Kerek Kapasitas Produksi, UPTD Penyamakan Kulit Kota Padang Panjang Berharap Kemenperin Kucurkan DAK 2023

Kepala UPTD Pengolahan Kulit Kota Padang Panjang Thoriyan Sabri tengah menunjuk drum penyamakan kulit yang busuk/rusak disaksikan Humas Ditjen IKMA Kemenperin Urwah Wali Aufi

PADANG PANJANG-MARITIM : Silaing Bawah, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat (Sumbar), telah lama dikenal sebagai penghasil bahan baku kulit dan ketersediaan bahan mentah untuk produksi kulit yang cukup tinggi.

Kegiatan di bidang industri kulit — mulai dari bahan baku, penyamakan, dan industri barang jadi kulit — telah lama dilakukan oleh masyarakat setempat. Berawal dari daerah Silaing Bawah — sesuatu hal yang tidak dimiliki oleh daerah lainnya — wilayah ini menjadi penghasil dan pemasok produk kerajinan industri kulit ternama di Indonesia. Persisnya, sejak 1996.

Read More

Apalagi, kulit sapi dan kambing asal daerah ini, setara kualitasnya dengan kulit sapi dari Jawa. Termasuk kategori kulit mentah terbaik di dunia. Sehingga boleh jadi inilah satu-satunya unit pelaksana teknis daerah (UPTD) yang berada di Sumatera yang melakukan jasa teknis penyamakan kulit bagi para perajinnya.

Silaing Bawah, Kota Padang Panjang, dengan UPTD Pengolahan Kulit, berada di bawah binaan Dinas Perdagangan Koperasi UKM Kota Padang Panjang, Sumbar.

Kini, kondisi UPTD ini mulai bangkit setelah pandemi Covid-19 melandai. Pasalnya, kejayaan berbagai kegiatan pengolahan kulit di masa lalu sudah mulai terungkap lagi, setidaknya sampai dengan dikunjungi oleh Humas Ditjen Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Urwah Wali Aufi bersama wartawan pada Kamis (16/3) pekan lalu.

Tapi ada yang aneh dan janggal di sini. Yaitu Kantor UPTD Pengolahan Kulit Kota Padang Panjang — yang sebenarnya “bertetangga” dengan UPTD RPH Kota Padang Panjang — namun mereka tidak saling kenal. Si pemilik sapi bahkan tidak mengolah kulit sapinya di tetangga sebelahnya. Padahal, kedua kantor tersebut berdomisili di jalan yang sama — yaitu di Jalan RPH.

Pengakuan Kepala UPTD Pengolahan Kulit Kota Padang Panjang, Thoriyan Sabri, pihaknya sampai sekarang tidak tahu sama sekali dibawa ke mana kulit-kulit hasil pemotongan sapi tersebut.

“Karena kami tidak pernah menerima dan mengolah kulit sapi dari RPH tersebut. Kami juga tidak tahu dibawa ke mana kulit sapi yang sudah dipotong tersebut,” ungkapnya.

Dapat dilaporkan oleh wartawan tabloidmaritim.com bahwa kondisi UPTD Pengolahan Kulit Kota Padang Panjang saat pandemi Covid-19 kondisinya sangat memprihatinkan. Bahkan, ada niatan dari pihak pengelola agar ditutup saja, karena ketiadaan order selama 2 tahun. Belum lagi drum penyamakan kulit yang lapuk, karena tidak terpakai — drum ini semakin sering digunakan akan semakin awet barangnya.

“Sepanjang pandemi Covid-19, kami tidak dapat beroperasi selama 2 tahun, sehingga beberapa mesin dan peralatan produksi rusak dan memerlukan penggantian segera,” ungkap Thoriyan, yang akrab disapa Riyan, saat menjawab pertanyaan wartawan di ruang kerjanya.

Menurutnya, beberapa mesin yang rusak tersebut di antaranya drum penyamakan yang terbuat dari kayu dan mesin fleshing, yang diberikan oleh Kemenperin. Di mana pisau pemotong kulit pada mesin fleshing tersebut sudah mulai tumpul dan tidak tajam lagi.

“Sekarang tinggal 2 dari 8 drum penyamakan kulit yang terpakai sisa yang 6 drum sudah lapuk. Jadi drum itu sebenarnya harus sering dipakai supaya tidak lapuk. Kemenperin pada 2014-2015 sempat memberikan bantuan berupa drum penyamakan pada UPTD ini,” ujarnya.

