JAKARTA-MARITIM : Dorongan terhadap keuangan berkelanjutan, peran bank sentral negara ASEAN menjadi penting dalam membangun kerangka transisi keuangan hijau, mendorong pengungkapan (disclosure) berkelanjutan, memformulasikan mekanisme kebijakan untuk mencapai tingkat emisi nol, guna mitigasi perubahan iklim. Sekalipun implementasinya menantang, momentum pertemuan ASEAN kali ini, merupakan saat tepat untuk penerapan operasi bisnis yang rendah karbon dan produk serta teknologi rendah emisi.
Demikian mengemuka dalam High Level Seminar: Aligning Policies for Climate Transition, diselenggarakan Bank Indonesia, di Bali (29/3).
Acara ini hadir di sela rangkaian pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (1st AFMGM), mendukung pesan sustainability sebagai salah satu pilar Priorities Economic Deliverables (PEDs) Keketuaan ASEAN Indonesia.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, membuka seminar, diikuti oleh diskusi panel oleh Vice Chairman ASEAN, Standard Chartered Bank, Rino Dono Sepoetro, Deputi Sekjen Financial Stability Board (FSB), Rupert Thorne, Direktur Keuangan United Nations Development Programme (UNDP), Marcos Neto.
Panelis dan partisipan yang terdiri atas delegasi negara ASEAN, akademisi, dan asosiasi bisnis menjadikan seminar ini sebagai wadah untuk bertukar pandangan dan pengalaman dari organisasi internasional maupun praktisi untuk menghadapi tantangan dan berkesempatan mendorong keuangan berkelanjutan.
Dalam sambutannya, Gubernur Perry menekankan pentingnya transisi yang terkelola dengan baik untuk memitigasi risiko ekonomi dan sosial. Hal ini dicapai dengan tiga konsideran yaitu kebijakan yang kuat dari otoritas dan dukungan politik pemerintah, kerangka transisi perubahan iklim yang jelas, dan keberlangsungan modal untuk pembangunan proyek berkarateristik hijau.
Lanjutnya, negara ASEAN yang masing-masing memiliki perbedaan dalam kapasitas dan tantangannya harus memiliki asistensi teknis dalam transisi hijau. Bank sentral berperan bukan hanya untuk mempromosikan keuangan hijau tetapi juga pada tahap implementasinya, terutama pada transisi keuangan.
BI berkomitmen bersama swasta dan pemerintah menuju Sustainable Development Growth (SDG). Implementasinya, BI telah menerapkan sejumlah kebijakan di antaranya insentif likuiditas bagi bank yang menjalankan proyek hijau, asistensi teknis keuangan hijau berbalut loka karya untuk pemerintah daerah, manajemen cadangan devisa yang meliputi portofolio sektor hijau dan sukuk.
Negara ASEAN sendiri dinilai cukup rentan terhadap perubahan iklim, mempertimbangkan di antaranya tingginya risiko bencana alam, ketergantungan terhadap sektor yang sensitif terhadap iklim seperti pertanian dan SDA, dan tingginya populasi dan ekonomi berbasis pesisir. Untuk menangkal berbagai tantangan tersebut, diskusi membahas bagaimana dukungan bank sentral, lembaga internasional dan swasta untuk memperluas penerapan keuangan hijau. (Rabiatun)