JAKARTA-MARITIM : Industri furnitur merupakan salah satu kelompok manufaktur yang tergolong padat karya dan berorientasi ekspor. Karakteristik tersebut menjadikan industri furnitur sebagai kontributor yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Sepanjang tahun 2022, nilai ekspor dari industri furnitur nasional menembus angka US$2,5 miliar, dengan utilisasi sebesar 74,16 persen. Adapun total penyerapan tenaga kerjanya sebanyak 143 ribu orang dari 1.114 perusahaan.
“Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan produktivitas dan daya saing industri furnitur di Indonesia, Kementerian Perindustrian turut berperan dalam penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang terampil sesuai kebutuhan saat ini,” kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin, Masrokhan, di Jakarta, Rabu (3/5).
Melalui salah satu unit pendidikan vokasi yang dimiliki Kemenperin, yakni Politeknik Industri Furniture dan Pengolahan Kayu (Polifurneka) di Kendal, Jawa Tengah, telah mampu mencetak SDM kompeten di bidang furnitur dan pengolahan kayu. Polifurneka memiliki tiga program studi di jenjang Diploma III, yakni Teknik Produksi Furnitur, Desain Furnitur, dan Manajemen Bisnis Industri Furnitur.
“Tujuan pendirian politeknik ini juga untuk mendorong peningkatan investasi di sektor industri melalui penyediaan tenaga kerja industri lokal yang kompeten di bidang furnitur, memberdayakan SDM di wilayah Semarang-Kendal, sekaligus pusat inovasi dan penelitian serta pengembangan industri furnitur dan pengolahan kayu,” papar Masrokhan.
Sejak didirikan pada 2017, jumlah mahasiswa Polifurneka hingga saat ini sebanyak 437 orang dan telah meluluskan sekitar 262 orang (terdiri dari lulusan tahun 2021 sebanyak 87 orang dan lulusan tahun 2022 sebanyak 175 orang). Mereka sebagian besar sudah langsung bekerja di industri furnitur dalam negeri, serta sisanya adalah melanjutkan studi dan menjalankan wirausaha sesuai bidangnya.
“Penyelenggaraan pendidikan di Politeknik Kendal ini menggunakan konsep dual system atau sistem ganda, dengan komposisi praktik dan teori 70:30. Kurikulumnya pun berbasis Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), dan para lulusannya mengikuti sertifikasi kompetensi. Sehingga sudah siap kerja setelah lulus,” ungkap Masrokhan.
Sampai saat ini, Polifurneka telah menjalin kerja sama dengan 150 industri yang meliputi pengembangan kurikulum, dosen dari industri, komite industri, praktek kerja industri, pelatihan SDM industri, penelitian bersama, penyerapan lulusan dan pengembangan program studi baru.
“Salah satu keunggulan politeknik ini adalah melakukan kemitraan atau kerja sama, baik itu dengan pihak dalam maupun luar negeri,” sebut Masrokhan.
Saat mengunjungi Polifurneka beberapa waktu lalu, Kepala BPSDMI mengapresiasi terhadap sistem pendidikan yang diterapkan di Polifurneka telah mengkombinasikan knowledge, skill, dan attitude untuk menghasilkan SDM yang kompeten dan inovatif.
Adapun kolaborasi yang telah dijajaki Polifurneka dengan pihak luar negeri, yaitu dengan pemerintah Swiss melalui Program Skill for Competitiveness (S4C) melalui beberapa kegiatan seperti pengembangan kurikulum, penyusunan silabus dan Rencana Pembelajaran Semester (RPS), peningkatan kompetensi dosen, penyusunan strategic plan, pembangunan sistem IT, serta setup mesin di workshop.
Polifurneka juga bekerjasama dengan berbagai unit pendidikan lain, misalnya Politeknik Negeri Malang, Universitas Tidar, Universitas Diponegoro, Universitas Podomoro, Politeknik Negeri Jember, Universitas Negeri Semarang, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Universitas Gadjah Mada, Bern University of Applied Science SWISS, Universiti Tun Hussein Onn Malaysia, dan Polytechnic of Singaporr. (Muhammad Raya)