BANDUNG-MARITIM: Tingginya angka pengangguran di Jawa Barat, khususnya bagi warga yang berpendidikan rendah, Balai Latihan Kerja Mandiri (BLKM) milik Provinsi Jawa Barat (Jabar) terus memaksimalkan pelatihan. Warga berpendidikan rendah yang kebanyakan lulusan SD/SMP itu diberikan pelatihan agar bisa menjadi wirausaha baru.
“Saat ini BLKM menyelenggarakan kejuruan tata boga, las listrik, tata rias wajah dan hijab, financial life skill, barista, catering, otomotif service sepeda motor ringan, bakery, start-up, dan yang baru dibuka adalah teknik cukur dasar,” kata Rina Puspita Nurhayati, Kepala BLKM Disnakertrans Jabar kepada rombongan Forum Wartawan Ketenagakerjaan (Forwaker) di Bandung, Rabu (7/4/2021).
Setelah diterima Sekretaris Disnakertrans Jabar Agus Hanafiah, rombongan Forwarker meninjau beberapa UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) di bawah Disnakertrans. Yakni BLK PMI (Pekerja Migran Indonesia), BLK Mandiri, dan BLK Kompetensi di Bekasi, serta UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan (Wasnaker) Wilayah IV Bandung dan Wasnaker Wilayah II Karawang.
Lebih jauh Kepala BLK Mandiri mengatakan, pelatihan ini dilakukan dengan sistem jemput bola. Daerah tertinggal menjadi prioritas. Satu unit MTU (Mobile Training Unit) dengan peralatan lengkap bersama instrukturnya didatangkan ke daerah yang membutuhkan pelatihan dengan kejuruan sesuai keinginan warganya. Sehingga warga desa dalam kategori tertinggal itu tidak perlu datang ke Kota Bandung.
Bagi Jabar, pelatihan kerja sangat dibutuhkan mengingat jumlah pangangguran pendidikan SD-SMP mencapai 47,48 % atau sebanyak 1,2 juta orang. Pelatihan kerja tersebut, kata Rina, salah satu upaya untuk menekan pengangguran di Jabar.
“Hingga 2020, jumlah alumni pelatihan kerja BLKM sebanyak 5.300 orang dan 20% di antaranya sudah berhasil membuka usaha secara mandiri,” katanya.
Menurut Rina, pihaknya berupaya untuk meningkatkan peserta pelatihan. Namun terkendala dana sehingga kuota pelatihan 2021 hanya akan dilakukan untuk 360 orang dalam 12 angkatan. Setiap angkatan akan diikuti 30 orang.
Dalam menyelenggarakan pelatihan, satu-satunya BLKM di Jawa Barat ini menggandeng sejumlah partner, seperti UNPAD, shopee, gofood, bank BJB, sekoper cinta, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sekolah cukur, dan USAID.
Pelatihan singkat hanya 4 hari itu tak hanya belajar membuat produk, tapi juga sekaligus membuiat kemasan yang menarik dan jejaring pemasaran secara daring.
Untuk modal awal usaha, lanjut Rina, peserta akan mendapat kredit super mikro maksimal Rp 10 juta dari Bank BJB. Kredit tanpa agunan itu hanya dengan syarat menunjukkan sertifikat lulusan BLKM.
“Dari 5.300 alumni, 20% di antaranya telah berhasil membuka usaha mandiri. Ini yang sudah kami monitor. Lulusan lainnya banyak yang belum melapor,”ujar Rina.
Gedung BLK PMI
Saat berada di BLK PMI yang lokasinya tak jauh dari Disnakertrans, wartawan tak satu pun menjumpai calon PMI yang dilatih. Satu dari 2 ruang belajar di BLK itu kosong karena memang sedang tak ada pelatihan PMI.
Ruang belajar satu lagi dipenuhi peserta pelatihan kuliner (60 orang), mulai dari membuat produk (berbasis singkong dan pisang), pengemasan, hingga pemasaran secara daring. Mereka yang dilatih ini adalah mantan PMI yang pernah bekerja di luar negeri sebagai bekal untuk usaha mandiri.
Kepala BLK PMI Cucu Cahyani Ranita mengatakan, pihaknya sejak 2010 telah melatih ribuan calon PMI dari 12 daerah di Jabar. Sampai 2019, dia mencatat ada 12.188 orang lulusan BLK PMI yang berangkat ke luar negeri, tapi data lain menyebut ada 58.000 orang.
“Kalau ini benar, berarti banyak PMI yang berangkat tanpa pelatihan, atau berangkat tanpa prosedur resmi. “Ini menjadi PR besar bagi kami untuk mengatasinya,”ujar Cucu.
Di tengah pandemi, tahun 2020 BLK PMI hanya melatih 20 orang dalam Bahasa Inggris, Jepang dan Korea, beserta budaya di negara penempatan. Rencananya, setelah mengikuti pelatihan mereka akan dikirim ke Selandia Baru, Jepang, Korea, dan Italia.
Kepada wartawan, Cucu mengeluhkan minimnya anggaran pelatihan yang dinilai tidak cukup untuk memenuhi strandar pelatihan. Tidak adanya asrama dan terpaksa harus menyewa hotel, menyebabkan anggaran pelatihan 21 hari yang ditetapkan Rp 450.000/orang membengkak menjadi Rp 17-19 juta/orang.
Untuk menekan anggaran ini, pihaknya menunggu pembangunan gedung BLK PMI berlantai 5 yang akan dibangun oleh Pemprov. Jabar dengan biaya sekitar Rp 100 miliar. Gedung ini diharapkan menjadi BLK PMI yang representataif dilengkapi dengan peralatan sesuai dengan kebutuhan masa kini dan mendatang.
BLK PMI yang telah memiliki sertifikat ISO 9001:2015 itu berencana meningkatkan pelatihan dari yang saat ini 80 menjadi 1.500 orang. Anggaran pun yang dinaikkan 300 % sudah diajukan ke Pemprov Jabar. “Kami sangat berterima kasih jika ada bantuan anggaran dari Kemnaker,” harapnya. (Purwanto).