JAKARTA-MARITIM : Kementerian Perindustrian (Kemenperin) saat ini tengah menggodok lahirnya satu insentif baru untuk mendongkrak dan menggairahkan penggunaan produk dalam negeri. Insentif baru tersebut adalah berupa e-katalog sektoral, suatu regulasi baru yang dapat mengikat kementerian dan lembaga dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Saya kira dengan adanya e-katalog sektoral tersebut, belanja barang dan jasa berbasis produk dalam negeri akan lebih optimal lagi ke depannya, apalagi regulasi ini akan mengikat semua kementerian, lembaga, pemda, BUMN dan BUMD,” kata Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Ignatius Warsito, saat berbincang-bincang dengan wartawan, kemarin.
Menurut Warsito, yang juga didampingi Sesdirjen IKFT, Abdulah, e-katalog sektoral ini adalah suatu terobosan dalam mengikat kementerian, lembaga, pemda, BUMN dan BUMD dalam membelanjakan pengadaan barang dan jasa.
Data Kemenperin tahun 2022 menyebutkan, hanya ada 43% produk lokal dalam katalog belanja pemerintah. Atau 40.550 produk lokal (43,9%) dari total 92.357 produk yang termuat dalam katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) 2021. Dari seluruh produk lokal tersebut, yang sudah memiliki sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 4,03%, sebanyak 39,88% lainnya belum memiliki sertifikat TKDN.
Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Perpres No 12 tahun 2021 yang mengatur agar minimal 40% anggaran pemerintah pusat dan daerah dialokasikan untuk belanja pengadaan barang dan jasa di usaha mikro, kecil, dan koperasi. Perpres itu juga mengatur agar proyek pengadaan barang dan jasa dengan nilai pagu anggaran sampai dengan Rp15 miliar diperuntukkan bagi usaha kecil dan koperasi.
Warsito menjelaskan, e-katalog sektoral tersebut jika tidak ada halangan akan selesai dikerjakan dalam waktu 3 bulan. Setelah itu pihaknya akan melakukan road show dan mengunjungi kementerian dan lembaga untuk melakukan MoU dari hasil asesmen dan komitmen belanja produk dalam negeri dari pemerintah pusat dan pemda sebesar Rp214,1 triliun.
“Saat ini, Pak Ses sedang menyiapkan dan membuat konsep besarnya, nanti setelah itu selesai kami keliling membuat MoU dengan kementerian dan lembaga,” urai Warsito.
Pada tahap awal, Ditjen IKFT akan melakukan MoU dengan 5 K/L yang sudah komitmen dan tercatat selama tiga hari pelaksanaan Business Matching Belanja Produk Dalam Negeri di Bali beberapa waktu lalu.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatatkan komitmen belanja PDN terbesar untuk kategori K/L, yaitu Rp43 triliun. Disusul komitmen DKI Jakarta di kategori pemerintah provinsi sebesar Rp5 triliun, kategori pemerintah kota/kabupaten, Kabupaten Bojonegoro berkomitmen Rp1,6 triliun.
Perlu diperbaiki
Saat ini, sambung Warsito, ditemukan juga di lapangan produk yang sudah memiliki sertifikat TKDN gratis tidak dipakai oleh K/L. Contohnya, produk pipa paralon Rucika, yang telah memiliki sertifikat TKDN 40% lebih.
Hal yang sama, Warsito dan jajarannya juga berencana untuk bertemu dengan pimpinan BPJS Kesehatan. Untuk membahas penggunaan obat-obatan buatan dalam negeri. Pasalnya, produk-produk lokal yang sudah memiliki TKDN di atas 40%, kalah dalam pengadaan.
“Apa sebabnya ini bisa terjadi? Saya akan bertanya kepada BPJS dan membicarakannya dengan pimpinan BPJS. Sehingga produk-produk lokal, apalagi dengan TKDN di atas 40%, bisa menjadi pemenang dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah,” ucap Warsito.
Dia juga melakukan terobosan lain bagi jajarannya bahwa seluruh pejabat eselon dua setingkat direktur dan sesditjen IKFT wajib turun ke lapangan. Setidaknya sekali dalam dua minggu. Langkah ini adalah untuk mengetahui secara langsung kondisi dan keberadaan 62 asosiasi yang berada dalam binaan Kemenperin. Karena saat ini tdak cukup lagi hanya mendengar laporan formal saja.
“Namun secara rutin kita harus turun ke lapangan mendatangi setiap industri. Jika kita datangi, kita pasti bisa melihat seluruh permasalahan secara lengkap dan utuh, apakah itu menyangkut bahan baku. Mana yang bisa diimpor dan harus menggunakan bahan loka,” ungkap Warsito.
Sebab, Ditjen IKFT menargetkan program substitusi impor 35% hingga akhir tahun 2022, 60% untuk P3DN. Khusus untuk P3DN, Kemenperin akan membuatkan peta jalan (roadmap) tentang nilai TKDN dan penggunaan produk dalam negerinya.
“Saya ingin memastikan bahwa berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh Kemenperin bermanfaat bagi 62 asosiasi,” tutup Warsito. (Muhammad Raya)