JAKARTA-MARITIM: Fokus utama dalam pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, serta agar setiap proses produksi berjalan aman dan efisien. Pelaksanaan K3 juga diharapkan dapat melindungi pekerja dan dunia usaha dari permasalahan kesehatan pada umumnya, seperti HIV-AIDS, tuberculosis, dan Covid-19.
Namun, dalam pelaksanaan di lapangan penerapan K3 masih banyak dilaksanakan sekedar sebagai kewajiban. Seharusnya K3 sudah menjadi kebutuhan dan menjadi budaya dalam setiap aktivitas kerja.
“Kolaborasi pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya K3 sangat diperlukan dan terus dikembangkan,” kata Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan & Kesehatan Kerja (Binwasnaker dan K3), Haiyani Rumondang, dalam FGD (Focus Group Discussion) secara hybrid, Sabtu (5/3/2022).
FGD yang digelar Direktorat Bina Pemeriksanaan Norma Ketenagakerjaan Ditjen Binwasnaker dan K3 itu mengusung tema “Pemenuhan Syarat K3 Lingkungan Kerja untuk Mewujudkan Tempat Kerja yang Aman, Sehat dan Nyaman”.
Menurut Dirjen, FGD diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen bersama guna mematuhi penerapan norma K3 di lingkungan kerja sebagai bagian penting dari norma K3. Sehingga pekerja tetap sehat, produktif, dan sejahtera, serta mendukung kemajuan dunia usaha.
Di samping itu, FGD ini juga sebagai bentuk komunikasi atau interaksi langsung Kemnaker dengan pengusaha untuk bersama-sama mendorong kepatuhan penerapan persyaratan norma K3 di lingkungan kerja pada khususnya, termasuk menjaring masukan guna perbaikan kebijakan penerapan K3.
Dengan kegiatan FGD ini diharapkan persyaratan K3 lingkungan kerja dapat dipahami dan diterapkan dengan baik. Sehingga makin meningkatkan kepatuhan serta memberikan manfaat bagi para pekerja dan pengusaha, serta berkonstribusi positif dalam keberhasilan pembangunan Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.
Haiyani mengatakan, K3 merupakan salah satu aspek penting dalam perlindungan bagi pekerja dan kemajuan dunia usaha. Bahkan juga perlindungan untuk keselamatan dan kesehatan pada masyarakat dan lingkungan pada umumnya.
Secara khusus, jelasnya, persyaratan K3 diatur dalam UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan PP No 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) serta peraturan pelaksanaan lainnya.
Ditegaskan, fokus utama dalam pelaksanaan K3 adalah mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta agar setiap proses produksi berjalan aman dan efisien. Pelaksanaan K3 juga diharapkan dapat melindungi pekerja dan dunia usaha dari permasalahan kesehatan pada umumnya, seperti HIV-AIDS, tuberculosis, dan Covid-19.
Namun, Dirjen menyayangkan, dalam pelaksanaan di lapangan penerapan K3 masih banyak dilaksanakan sebagai kewajiban. Padahal, seharusnya K3 sudah menjadi kebutuhan serta menjadi budaya dalam setiap aktivitas kerja. Kolaborasi pengurus/pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya K3 sangat diperlukan dan terus dikembangkan.
“Kita memahami bersama bahwa pelaksanaan K3 sangat banyak manfaatnya bagi pekerja, perusahaan, masyarakat, lingkungan serta bagi bangsa dan negara. Sebaliknya, kita juga menyadari bersama bahwa akibat tidak dilaksanakannya K3 akan berisiko terjadinya kerugian terutama akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan gangguan kesehatan lainnya serta terganggunya proses produksi,” terangnya. (Purwanto).