebijakan SIUP Bongkar Muat.
Pada tahap selanjutnya, sejak tahun 2016 pemerintah melalui Permenhub No.11/2016 telah menetapkan usaha keagenan kapal di Indonesia bisa dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional pemegang Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) maupun perusahaan nasional keagenan kapal yang telah mengantongi Surat Izin Usaha Perusahaan Keagenan Kapal (SIUPKK).
“Jadi kehadiran perusahaan keagenan kapal bukan untuk mematikan perusahaan pelayaran, justru memperkuatnya jika kita runut. Statement kehadiran SIUPKK mematikan pelayaran nasional itu bisa betul jika SIUPKK diberi izin sebagai operator atau pengangkut. Padahal dalam Peraturan Menteri (Perhubungan) tidak ada ijin bagi SIUPKK sebagai operator atau penangkut. Nah justru yg kita fokus bahas mestinya adalah situasi angkutan itu sendiri apakah sudah optimal atau fokus. Dengan kata lain perusahaan pelayaran itu mestinya fokus pada kesiapan sarana armadanya,” ungkap Eduard.
Mengingat memang diterbitknnya SIUPKK adalah program dari pemerintah maka menurut Eduard, sekarang ini banyak perusahaan pelayaran (pemegang SIUPAL) membentuk unit usaha keagenan dan mengurus SIUPKK. “Kita punya datanya, tak perlu kita sebut, yang jelas banyak perusahana pelayaran besar nasional telah mengantongi SIUPKK,” tegasnya.
Tenaga Kerja
Hingga saat ini sudah terbit lebih dari 750 SIUPKK. Jika diasumsikan satu perusahaan pemegang SIUPKK mempekerjakan rata-rata 20 orang pekerja maka terdapat sekitar 15.000-an pekerja di sektor usaha keagenan kapal pemegang SIUPKK itu.
Jumlah itu belum termasuk kegiatan keagenan kapal yang dilakukan oleh pemegang SIUPAL.
Banyaknya rekrutmen tenaga kerja tersebut sejalan dengan upaya pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Apalagi, RI juga telah memiliki UU Cipta Kerja atau yang dikenal dengan Omnibuslaw, yang salah satu semangatnya untuk menumbuhkan lapangan kerja dan usaha kecil dan menengah (UMKM).
ISAA memberikan apresiasi bahwa sejak Undang-Undang No. 17 /2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah (PP) No. 20/2010 tentang Angkutan di Perairan, Permenhub (PM) No. 65 Tahun 2019, pengganti PM 11/2016 sebagai turunan dari UU No.17/2008 dan PP No.20/2010, hingga pada UU Cipta Kerja No 11/2020 sektor Pelayaran, tetap memberikan ruang lahirnya usaha jasa keagenan kapal sebagai usaha jasa terkait.Dalam pasal 31 UU Cipta Kerja menyebutkan, untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan dapat diselenggarakan usaha jasa terkait yang antara lain adalah usaha jasa keagenan kapal.
Dari skala dan permodalan usahanya, keagenan kapal dapat dikategorikan UMKM.
Awalnya pada Permenhub No.11/2016, disebutkan syarat modal yang harus dimiliki oleh perusahaan keagenan kapal adalah Rp.6 M. Namun akhirnya kebijakan modal itu dicabut melalui Permenhub No.24 tahun 2017 Tentang Pencabutan Persyaratan Kepemilikan Modal Badan Usaha di Bidang Pengusahaan Angkutan Laut, Keagenan Kapal, Pengusahaan Bongkar Muat dan Badan Usaha Pelabuhan.
Pengaturan lebih lanjut usaha keagenan kapal dipersyaratkan sesuai dengan OSS (Online Single Submission), yaitu sistem baru berskala nasional yang dikembangkan pemerintah yang digunakan untuk pendaftaran izin usaha dan juga izin komersil.
Undang-Undang No. 17 /2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah (PP) No. 20/2010 tentang Angkutan di Perairan, Permenhub (PM) No. 65 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan dan pengusahaan keagenan kapal disebutkan Pelayanan keagenan kapal terdiri atas beberapa hal yakni, Pelaporan secara tertulis rencana dan realisasi kedatangan dan keberangkatan kapal yang diageninya kepada Menteri melalui Direktur Jenderal; Penyerahan dokumen kapal kepada syahbandar utama, Otoritas Pelabuhan utama, Kantor kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan khusus Batam, kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan, atau unit penyelenggara pelabuhan setempat serta instansi pemerintah terkait lainnya.
Selanjutnya adalah Pengurusan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh kapal tersebut; Penunjukan perusahaan bongkar muat untukkepentingan pemilik kapal;e. penyelesaian dokumen kapal yang habis masa berlakunya atas beban pemilik kapal; Pemungutan uang tambang atas perintah pemilik kapal; pembukuan dan pencarian muatan; Penerbitan konosemen untuk dan atas nama pemilik kapal; Penyelesaian tagihan atas nama pemilik kapal; Penyelesaian pengisian bunker bahan bakar minyak dan air tawar, serta pemenuhan kebutuhan perlengkapan dan perbekalan; dan . Pemberian informasi yang diperlukan oleh pemilik kapal; dan/atau pelaksanaan kegiatan lainnya yang disepakati antara pemilik kapal atau operator kapal dengan pelaksana kegiatan keagenan kapal.
Di sejumlah negara, sebut saja Singapura atau Jepang, perusahaan keagenan kapal juga mengerjakan sederet kegiatan tersebut di atas.
Kepanjangan tangan
Kegiatan keagenan kapal yang dibuka baik kepada pemegang SIUPAL maupun SIUPKK merupakan hal yang positif bagi kemajuan industri pelayaran nasional. Hal ini memungkinkan terjadinya kompetisi yang sehat, karena hanya dalam kompetisi yang sehat suatu usaha bisa berkembang maju (progress).
Prof. Ningrum Natasya Sirait, Pakar Hukum Persaingan Usaha dari USU dalam sebuah acara Webinar tentang peran agen dalam RPP (UU Cipta Kerja) sektor transportasi laut dan disiarkan di sebuah kanal Youtube baru-baru ini mengatakan, regulasi harus menciptakan peluang yang sama bagi semua pelaku usaha. “Regulasi juga dikeluarkan tidak diskriminatif terhadap pihak atau golongan tertentu sehingga tidak ada pihak yang dirugikan,” katanya.
Di chanel yang sama, Prof. Senator Nur Bahagia, Pakar Rantai Suplai dan Logistik ITB mengatakan, ada tiga pelaku utama dalam sistem logistic maritime, yakni pelaku trade, penyedia fasilitas seperti yang punya kapal atau pelabuhan, dan ketiga adalah penyedia jasa logistic. “Belum tentu penyedia fasilitas yang mengoperasikannya. Kita contohkan Pelindo II, dia yang punya fasilitas pelabuhannya dan JICT adalah penyedia jasa logistiknya, yang mengoperasikannya.
Soal keagenan kapal kata Senator Nur Bahagia, sudah benar bahwa agen adalah kepanjangan tangan dari pelayaran nasional maupun asing untuk mengurus semua kebutuhannya seperti bongkar muatnya dan dokumen-dokumen yang diperlukan serta lainnya seperti yang telah diatur oleh Kementerian Perhubungan. (Hbb)