Hadapi Dinamika Ketenagakerjaan, RI Dorong Pelindungan Tenaga Kerja Lebih Adaptif

YOGYAKARTA-MARITIM: Dunia usaha dan industri terus bergerak secara dinamis diikuti dengan dinamika di bidang ketenagakerjaan. Untuk itu, pelindungan tenaga kerja yang adaptif sangat diperlukan agar seluruh stakeholder dapat terlindungi.

“Dunia kerja menghadapi tantangan mendasar. Perubahan pola kerja akibat tren global dan pandemi Covid-19 mendorong pelaku usaha dan pekerja untuk mampu beradaptasi dengan cepat dinamika yang terjadi. Sehingga, memastikan pelindungan semua pekerja terutama di tengah masa sulit dan krisis ekonomi menjadi suatu yang esensial,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi usai memimpin pertemuan ke-2 Kelompok Kerja Bidang Ketenagakerjan G20 (The 2nd Employment Working Group/EWG Meeting) di Yogyakarta, Rabu (1/5/2022).

Read More

Anwar Sanusi mengatakan, pergeseran dinamis di pasar tenaga kerja dimulai bertahun-tahun sebelum adanya pandemi Covid-19. Globalisasi, perubahan demografi tenaga kerja, serta munculnya teknologi baru di industri yang menyebabkan pergeseran permintaan pasar tenaga kerja.

“Kebijakan pelindungan pekerja yang adaftif merupakan upaya konkrit untuk melindungi semua pekerja dari krisis dan goncangan ekonomi. Selain itu, pelindungan bagi semua pekerja diperlukan untuk mewujudkan kerja layak bagi semua pekerja, serta menghindari perlakuan tidak adil dari pemberi kerja, terutama dalam situasi di mana pekerja memiliki sedikit pilihan dan posisi tawar,” katanya.

Tiga faktor penentu

Dirjen Binwasnaker dan K-3 Haiyani Rumondang menambahkan ada 3 faktor penentu utama pelindungan pekerja. Yaitu cakupan pelindungan, tingkat pelindungan, dan tingkat kepatuhan.

Beberapa respon kebijakan pelindungan pekerja terhadap tantangan yang terus berkembang perlu ditinjau ulang dan dibahas lebih lanjut dalam menghadapi perubahan dunia kerja. Antara lain kebijakan pengupahan, jam kerja, aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), hak untuk berserikat dan berunding bersama, jaminan sosial dan maternitas pekerja.

Kepada delegasi EWG ke-2, dia menyampaikan bahwa tren global semakin menegaskan pentingnya memiliki pelindungan pekerja yang memadai dan inklusif, yang melindungi pekerja dari guncangan ekonomi akibat bencana dan krisis. Gelombang informalitas baru yang didorong oleh krisis ini disebutnya akan membuat banyak pekerja di sektor informal tanpa adanya pelindungan secara sosial dan ekonomi

“Demikian juga, pandemi Covid-19 saat ini semakin menyoroti pentingnya pelindungan tenaga kerja, dan inklusivitasnya bagi ketahanan pekerja dan keluarganya, serta keberlanjutan bisnis. Pekerja dengan pelindungan yang tidak memadai atau tidak ada sama sekali akan bernasib jauh lebih buruk dibanding pekerja yang menikmati pelindungan lebih baik di tempat kerja,” ujarnya.

Lebih lanjut Haiyani menjelaskan, pelindungan tenaga kerja yang inklusif dilakukan dengan penguatan dan perluasan bentuk-bentuk pelindungan tenaga kerja yang ada, mengeksplorasi bentuk-bentuk perlindungan baru, penciptaan lapangan kerja baru yang hijau, dan meningkatkan penerapannya melalui strategi kepatuhan yang lebih efektif. Selain itu, dialog sosial, kebebasan berserikat, dan pengakuan efektif atas hak untuk berunding bersama, juga penting dilakukan guna mereformasi pelindungan tenaga kerja.

“Respon kebijakan kuat yang dibangun di atas dialog sosial dan kolaborasi antara aktor terkait, termasuk otoritas keselamatan dan kesehatan kerja publik, tidak hanya penting terhadap ancaman Covid-19 dan gelombang infeksi di masa depan. Tetapi tetap penting untuk memastikan ketahanan terhadap krisis di masa depan , pandemi, keadaan darurat, dan tantangan dunia kerja yang muncul,” pungkasnya. (Purwanto),

 

 

Related posts