JAKARTA-MARITIM: Percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sebagai produk hukum (undang-undang) dapat menjadi landasan dalam mengatur dan mengelola permasalahan bidang ketenagakerjaan. Terutama dalam melindungi para pekerja domestik atau PRT di Indonesia yang jumlahnya mencapai 4,2 juta orang.
“Percepatan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT ini penting, sebagai payung hukum untuk melindungi pekerja rumah tangga. Dengan lahirnya UU PPRT ini kita ingin persoalan-persoalan terkait pekerja domestik ini bisa kita selesaikan dan memiliki dasar hukum yang sangat jelas,” kata Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi dalam diskusi bersama Pemerintah, DPR, CSO, dan Media Terkait RUU PPRT di ruang Tridarma Kemnaker, Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Anwar Sanusi berpendapat harus ada kejelasan hukum yang dapat dijadikan pondasi untuk menyelesaikan persoalan dan memberikan perlindungan bagi PRT. Dari sisi proses, usulan hingga saat ini telah melalui proses panjang, yakni 18 tahun. Dinamika RUU PPRT ini pun kembali meningkat, dengan semakin gencarnya masyarakat sipil menuntut percepatan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT, serta kembali masuknya RUU PPRT ke dalam Prolegnas Prioritas 2022.
“Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendukung RUU PPRT ini agar bisa menjadi UU. Berbicara pekerja domestik yang bekerja di luar negeri, kita selalu mengedepankan kata perlindungan sebagai bagian yang memang tidak terpisahkan dari PMI sektor domestik. Kita ingin perlindungan ini betul-betul jelas kepada mereka yang bekerja pada sektor domestik ini,” ujar Anwar Sanusi.
Sementara Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan urgensi keberadaan UU PPRT untuk melindungi para pekerja rumah tangga. “Urgensi dari RUU PPRT ini sebenarnya hanya ada dua. Pertama adalah suatu recognize, suatu pengakuan terhadap pekerja rumah tangga, dan kedua yang terpenting adalah perlindungan terhadap PRT itu sendiri,” katanya.
“Mari kita dorong RUU PPRT menjadi ikhtiar bersama untuk melindungi hak asasi manusia pekerja rumah tangga. KSP apresiasi kekompakan langkah Pemerintah, DPR dan CSO. Semoga kita bisa mengulang kesuksesan menggoalkan UU TPKS,” tambah Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V Kantor Staf Presiden.
Seorang PRT yang hadir dalam press briefing, Yuni, menegaskan, RUU PPRT merupakan bentuk pengakuan dan pelindungan terhadap perempuan pekerja. Secara luas, UU PPRT juga ditujukan untuk membangun situasi dan hubungan kerja yang saling memanusiakan, mendukung dan melindungi antara sesama warga sebagai PRT dan pemberi pekerja.
“Harapan kami, pimpinan DPR dan Presiden memberi langkah baik untuk mengesahkan RUU PPRT yang sudah 18 tahun di DPR RI,” ujarnya.
Gugus tugas percepatan RUU PPRT dibentuk KSP yang beranggotakan 8 kementerian/lembaga terkait. Antara lain Kantor Staf Presiden, Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, Polri, dan Kejaksaan Agung.
Gugus tugas akan fokus pada strategi politik, pengembangan substansi, serta pengelolaan diseminasi komunikasi publik dan diseminasi informasi, dengan kerangka waktu kerja hingga 31 Desember 2022. (Purwanto).