SURABAYA – MARITIM: Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Hadi Tjahjanto kamis lalu meninjau tiga lokasi yang sejak waktu lama menjadi masalah cukup “panas” di Kota Surabaya,.Hadi Tjahjanto yang didampingi Wamen ATR Raja Juli Antoni meninjau lokasi yang jadi sengketa antara warga dengan PT KAI, lokasi berstatus sertifikat hijau atau “Surat Ijo” dan lokasi sengketa warga dengan PT Pelindo III.
Di lokasi pertama di lingungan Waringin Kelurahan Sawunggaling, Kecamatan Wonokromo, Hadi Tjahjanto sempat berbincang dengan warga setempat. Hadi mengatakan, pihaknya akan berdiskusi dengan PT KAI untuk mencari solusi yang terbaik bagi masyarakat agar memiliki kepastian hukum dengan tinggal di wilayah itu. Ucapnya: “Akan kita tawarkan solusi-solusi apa saja. Kalau kita melihat secara fisik, semuanya sudah padat penduduk, gang nya sempit semua. Rumahnya juga sempit 20 meter, ada yang luasnya 3×3 meter,”.
Mantan Panglima TNI itu minta agar masyarakat berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar persoalan itu bisa diselesaikan. Katanya: “Ini butuh waktu. Yang penting menteri sudah tahu permasalahannya di sini, sehingga kalau Pak Presiden menanyakan, saya bisa melaporkan kondisi di lapangan. Kita akan lihat semuanya. Berdoa terus ya agar ada solusi dan petunjuk dari yang kuasa,”.
Di lokasi kedua, Hadi Tjahjanto meninjau lokasi warga yang menempati lahan berstatus “Surat Ijo”. Di lokasi ini, Hadi tak berlama-lama dan langsung meninjau pemukiman warga Tanjung Perak yang bersengketa dengan PT Pelindo III.
“Kita lihat sendiri ya, ini adalah wilayah Pelindo yang di atasnya ada warga masyarakat yang kita lihat sudah padat sekali. Oleh sebab itu, saya ingin melihat secara langsung bagaimana kondisi di lapangan dan kita bisa melihat sendiri seperti ini,” kata Hadi.
Dia memberikan solusi-solusi yang dapat diambil oleh kedua belah pihak.
Pertama, harus dibicarakan apakah mereka bisa diberi sertifikat hak milik. Kedua, solusi memberikan HGB di atas Hak Pengelola Lain (HPL) yang apabila ini masuk dalam kekayaan atau aset BUMN yang tak bisa diberi kepada masyarakat. Ketiga, apabila wilayah ini akan dilaksanakan pembangunan oleh Pelindo, maka masyarakat harus direlokasi.
“Tetapi, yang ketiga itu mrtupakan pilihan terakhir karena khawatir ada resistensi,” tuturnya. ***Erick Arhadita