Jakarta – Maritim : Anggota Dewan Pakar Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono menyebutkan kebijakan tiket elektronik 1 Mei Tahun 2020 oleh PT ASDP di Industri angkutan penyeberangan yang dilandasi dengan Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2020, sangat merugikan masyarakat konsumen angkutan penyeberangan.
Menurut Alumnus Teknik Perkapalan ITS Surabaya ini, pemberlakuan tiket elektronik ini, justru mengakibatkan peningkatan biaya yang sangat besar diharga tiket angkutan penyeberangan, demikian juga masyarakat menjadi sangat kesulitan membeli tiket angkutan penyeberangan secara langsung berbayar di terminal, sehingga mereka harus melalui calo atau agen tiket yang tidak layak yang dilegalkan dan dikoordinir dari PT. ASDP.
“Padahal sebelumnya masyarakat sudah membayar mahal harga tiket dengan pembebanan ongkos jasa kepelabuhanan yang masuk dalam komponen harga tiket, ditambah dengan ongkos jasa penyeberangan dan ongkos jasa asuransi. Ongkos jasa kepelabuhanan sudah masuk didalamnya adalah penyediaan ruang tunggu terminal, fasilitas dermaga dan jasa penjualan tiket yang dulu dilakukan oleh ASDP secara langsung. Sehingga ongkos jasa penjualan tiket adalah bagian kecil dari ongkos jasa pelabuhan lainnya” kata BHS, di Jakarta, Selasa (30/11)
Sebagaimana misal dilintasan Ketapang Gilimanuk, ongkos jasa pelabuhan sebesar Rp3.800, sedangkan ongkos jasa pelayaran tidak berbeda jauh sebesar Rp3.900 dan ongkos jasa ansuransi Rp800, sehingga total harga tiket yang harus dibeli konsumen pada saat itu dengan tiket berbayar langsung adalah sebesar Rp8.500. Tetapi saat ini setelah menggunakan tiket elektronik (digitalisasi) masyarakat konsumen diberikan beban kenaikan harga tiket yang tidak menentu, ada yang Rp13.000, Rp14.000 dan bahkan sampai Rp15.000 dengan tambahan pembebanan dari tiket online atau elektronik. Dan masyarakat juga kesulitan melakukan transaksi menggunakan tiket online, karena waktu yang dibutuhkan lebih dari 10 menit bahkan sampai 20 menit, selain itu sangat tidak lazim masa berlaku tiket online dibatasi tidak lebih dari 2 jam harus melaksanakan cekin, padahal moda transportasi lainnya di udara , di kereta api bisa sampai bulanan dan bahkan tahunan berlakunya tiket tersebut dari saat mendaftar.
Bila kita melihat moda transportasi lainnya, di udara, di kereta api dan di kapal lvaut, biasanya dengan digitalisasi atau elektronik tiket akan mengurangi ongkos jasa transportasi tersebut. Jadi bila konsumen sudah diberikan beban ongkos jasa kepelabuhanan masuk didalamnya adalah komponen penjualan tiket, maka harusnya ongkos jasa kepelabuhananlah yang diturunkan, bukan malah dinaikkan harganya menjadi 3 kali lipat dari ongkos jasa kepelabuhanan.” Ungkap BHS selaku Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia Jawa Timur.
Apalagi, lanjut anggota DPR-RI periode 2014-2019, saat ini agen agen tiket yang menjamur jumlahnya ratusan di lintasan Ketapang Gilimanuk demikian juga di Merak Bakauheni yang diakomodir oleh ASDP bukan merupakan agen yang profesional dan bahkan tidak memiliki ijin sebagai travel agen. Bahkan bengkel sepeda motor, warung nasi, penjual makanan, penjual bakso, penjual sembako dan kos kosan berfungsi sebagai agen agen yang dilegalkan oleh ASDP dan membebani masyarakat dengan beban tambahan yang demikian besar, yang dapat dikatakan mereka sebagai calo calo tiket yang dilegalkan oleh ASDP.
Padahal dimoda transportasi udara, kereta api dan kapal laut, praktek percaloan sudah dibrantas habis karena merugikan masyarakat, sedangkan diangkutan penyeberangan malah ditumbuhkan dengan subur berpayungkan Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2020. Harusnya ini menjadi satu temuan dari terget dibentuknya satgas mafia kepelabuhanan yang diinisiasi oleh Kepolisian (Kapolri) dan Kejaksaan dengan dorongan dari Menko Luhut Panjaitan, juga disinyalir adanya pungutan liar yang harus diberantas oleh satgas pungli yang diinisiasi oleh Presiden Jokowi, diharapkan investigasi dan audit dari satgas pungli dan satgas mafia kepelabuhanan turun meneliti kasus tersebut. Kata Ketua Dewan Penasehat DPD Partai Gerindra Jawa Timur
Dengan adanya hal tersebut, saya mengharapkan Menteri Perhubungan dengan jajarannya, segera mengevaluasi dan melakukan revisi kebijakan PM Nomor 19 Tahun 2020 yang telah membebani masyarakat konsumen saat ini. Tutup BHS
(Erick Arhadita)