BOGOR–MARITIM : Guna mewujudkan ketertiban, kelancaran, keselamatan lalu-lintas pelayaran serta kelestarian lingkungan maritim di Tanah Air, Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kenavigasian terus berupaya untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan, termasuk di Pelabuhan Lapuko dengan cara akan segera dilakukan penetapan alur pelayaran.
Demikian Direktur Kenavigasian, Hengki Angkasawan saat membuka acara Focus Group Discussion (FGD), Penetapan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Lapuko menjelaskan pelabuhan tersebut terletak di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, Kamis (25/11) di Bogor
“Pelabuhan Lapuko mempunyai peranan sangat penting bagi pembangunan daerah, terbukti dengan kegiatan yang dilayani secara umum di pelabuhan saat ini adalah kegiatan bongkar muat untuk kebutuhan industri pertambangan dan semen,” kata Hengki.
Ia menjelaskan, adapun maksud penyelenggaraan FGD ini adalah untuk mendapatkan saran, masukan dan tanggapan dalam rangka penetapan alur pelayaran, sistem rute, tata cara berlalu lintas, dan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya di alur-pelayaran masuk Pelabuhan Lapuko. Serta untuk memenuhi tahapan mekanisme dalam rangka penetapan alur sebelum ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.
Penetapan alur ini menurut Hengky, perlu segera dilakukan mengingat saat ini Pelabuhan Lapuko digunakan untuk pendistribusian material bangunan seperti batu split dan hasil pertambangan berupa pasir silika sebagai bahan baku semen, serta semen curah yang didistribusikan dari kapal ke silo melalui pipa yang pabriknya dikelola oleh PT Semen Tonasa. Selain itu Pelabuhan Lapuko juga melayani kegiatan naik turun penumpang khususnya pergerakan penumpang dari dan menuju Kecamatan Laonti, dengan bongkar muat didominasi bahan pokok.
Hal penting lain lanjutnya, yang menjadi latar belakang penetapan alur pelayaran dilihat dari kondisi sekitar Pelabuhan Lapuko yang merupakan hutan mangrove alami yang berfungsi sebagai penyangga abrasi pantai alami (peredam ombak). Berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Konawe Selatan tahun 2013 – 2033, pada wilayah di sekitar Pelabuhan Lapuko tidak terdapat kawasan konservasi mangrove. Namun demikian, pada pengembangan pelabuhan baik sisi darat maupun perairan perlu memperhatikan kawasan sekitar khususnya fungi mangrove sebagai sistem pengaman pantai.
“Maka dari itu, penataan alur-pelayaran sudah selayaknya dilaksanakan untuk segera ditetapkan agar memperoleh alur pelayaran yang ideal dan memenuhi berbagai aspek kepentingan keselamatan dan kelancaran bernavigasi serta melindungi kelestarian lingkungan maritim,” ujar Hengki.
Sebelum FGD dimulai, terlebih dahulu telah dilakukan survey di wilayah perairan sekitar pelabuhan yang dilaksanakan oleh tim surveyor Distrik Navigasi Kelas III Kendari.
FGD menghadirkan narasumber dari perwakilan tim surveyor yang memaparkan hasil survey, perwakilan Direktorat Kepelabuhanan yang menyampaikan dukungan data dan informasi rencana pengembangan Pelabuhan Lapuko, perwakilan Pushidrosal yang memaparkan pentingnya penggambaran alur pelayaran pada peta laut Indonesia serta para peserta FGD yang turut aktif memberikan ide dan masukan.
Sebagai informasi, alur pelayaran ditetapkan oleh batas-batas yang ditentukan secara jelas berdasarkan koordinat geografis serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran. Alur pelayaran juga dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk pelayaran serta diumumkan melalui maklumat pelayaran maupun berita pelaut Indonesia .(Rabiatun)