Industri Rokok Elektrik Bakal Ramai dengan Tambahan 2 Investor Baru

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Edy Sutopo saat foto bersama dgn pembicara Ketua APPNINDO Teguh B Ariwibowo, General Manager RELX Indonesia Yudhistira Eka Saputra dan Ketua Umum KONVO Hokkop TI Situngkir

JAKARTA-MARITIM : Rokok dari tembakau, kini perlahan-lahan tapi pasti mulai tergeser oleh rokok elektrik, atau yang biasa disebut vape. Saat ini, kawula muda di Tanah Air meyakini, bahwa vape memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah ketimbang rokok konvensional. Maka dari itu tak heran industri vape di Indonesia mulai berkembang akhir-akhir ini. Bahkan diprediksi, pasaran vape juga akan semakin meningkat dalam waktu beberapa tahun ke depan ini.

Sinyal positif tersebut setidaknya diungkapkan oleh 4 narasumber saat Forum Wartawan Industri (Forwin) menggelar diskusi bertema “Standardisasi Kualitas Produk Rokok Elektrik untuk Keamanan Konsumen”, di Jakarta, Kamis (3/11).

Keempat narasumber tersebut Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar, Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo, Ketua Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPNINDO), Teguh Basuki Ariwibowo, General Manager RELX Indonesia, Yudhistira Eka Saputra dan Ketua Umum Konsumen Vape Berorganisasi (KONVO) Hokkop TI Situngkir.

Menurut Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar, Edy Sutopo, setidaknya ada 10 perusahaan yang telah melakukan penjajakan untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Namun baru 2 perusahaan yang menyatakan siap akan berinvestasi di Indonesia.

“Kedua perusahaan itu Philip Morris group dan Bentoel group. Kedua group ini sudah menyatakan niatnya untuk berinvestasi di Indonesia sedangkan sisanya baru melakukan penjajakan kepada kami,” ungkap Edy.

Ditambahkan, yang relatif pasti adalah kedua group tersebut, sementara yang lainnya masih melakukan penjajakan. Artinya, masih melihat bagaimana regulasi-regulasinya di Indonesia, dan mereka masih mempertimbangkan.

Ketua APPNINDO, Teguh B Ariwibowo menambahkan, pihaknya optimis bisnis rokok elektrik akan tumbuh positif di Indonesia. Hal itu bisa terlihat dari penyerapan jumlah tenaga kerja dan target penerimaan cukai pada 2022 ini.

Sedangkan General Manager RELX Indonesia, Yudhistira Eka Saputra, menjelaskan dengan jumlah penduduk yang cukup besar, Indonesia merupakan pasar yang menarik bagi industri rokok elektrik.

“Jika aturannya cocok, Indonesia sangat tepat untuk dijadikan tempat berinvestasi,” ungkapnya.

Data Kemenperin menyebutkan, industri rokok elektrik (REL) dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) di Indonesia mampu menyerap 50 ribu tenaga kerja, dengan jumlah pengecer mencapai 5.000 orang, distributor/importir 150 orang, produsen liquid mencapai 300 orang, hingga produsen alat dan aksesoris lainnya mencapai 100 orang.

Walaupun terus mendorong industri ini terus tumbuh, Edy mengatakan, pemerintah tetap berhati-hati pada produk yang dihasilkan.

“Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan pengendalian dan pengawasan. Ini kita coba memberikan keseimbangan dengan kementerian terkait. Dari satu sisi kita bisa mendapat manfaat ekonomi, dan di sisi lain kita perlu melakukan pengendalian karena dampak dari kesehatan tersebut,” paparnya.

Hal lain, salah satu kebijakan atau aturan yang telah diterapkan pemerintah untuk menarik minat investor rokok elektrik terbitnya SNI rokok elektrik. Sebagai bukti pengakuan pemerintah terhadap keberadaan industri rokok elektrik di dalam negeri.

Adapun poin-poin yang ada dalam SNI itu dibuat pemerintah dengan mengacu pada kebijakan yang diambil negara-negara yang telah sukses dalam menangani industri rokok elektrik, seperti Inggris. (Muhammad Raya)

Related posts