JAKARTA-MARITIM : Pertumbuhan industri manufaktur nasional memberi sinyal positif, di mana Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Februari 2023 berada pada fase ekspansif, dengan capaian sebesar 52,32. Konsisten meningkat sejak November 2022. IKI Februari 2023 naik ekspansif cukup signifikan sebesar 0,78 poin dibandingkan Januari 2023.
Peningkatan ini karena ditopang naiknya 16 subsektor sebesar 87,7% terhadap PDB industri pengolahan nonmigas. Empat subsektor mengalami perubahan fase dari kontraksi ke ekspansi, yaitu Pencetakan dan Reproduksi Rekaman, Karet, Barang dari Karet dan Plastik, Barang Galian Bukan Logam, dan Komputer, Barang Elektronik dan Optik.
“Angka IKI naik konsisten empat bulan terakhir, yang menandakan prospek pertumbuhan industri pengolahan dalam negeri pada 2023 terus terjaga, meski perlambatan pertumbuhan perekonomian global,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, saat rilis IKI Februari 2023, di Jakarta, Selasa (28/2).
IKI dibentuk oleh tiga variable, yaitu pesanan baru, produksi dan persediaan produk. Naiknya IKI terjadi pada seluruh variabel pembentuk IKI dan utamanya masih didominasi oleh pesanan domestik. Variabel Pesanan Baru meningkat dari 51,14 menjadi 52,81, variabel Produksi meningkat dari 50,35 menjadi 51,37, dan variabel Persediaan Produk menurun dari 54,34 pada Januari 2023 menjadi 52,51 pada Februari 2023. Penurunan ini menandakan produk-produk manufaktur hasil produksi sudah didistribusikan ke pasar.
Selain itu, terdapat 47,1% pelaku usaha menyatakan kondisi kegiatan usahanya stabil dan sebanyak 29,0% pelaku usaha menyatakan kondisi kegiatan usahanya meningkat. IKI juga menggambarkan optimisme berusaha para pelaku usaha dalam enam bulan ke depan (Maret-Agustus 2023).
Menurutnya, sebanyak 89,2% pelaku usaha menyatakan optimis dan stabil terhadap kondisi usaha enam bulan ke depan, di mana angka ini konsisten meningkat sejak November 2022. Optimisme pelaku usaha didorong pasar akan membaik karena kebijakan pemerintah pusat lebih baik. Meski perekonomian global pada 2023 diperkirakan melambat. Sedang pesimisme pelaku usaha turun dari 13,60% pada Januari 2023 menjadi 10,81% pada Februari 2023.
Industri kontraktif dan Ekspansif
Sementara Dirjen Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, mengatakan jika dilihat secara subsektor, hampir seluruh subsektor binaan Industri Agro mengalami ekspansi, kecuali industri kayu dan industri furnitur. Bahkan, industri makanan dan minuman mengalami kenaikan signifikan.
“Salah satu faktor pendukung kenaikan itu adalah aktivitas ekonomi yang sudah berjalan normal setelah pandemi. Kinerja industri makanan dan minuman mulai meningkat, dan optimisme pelaku usaha sangat bagus. Apalagi akan segera menyiapkan bulan Ramadan. Di samping itu, industri mamin juga sudah mulai merasakan pesanan dari pesta demokrasi, selain industri percetakan,” ujar Putu Juli.
Dikatakan, meski industri kayu dan furnitur mengalami kontraksi, tapi mengalami kenaikan nilai IKI. Sebagian besar adalah produk ekspor dengan didominasi negara tujuan Amerika dan Eropa, yang pertumbuhan ekonominya sedang melambat, di mana importir masih bersikap wait and see.
Hal ini sesuai analisis IKI, 78% perusahaan menyatakan pesanan barunya menurun, karena faktor pesanan luar negeri dan 37% karena pesanan domestik. Selain itu, faktor kesulitan bahan baku, khususnya kayu besar dan rotan yang semakin berkurang dan langka, juga menjadi kendala pengembangan subsektor industri ini.
“Karena itu, kami mendorong diversifikasi negara tujuan ekspor furnitur ke India, Timur Tengah, China, dan ASEAN. Dengan peralihan tujuan ekspor, pemerintah juga mendorong pasar dalam negeri, dengan memaksimalkan penggunaan produk dalam negeri di perkantoran dan sekolah,” ungkap Putu.
Di sektor lain, Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Yan Sibarang, mengatakan kontraksi yang terjadi pada subsektor jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan terkait erat dengan belum banyaknya pesanan di awal tahun.
Sementara di subsektor industri tekstil, pakaian jadi dan alas kaki yang mengalami kontraksi akibat kondisi stagnasi ekonomi dan inflasi di negara mitra utama ekspor. Menurut Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki, Adie Rochmanto Pandiangan, pihaknya berupaya melakukan perluasan pasar luar negeri, dengan percepatan pelaksanaan perjanjian IEU-CEPA.
Selain itu, dilakukan koordinasi lebih lanjut dengan Kemenko Perekonomian terkait masalah impor ilegal dan peningkatan pengawasan barang impor sampai ke pelabuhan terkecil, penyusunan lartas untuk produk TPT, serta mengusulkan penambahan pasal kewajiban pelaku usaha mencantumkan nomor registrasi barang K3L dan NPB atau SNI pada tampilan perdagangan elektroniknya. Untuk produk TPT dan Alas Kaki yang dikenakan kewajiban Peraturan Menteri Perdagangan 26/2021. Kemenperin juga berupaya melaksanakan kembali Program Restrukturisasi mesin/peralatan tahun 2023 dan pemberian insentif bahan baku industri TPT.
Subsektor pengolahan lainnya juga mengalami kontraksi, seperti dikatakan Direktur Industri Aneka dan Industri Kecil dan Menengah Kimia, Sandang, dan Kerajinan, Ni Nyoman Ambareny, Kemenperin mengupayakan kerja sama pasar ekspor dengan ITPC untuk perluasan pasar ke China, India, ASEAN serta melakukan promosi di dalam negeri dan luar negeri.
Mrnurutnya, industri pengolahan lainnya menghasilkan produk hilir, seperti industri perhiasan, alat musik, mainan, serta rambut dan bulu mata palsu, yang tergantung pada daya beli masyarakat. Sehingga upaya yang dilakukan Kemenperin adalah dengan mendukung pameran untuk menstimulasi pembelian. Sedangkan untuk industri perhiasan, kondisi saat ini terjadi penurunan daya beli akibat kenaikan harga emas. Untuk industri yang mengalami serangan impor yang besar seperti industri mainan, Kemenperin berupaya dengan menggalakkan SNI wajib. (Muhammad Raya)