JAKARTA – MARITIM : Investor ritel dan para milenials dapat berperan sebagai penopang peran pebiayaan dalam menggerakkan perekonomian nasional. Namun, milenials harus memahami sejak dini karesteristik investasi yang ditawari.
Mengingat investasi itu ada beberapa pilihan, yang menurut Direktur Eksekutif Surveilans, Pemeriksaan, dan Statistik Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Priyanto Budi Nugroho, semakin tinggi keuntungan yang ditawarkan maka semakin tinggi pula resikonya.
“Ketika ingin memulai investasi, milenials harus memahami, dan memilah kebutuhannya berinvestasi,” ungkap Priyanto Budi Nugroho pada acara LPS-FORWADA Discussion Series 2022, yang digelar Forum Wartawan Daerah (FORWADA), bekerjasama dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Opatan Komunika Sejahtera (OK’S Consultant), Rabu (6/7), di D’Kampoeng Resto, Gunung Putri, Bogor.
Priyanto Budi menambahkan, hak dan kewajiban harus dibaca pelan-pelan, sebelum mengambil keputusan ketika hendak berinvestasi. Misalnya, menyimpan di bank harus diketahui apakah bank dimaksud dijamin oleh LPS, dengan kriteria nasabah harus tercatat di bank, tingkat bunga tidak melebihi yang diumumkan LPS. Masing-masing untuk simpanan di bank umum Rupiah tingkat bunganya 3,5 persen, Valas 0,25 persen dan bunga Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 6 persen.
Ia mengaku,selama ini pergerakan ekonomi di tanah air masih bertumpu pada aktivitas penyaluran kredit perbankan. Harapannya, dengan berinvestasi milenials bisa ikut berperan dalam menopang penyaluran kredit dalam menjaga pertumbuhan ekonomi.
“Sangat disadari, dalam kondisi ekonomi yang fluktuatif saat ini berat buat Indonesia, tetap dapat menjaga pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen bahkan lebih tinggi,”tuturnya.
Mengiungat kata Priyanto Budi, kondisi sosial politik di tingkat global hingga kini masih berdampak bersar terhadap laju pertumbuhan ekonomi domestik. Karena itu, peran investor ritel maupun milenial menjadi sangat penting dalam meredam tekanan global tersebut. Apalagi kondisi kurs rupiah yang sudah sangat tertekan pada angka psikologis menedekati Rp15 ribu per dolar Amerika, kemudian imbal hasil obligasi 10 tahun diatas 7,6 persen, perlu diimbangi dengan pasar keuangan nonbank seperti pasar modal.
“Peran investor ritel maupun milenial akan menjadi penting disaat seperti sekarang ini,” imbuhnya.
Sesuai data LPS per Mei 2022, lanjut dia, investor pasar modal Indonesia secara demografi didominasi kelompok umur dibawah 30 tahun – generasi milenial dan generasi setelahnya – yang hampir 60 persen atau tepatnya 59,8 persen dari total penduduk di tanah air.
“Investor kelompok ini terbilang cukup besar, meski dana yang diinvestasikan relatif masih kecil, yaitu sekitar Rp53,77 triliun. Sementara, jumlah invesatasi yang berasal dari invesotor dengan rentang usia 60 tahun yang mencapai 27,5 persen atau sebesar Rp553 triliun,” papar Priyanto Budi.
Priyanto Budi mengingatkan, meski banyaknya investor di usia muda ini menunjukan generasi milenial di Indonesia mulai melek investasi, namun harus tetap waspada. Keinginan berinvestasi juga harus dibarengi dengan pemahaman terhadap karakteristik produk, agar pemilihan produk keuangan bisa lebih tepat.
“Kita harus melihat siapa penyelenggara investasi, berizin atau tidak, minimal itu. Sehingga para milenial bisa terhindar dari investasi bodong,” ujar Budi.
Dalam kesempatan tersebut, Priyanto Budi juga memberikan beberapa tips menabung dan berinvestasi yang tepat. Pertama, pangkas pengeluaran yang tidak perlu. Kedua, sisihkan untuk menabung di awal bulan dan ketiga, sebisa mungkin pisahkan rekening sesuai kebutuhan. Tetapi disitu juga para melenial harus bisa disiplin mengelola, paling tidak dua rekening tadi.
Sedangkan tips berinvestasi, Budi menuturkan, pertama para milenial harus mengenali kebutuhan dan kemampuan. Kedua, kenali produk dan jasa keuangan. Ketiga, kenali manfaat dan resiko. Keempat, kenali hak dan kewajiban.
Tidak Instan
Pada kesempatan yang sama, Prita Hapsari Ghozie, pakar perencana keuangan mengugkapkan bebarapa kesalah mindset kaum milenial atau Gen Z tentang investasi.
Menurut Prita Hapsari, investasi tidak se-instan yang digambarkan di media sosial.Pertama, sesorang baru melakukan finalcial planing setelah dia kaya. “Kita tidak perlu menuggu kaya untuk melakukan perencanaan keuangan, malahan kalau kita belum kaya itulah maka kita butuh perencanaan agar saat kita dapat uang kita bisa betul-betul pergunakan untuk hal-hal yang kita butuhkan,” ujarnya.
Kedua, dengan melakukan perencanaan keuangan itu tidak menjadikan kita auto kaya atau kaya mendadak. “Ini banyak banget salah kaprahnya. Karena paparan media sosial melihat ada orang berusia muda sudah punya ini, itu dan membuat kita ingin meniru. Jadi investasi supaya kita kaya,” terangnya.
Untuk itu Prita mengingatkan, investasi perlu ada modal dan harus dikelola dengan baik. Terakhir adalah bila penghasilan kita bertambah, pastikan gaya hidup anda terkendali. Karena biasanya mindset millenial jika penghasilan bertambah gaya hidup kita juga tidak terkendali. “Intinya jika penghasilan bertambah harus bisa mengendalikan diri,” jelas dia.
Sementara Setiawan Loekman, Head of Marketing Esta Kapital Fintek membeberkan 4 tips dalam berinvestasi bagi para milenial, pertama mulailah investasi dengan yang mudah, kedua mulailah investasi sekarang, dan ketiga be enterpreneurship.
“Banyak millenal menunda moment untuk berinvestasi dengan berbagai alasan, dalam investasi ada kata-kata bijak, don’t wait for the perpect moment,” ungkapnya.
M. Gali Ade Nofrans, CEO Epic Property dikesempatan yang sama, menyoroti minat milenial dalam memilih investasi dibidang properti. Diakui, investasi properti memang bisa jadi bukan pilihan utama namun sangat bagi masa depan mereka.
“Investasi di properti harus dimulai dari sekarang, karena harga properti akan terus naik, jika anda menunda katakan sampai 5 tahun kedepan, propert tidak akan terbeli,” pungkasnya. (Rabiatun)