JAKARTA, MARITIM : Pemanduan dan penundaan kapal merupakan salah satu aspek penting dalam pelayaran dan kepelabuhanan. Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus berupaya mewujudkan keselamatan dan keamanan pelayaran, perlindungan lingkungan maritim, serta kelancaran berlalu lintas di wilayah perairan Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menetapkan wilayah perairan tertentu sebagai perairan pandu.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Arif Toha mengatakan, berdasarkan pada variasi karakteristik perairan dan tingkat kesulitan berlayar, Pemerintah telah menetapkan 160 wilayah perairan di Indonesia sebagai perairan pandu, yang terdiri dari 34 Perairan Wajib Pandu Kelas I, 33 Perairan Wajib Pandu Kelas II, dan 30 wilayah Perairan Wajib Pandu Kelas III, serta sebanyak 63 Perairan Pandu Luar Biasa.
“Tidak menutup kemungkinan jumlah tersebut akan terus bergerak dinamis, mengingat secara berkesinambungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus melakukan review dan evaluasi terhadap perairan pandu eksisting, sekaligus mengidentifikasi proyeksi kebutuhan penetapan perairan pandu di masa yang akan datang,” Ujar Dirjen Perhubungan Laut, Arif Tpha pada saat membuka diskusi Pemanduan dan Penundaan Keselamatan atau Bisnis, yang diselenggarakan Ocean Week bekerjasama dengan INAMPA, di Jakarta Utara, Selasa (9/8).
Sementara itu sejak tahun 1971 hingga saat ini, Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah mencetak Tenaga Pandu sebanyak 1.769 orang dan hanya sebanyak 1.086 orang saja yang tercatat masih aktif sebagai Pandu, hal ini mengacu pada data pandu yang secara berkala melakukan pengukuhan (endorsement) sertifikat sampai dengan bulan Juli 2022.
Selain untuk memperkuat SDM, pelaksanaan pemanduan dan penundaan kapal juga harus didukung dengan Sarana Bantu dan Prasarana Pemanduan yang memadai dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan regulasi.
“Jumlah ketersediaan sarana bantu dan prasarana pemanduan yang digunakan oleh BUP/Pengelola Tersus dalam pelayanan pemanduan dan penundaan kapal yang tercatat saat ini adalah sebanyak 300 unit Kapal Tunda, 150 unit Kapal Pandu, 35 unit Kapal Kepil dan 115 Unit Stasiun Pandu,” kata Dirjen Arif.
Penyelenggaraan pemanduan dan penundaan kapal merupakan kewenangan Pemerintah, namun Pemerintah dapat bekerjasama atau memberikan pelimpahan kewenangan tersebut kepada Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dan Pengelola Terminal Khusus yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 57 Tahun 2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal.
“Dalam Peraturan Menteri Perhubungan tersebut bahwa para petugas pandu memiliki peran penting dalam pemberian bantuan, saran, dan informasi kepada nakhoda tentang keadaan perairan setempat, agar navigasi pelayaran dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib, dan lancar sehingga keselamatan pelayaran dapat terwujud,” ungkapnya.
Petugas Pandu harus mampu memberikan pelayanan secara optimal dan profesional sehingga mampu menjamin keamanan dan keselamatan bagi kapal-kapal yang berlayar di seluruh perairan Indonesia.
Dalam diskusi tersebut, para pembicara yang terdiri dari Capt. Yoshua, Kasubdit Pemanduan Penundaan Ditjen Kepelabuhanan, Capt. Zaenal A. Hasibuan (praktisi pelayaran), President INAMPA Pasoroan Herman Harianja, dan Capt. Medi dari PT Pelindo, lebih banyak menyoal berbagai persoalan yang ada dalam implementasi pemanduan penundaan kapal.
“Kalau dari sisi pemerintah, pasti keselamatan menjadi prioritas, tapi jika dilihat dari sisi sebelah kurang tau,” ucap Capt Yoshua.
Masih banyaknya “PR” soal pandu tunda yang terungkap pada acara itu, Capt. Yoshua sepakat untuk terus dilakukan penyempurnaan soal regulasi dengan masukan dari berbagai elemen yang terkait.
Hadir secara tatap muka pada kesempatan ini, antara lain Capt. Bobby Mamahit, mantan Dirjen Hubla, Ketua Umum DPP APBMI Juswandi Kristanto, Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto, kepala OP Tanjung Priok Capt. Wisnu Handoko, GM Regional 2 Tanjung Priok Hadi Safitri, dan para mitra kerja kepelabuhanan di Priok, serta ratusan pelaku usaha di sektor kemaritiman. (Hbb)