JAKARTA-MARITIM : Kementerian Perindustrian terus mendorong masuknya investasi sektor industri skala global di tanah air. Apalagi, hingga saat ini Indonesia dinilai masih menjadi negara tujuan utama investasi sebagai basis produksi dalam memenuhi kebutuhan pasar domestik dan eskpor.
“Indonesia masih menjadi daya tarik bagi para investor, itu terlihat dari realisasi investasi sepanjang Januari-September 2021 yang tercatat mencapai Rp236,79 triliunĀ atau memberikan kontribusi 35,9% pada total investasi nasional sebesar Rp659,4 triliun,” kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Eko S.A. Cahyanto di Jakarta, Sabtu (11/12).
Dirjen KPAII menyampaikan, pemerintah memberikan apresiasi kepada para pelaku industri yang masih semangat dan berjuang untuk menjalankan usahanya di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19. Hal ini juga membuktikan bahwa iklim usaha di Indonesia yang masih kondusif. “Kami terus berupaya untuk menjaga produktivitas di sektor industri tetap berjalan baik.”
Berdasarkan laporan dari IHS Markit, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia selama tahun 2021 ini didominasi pada level di atas 50 atau menandakan dalam tahap ekspansif. Pada bulan November, PMI Manufaktur Indonesia berada di level 53,9. “Artinya, berbagai kebijakan pemerintah yang probisnis masih berada di jalur yang benar.”
Beberapa waktu lalu, Eko menyampaikan, pihaknya melakukan kunjungan kerja di Provinsi Kepulauan Riau. Wilayah tersebut memiliki potensi yang besar dan berperan penting dalam mengakselerasi upaya pemulihan ekonomi nasional, khususnya pengembangan kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK).
“Pemerintah akan mengintegrasikan pengembangan dan pengelolaan kawasan BBK. Pengintegrasian ini akan meliputi pengembangan sektor industri dan jasa strategis yang terintegrasi dan saling mendukung. Selain itu, ditopang pembangunan infrastruktur yang terkoneksi dan terintegrasi, serta harmonisasi dan sinkronisasi regulasi terkait perizinan investasi, fasilitas dan kemudahan investasi,” paparnya.
Berdasarkan Rencana Induk pengembangan kawasan BBK, akan dibagi menjadi tema-tema tertentu. Untuk wilayah Batam, bakal menjadi hub logistik internasional khususnya untuk e-commerce, industri kedirgantaraan, industri light and valuable khususnya untuk opto-electronic dan home appliance, industri digital dan kreatif, international trade and finance center, serta integrated health tourism.
Wilayah Bintan, akan dikembangkan dengan tema pariwisata internasional, industri MRO, industri transportasi, industri pengolahan makanan, industri maritime and defense, dan industri olahraga. Adapun, untuk wilayah Karimun, akan dikembangkan dengan tema industri maritim, industri oil tanking and refinery industry, industri agri-tech, industri pengolahan hasil laut, dan pariwisata.
“Secara khusus, Kemenperin juga mendorong pengembangan industri halal di wilayah Bintan Inti Industrial Estate, yang telah ditetapkan oleh Menperin sebagai Kawasan Industri Halal. Dengan potensi industri halal yang besar, kami harapkan Kawasan Industri di wilayah ini dapat berkontribusi meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global,” ucap Eko.
Lebih lanjut, Kemenperin terus bekerja keras untuk menyelesaikan berbagai tantangan dalam pengembangan kawasan industri di Provinsi Kepulauan Riau, khususnya kawasan BBK. “Misalnya, kami mengusulkan penyesuaian harga gas yang kompetitif, penyediaan pengelolaan limbah, serta percepatan perzinan berusaha sektor industri dan kawasan industri,” sebutnya.
Terkait fasilitas harga gas, pemerintah telah menerbitkan harga gas USD6 per MMBTU bagi beberapa sektor industri dan tengah diusulkan pemberian tarif yang sama bagi sektor industri lainnya, termasuk untuk kawasan industri.
“Sehubungan dengan pengelolaan limbah, kami juga mendukung rencana Kawasan Industri Pulau Ladi untuk membangun industri pengolahan limbah yang terpadu di Kepulauan Riau yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan limbah industri dan kawasan industri di wilayah ini,” ujarnya.
Guna menjaga kinerja industri dan meningkatkan investasi khususnya di Kepulauan Riau, diperlukan kerja sama dan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkaitb seperti pemerintah daerah, asosiasi dan pelaku industri, pengelola kawasan industri, serta Badan Pengusahaan di wilayah tersebut.
“Semangat ini juga harus didukung dengan komitmen dari para pengelola kawasan-kawasan industri di Kepulauan Riau yang secara aktif melakukan penyiapan perizinan, pembangunan infrastruktur kawasan, serta pemasaran kawasan dan operasional kawasan,” tutup Eko. (Muhammad Raya)