JAKARTA-MARITIM: Kementerian Ketenagakerjaan bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (PPPA), Kantor Staf Presiden serta Kementerian/Lembaga terkait berkomitmen terus berkolaborasi dan kerja sama untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang tak kunjung disahkan selama 19 tahun menjadi undang-undang.
Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker Haiyani Rumondang mengatakan, seluruh pihak harus membangun optimisme bahwa UU PPRT ini mengatur hal-hal yang baik. Bukan hanya untuk PRT, melainkan juga untuk generasi ke depan yang harus dilindungi. Yang terpenting saat ini adalah menyamakan pemahaman atau persepsi, tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan pengesahan RUU PPRT.
“Kemnaker (Pengawas Ketenagakerjaan-red) tak dapat bekerja sendirian. Semua komponen harus digerakkan, termasuk kolega kami di daerah. Dengan komitmen yang baik untuk melindungi salah satu komponen bangsa kita (PRT-red), Insha Allah akan terjadi kesepahaman yang baik,” ujar Dirjen Haiyani Rumondang dalam dialog Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Jakarta, Senin (30/1/2023).
Menurut Haiyani Rumondang, bersama stakeholder pihaknya fokus pada percepatan pembahasan RUU PPRT dengan kembali melihat detil Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang ada. “Selain itu, dilakukan pula uji publik ke masyarakat melalui berbagai penyebaran informasi untuk menyebarluaskan pentingnya regulasi pelindungan PRT dan mengumpulkan respon positif dan substantif dari masyarakat untuk memperkaya draft RUU PPRT yang masuk daftar prolegnas prioritas tahun 2023, untuk segera disahkan,” ujarnya.
Haiyani mengungkapkan, permasalahan PRT saat ini merupakan problem kelembagaan. Saat ini, banyak yang mengatasnamakan Lembaga Perekrutan PRT, namun hanya memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), dan bahkan tidak memiliki NIB. Padahal berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 2021 dan Permenaker Nomor 6 Tahun 2021, Lembaga Penempatan PRT wajib memiliki NIB dan sertifikat standar terverifikasi yang diajukan melalui aplikasi OSS dan Permenaker.
“Penempatan PRT oleh lembaga yang tak berijin inilah yang menimbulkan potensi human trafficking. Di antaranya tak ada perjanjian kerja, perlakuan tak baik dari pemberi kerja, pemotongan gaji, perekrutan pekerja di bawah usia 18 tahun, dan lainnya,” katanya.
Haiyani menambahkan, melalui RUU PPRT ini dan komitmen semua pihak, pemerintah akan memberikan hadiah kepada PRT. “PRT adalah manusia biasa dan akan melahirkan generasi yang dibutuhkan negara untuk menjadi generasi yang kuat dan kokoh karena perlindungan dilakukan secara baik dan benar,” ujarnya. (Purwanto).