JAKARTA-MARITIM: Penetapan Upah Minimum (UM) tahun 2022 berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan aturan turunannya PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh agar upahnya tidak dibayar terlalu rendah akibat posisi tawar mereka yang lemah dalam pasar kerja.
“Kebijakan UM ini merupakan salah satu program strategis nasional yang ditujukan sebagai salah satu instrumen pengentasan kemiskinan, serta mendorong kemajuan ekonomi melalui pengupahan yang adil dan berdaya saing,” tegas Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam temu pers di kantor Kemnaker, Jakarta, Selasa (16/11/2021) petang.
Dikatakan, UM adalah upah terendah yang ditetapkan oleh pemerintah yang berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun pada perusahaan yang bersangkutan.
Ida Fauziyah menjelaskan, berdasarkan PP No. 36 Tahun 2021 UM hanya berdasarkan wilayah, yaitu Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Tidak ada lagi penetapan UM berdasarkan sektor, namun UMS (Upah Minimum Sektoral) yang telah ditetapkan sebelum 2 November 2020 tetap berlaku hingga UMS tersebut berakhir, atau UMP/UMK di wilayah tersebut telah lebih tinggi.
“Dengan demikian UMS tetap berlaku dan harus dilaksanakan oleh pengusaha,” tegas Ida Fauziyah didampingi Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri.
Sesuai SE Mendagri 561/6393/SJ perihal penetapan UM tahun 2022 kepada seluruh gubernur, Menaker meminta Gubernur untuk menetapkan UMP paling lambat 21 November 2021. Namun karena 21 November merupakan hari libur nasional, maka penetapan UMP harus dilakukan paling lambat 1 hari sebelumnya, yaitu 20 November 2021.
“Untuk penetapan UMK harus dilakukan Gubernur paling lambat 30 November 2021 setelah penetapan UMP,” katanya.
Menjawab pertanyaan wartawan, Menaker menjelaskan, secara nasional UM 2022 rata-rata naik 1,09 % dibanding UM 2021. Namun tidak dijelaskan di wilayah mana UM tertinggi yang akan terjadi tahun 2022, karena besaran UM yang ditetapkan oleh Gubernur di tiap wilayah akan berbeda.
Ida Fauziyah menegaskan, semangat dari formula UM berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 adalah untuk mengurangi kesenjangan UM, sehingga terwujud keadilan antar wilayah. Ia menyebut keadilan antar wilayah tersebut dicapai melalui pendekatan rata-rata konsumsi rumah tangga di masing-masing wilayah.
Menurut Menaker, UM yang ada saat ini tidak memili korelasi sama sekali dengan angka rata-rata konsumsi, median upah, atau bahkan tingkat pengangguran. Contohnya, ada suatu kabupaten dan kota saling bersebelahan, namun kabupaten memiliki nilai UM hampir 2 kali dari kota.
“Ada pula, kabupaten dengan angka pengangguran sangat tinggi dan mayoritas penduduknya masih bertani, namun karena kabupaten tersebut memiliki wilayah industri sehingga dipaksa memiliki nilai UMK yang sangat tinggi,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Ida Fauziyah memperkenalkan sekaligus meluncurkan ‘wagepedia’, yakni kanal informasi milik Kemnaker yang dapat dikases oleh semua pihak. Melalui wagepedia ini, publik dapat mengetahui data dan informasi terkait pengupahan secara valid, akurat dan dapat diakses secara transparan.
“Dalam wagepedia tersebut juga terdapat fitur kalkulator upah minimum. Sehingga siapapun, di manapun dan kapanpun dapat mengetahui perhitungan nilai UM tahun 2022. Dengan demikian, data tersebut dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengambilan keputusan para stakeholder pengupahan secara transparan dan akurat,” katanya. (Purwanto).