MoU Diteken, Kemenperin Fasilitasi Industri Serap Garam Lokal Lebih dari 1 Juta Ton

Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita (kedua kiri) didampingi Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito (kiri) menyaksikan Penandatanganan Nota Kesepahaman Penyerapan Garam Lokal antara Industri Pengolah Garam dengan Petani/Petambak Garam Tahun 2022

JAKARTA-MARITIM : Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berperan aktif meningkatkan penyerapan garam lokal. Upaya yang telah dilakukan, antara lain melalui fasilitasi kerja sama antara industri pengolah garam dengan petani atau petambak garam di tanah air.

“Terkait itu, kami hari ini mengumpulkan sejumlah perusahaan industri pengolah garam dan para petani, petambak, kelompok atau koperasi petani garam, melakukan penandatanganan nota kesepahaman dalam penyerapan garam lokal tahun 2022,” kata Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta, Jumat (5/8)

Penandatanganan penyerapan garam lokal diwakili 7 industri pengolahan garam dari total 15 industri pengolahan garam yang akan melakukan penyerapan garam lokal dari 27 orang perwakilan petani atau petambak garam.

Di samping itu, garam lokal juga diserap langsung melalui industri kecil dan menengah (IKM) yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Sinergi ini merupakan salah satu bukti konkret bahwa Kemenperin dan pelaku industri turut mendukung kesejahteraan petani dan petambak garam dalam negeri, yang diyakini akan mendukung pertumbuhan ekonomi, utamanya pada sektor industri sebagai komponen bahan baku dan penolong industri hilirnya serta dalam mendukung ketahanan pangan nasional.

Menperin mengatakan, tahun ini rencana penyerapan garam lokal oleh industri pengolahan garam skala menengah dan besar adalah sebesar 1.050.000 ton dari beberapa wilayah sentra produksi garam di seluruh Indonesia di luar yang diserap langsung oleh IKM.

Sementara total penyerapan garam lokal yang telah dilakukan oleh industri, untuk garam lokal produksi tahun 2021, telah mencapai 767.611 ton. Hal ini mempertimbangkan ketersediaan produksi hasil panen 2021 yang juga mengalami penurunan karena kondisi cuaca, serta dampak pandemi Covid-19, yang berpengaruh terhadap pasar garam konsumsi, terutama untuk hotel, restoran dan katering (horeka).

“Kerja sama antara industri dengan petani garam tidak hanya sampai pada penyerapan garam produksi lokal saja, tapi komitmen industri pengolahan garam melalui Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) untuk membantu petani garam dalam hal peningkatan kualitas garam produksi dalam negeri,” papar Agus.

Dijelaskan, garam merupakan komoditas strategis yang penggunaannya sangat luas, mulai dari sektor konsumsi baik rumah tangga maupun komersial (horeka), hingga sektor industri meliputi industri aneka pangan (porduksi mi instan, biskuit, bumbu-bumbuan, makanan ringan, dan produk aneka pangan lainnya), industri farmasi (cairan infus, cairan hemodialisa, dan obat-obatan lainnya), industri tekstil dan penyamakan kulit, industri klor alkali (petrokimia dan pulp kertas), bahkan untuk water treatment di industri dan pengeboran minyak.

“Beberapa jenis garam untuk kebutuhan industri sudah dirumuskan standarnya melalui SNI. Selain itu, sejumlah sektor industri, seperti industri klor alkali (CAP), industri farmasi dan kosmetik, serta industri aneka pangan membutuhkan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong dengan spesfikasi yang cukup tinggi, baik dari sisi minimum kandungan NaCl yang di atas 97% maupun cemaran logam dan kadar Ca maupun Mg yang dipersyaratkan cukup rendah,” ungkapnya.

Menperin menyebutkan, kebutuhan garam nasional tahun 2022 berdasarkan Neraca Garam, yakni sebesar 4,5 juta ton yang terdiri atas kebutuhan industri pengolahan sebesar 3,7 juta ton dan konsumsi 800 ribu ton baik untuk rumah tangga maupun komersial.

Kebutuhan garam dalam kuantitas yang besar, seperti untuk sektor industri CAP, membutuhkan kepastian pasokan dan kontinuitas sesuai dengan waktu produksi yang telah dijadwalkan agar dapat memastikan ketersediaan produk di pasar.

Jaga pasokan industri

Seluruh industri yang butuh impor garam mengajukan permohonan melalui Sistem Nasional Neraca Komoditas (SNANK). Karena impor garam diatur sangat ketat oleh pemerintah. Permohonan kemudian diverifikasi oleh Kemenperin melalui lembaga verifikasi independen. Selanjutnya, hasil verifikasi ini dibahas melalui rapat koordinasi.

Impor garam untuk keperluan industri hanya dapat diimpor oleh API-P (Importir Produsen). Untuk sektor industri CAP dan farmasi kosmetik, garam diimpor oleh industri penggunanya langsung. Sedangkan untuk sektor industri aneka pangan, garam diimpor oleh industri pengolahan garam berupa garam krosok, yang diolah menjadi garam halus atau garam jadi sesuai spesifikasi industri makanan dan minuman yang membutuhkan sebagai bahan baku atau bahan penolong.

Industri pengolahan garam yang melakukan importasi untuk sektor aneka pangan diwajibkan juga untuk menyerap garam lokal sebagaimana amanat Permenperin No 34 tahun 2018, yang kemudian diolah menjadi garam konsumsi atau garam industri yang dapat menggunakan bahan baku lokal.

Garam impor saat ini hanya digunakan untuk 3 sektor industri, yaitu industri CAP (klor alkali plant), farmasi dan kosmetik, serta aneka pangan, yang memerlukan kualitas garam industri cukup tinggi. Tidak hanya kandungan NaCl minimum 97%, tapi juga impuritas yang rendah. (Muhammad Raya)

Related posts