Kepala UPTD Pengolahan Kulit Kota Padang Panjang Thoriyan Sabri menunjukkan vacuum dryer yang dibeli dari DAK Kemenperin tahun 2018

Ditambahkan, sejauh ini sudah beberapa tahun ke belakang, Kemenperin selalu memberikan bantuan mesin dan peralatan penyamakan kulit sentra pada UPTD Kota Padang Panjang secara rutin. Di mana bentuk bantuan tersebut selalu diperbaharui setiap tahunnya, untuk berbagai jenis mesin, karena memang ada perjanjian antara kedua belah pihak. Namun pada 2018, bantuan langsung mesin ditiadakan lagi dan diganti dengan uang dalam program Dana Alokasi Khusus (DAK).

“Terakhir kami dapat anggaran dari Kemenperin melalui program DAK pada 2018, lalu dibelikan mesin vacuum dryer dari China. Kita yang membelikan mesin tapi uangnya dari DAK Kemenperin,” tutur Riyan.

Pickle

Melandainya Covid-19, UPTD Pengolahan Kulit Kota Padang Panjang kembali menerima order penyamakan kulit sejak Januari 2023 lalu. Order pertama datang dari pengusaha kerajinan kulit asal Kota Padang lalu berlanjut dari seorang pengusaha kerajinan kulit dari Kota Solo.

Pengusaha asal Kota Padang, jelas Riyan, waktu itu membuka order sebanyak 1,5 ton. Di mana bahan kimia disediakan oleh pengusaha tersebut. Pesanannya berupa penyamakan dari kulit mentah hingga finishing.

Sedangkan pengusaha asal Kota Solo memberikan pekerjaan penyamakan hanya sampai pickle (kulit 1/3 jadi). Komunikasi bisnis terjalin berkat pihak UPTD Pengolahan Kulit Kota Padang Panjang mempertemukan pengusaha kulit dari Kota Solo dengan pihak pengepul kulit kambing di Kota Padang Panjang.

“Pengusaha Kota Solo ini rencananya akan berlanjut kerja sama hingga April 2023 mendatang, dengan total pekerjaan mencapai 4 ton. Sementara bahan kimia disiapkan oleh pengusaha Solo tersebut,” kata Riyan, yang menyebutkan, saat ini pihaknya telah mampu berproduksi secara penuh hingga 6 ton, suatu periode emas sejak berdirinya UPTD.

Dijelaskan, pihaknya akan terus berupaya meningkatkan kapasitas produksi UPTD ke depannya, karena permintaan mulai berdatangan hingga saat ini. Artinya, jasa teknis yang diterimanya nanti tidak hanya sekadar sampai pengerjaan pickle, tapi juga bisa sampai finishing.

Hasil jasa teknis pengerjaan dari kedua pengusaha tersebut, UPTD kulit memperoleh PAD sebesar Rp18 juta, masing-masing dari pengusaha Kota Padang sebesar Rp7 juta dan pengusaha Kota Solo sebesar Rp11 juta. Pengusaha Surabaya dan Solo lebih banyak memesan penyamakan hanya sampai pickle saat ini. Karena kulit kambing dan domba sedang jadi tren. Sedangkan kulit sapi tengah turun permintaannya di pasaran.

“Ke depannya, UPTD kulit ini akan terus memacu produksi. Namun hal itu perlu dibarengi dengan dukungan beberapa mesin dan peralatan penyamakan kulit di sentra IKM agar lebih dapat berdaya guna lagi. Kami mengharapkan dukungan dari Kemenperin berupa tambahan 1 unit mesin fleshing dan 2 drum penyamakan kulit ukuran 1 ton,” pinta Riyan, yang bercita-cita ingin menjadikan UPTD ini sebagai badan layanan umum (BLU).

Terkait limbah penyamakan kulit, Riyan mengaku, hasil baku mutunya belum optimal. Karena bakterinya sudah mati semua dan perlu penggantian setiap 6 bulan. Untuk itu, pihaknya selalu melakukan proses pengerjaan limbah pada hari Sabtu dan Minggu, agar tidak mengganggu kegiatan belajar dan mengajar. Mengingat UPTD ini berdekatan dengan SMAN 3 Padang Panjang. (Muhammad Raya)

Related posts