JAKARTA — MARITIM : Seiring perkembangan teknologi dan inovasi dekade terakhir sistem pembayaran berubah signifikan, begitu juga perspektif pembayaran lintas negara yang jadi lebih efisien. Namun, masih terdapat tantangan pembayaran lintas negara seperti berbiaya tinggi, cenderung lambat, akses terbatas, dan kurangnya transparansi.
Dengan demikian, menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, diperlukan berbagai terobosan baik di sisi teknologi maupun regulasi serta penguatan kerja sama antar negara perlu diperkuat untuk ekonomi digital yang lebih inklusif. Hal ini akan memberikan manfaat secara luas kepada masyarakat, negara, dan industri.
“Dalam mewujudkan, interopabilitas interoperabilitas yang dicapai melalui kerja sama lintas batas internasional perlu diperkuat di tengah peningkatan digitalisasi ekonomi dan keuangan, termasuk percepatan digitalisasi menuju inklusi ekonomi-keuangan, remitansi, perdagangan ritel, dan UMKM,” kata Perry dalam seminar “Cross Border Payment” yang menghadirkan 5 gubernur bank sentral manca negara di kawasan ASEAN.
Perhelatan ini merupakan rangkaian FEKDI hari keempat sebagai side event rangkaian G20 Finance Track: Finance and Central Bank Deputies (FCBD) dan 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) di Nusa Dua, Bali (14/7).
Perry mengatakan, sekarang adalah masa depan digitalisasi pembayaran. Digitalisasi ekonomi dan keuangan. Itu sudah menjadi inisiatif global, dan seluruh anggota G20 dan Financial Supervisory Board (FSB) telah sepakat memperkuat dan memprioritaskan pembayaran lintas batas. Pada Presidensi G20 Saudi Arabia 2020, telah disepakati untuk disusunnya Roadmap pembayaran lintas batas G20 untuk mengatasi tantangan yang dihadapi dan menjadi panduan untuk mengembangkan konektivitas pembayaran. Pada Presidensi G20 Indonesia 2022, digitalisasi pembayaran dan pembayaran lintas batas menjadi salah satu agenda prioritas, dan G20 bersama FSB bersepakat untuk meningkatkan inisiatif lintas batas hingga 2027.
“Inisiatif interlinking sistem pembayaran dibangun secara komprehensif termasuk harmonisasi protokol pertukaran data, dan pemantauan hasil implementasi roadmap tersebut, “pungkas Gubernur Perry.
Sejalan dengan itu lanjutnya, beberapa negara di ASEAN telah memiliki inisiatif kerjasama bilateral untuk layanan pembayaran menggunakan QR code dan fast payment, dimana setelmen transaksi tersebut menggunakan mekanisme local currency settlement (LCS).
“Ke depan, BI melihat konektivitas pembayaran ASEAN yang saat ini masih bersifat bilateral, dapat diperluas menjadi multirateral sebagai bagian dari upaya penguatan integrasi ekonomi di kawasan. Kolaborasi merupakan tonggak penting dalam inisiatif yang dilakukan dalam mendorong pemulihan ekonomi dan integrasi keuangan bagi kemanfaatan masyarakat khususnya UMKM, pekerja migran, turis hingga seluruh lapisan masyarakat,”ujarnya.
Diskusi turut menghadirkan Gubernur Bank Sentral Arab Saudi, Fahad Almubarak, Ketua Committee on Payments and Market Infrastructure (CPMI) sekaligus sebagai Wakil Ketua Financial Stability Board (FSB) Cross Border Payments Coordination Group, Sir Jon Cunliffe. Dalam seminar ini juga hadir beberapa gubernur bank sentral ASEAN, yaitu Deputi Gubernur Bank Sentral Thailand, Ronadol Numnoda, Managing Director Monetary Authority of Singapore, Ravi Menon, Gubernur Bank Negara Malaysia, Nor Shamsiah binti Mohd Yunus, dan Gubernur Bank Sentral Filipina, Felipe Medalla.(Rabiatun)