JAKARTA-MARITIM : Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah pulau lebih dari 17.500 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, Indonesia berpotensi menjadi negara maritim yang kuat dengan didukung sumber daya alam yang melimpah dan letak geografis yang menonjol.
“Oleh karena itu, dibutuhkan moda transportasi laut yang mumpuni dengan didukung infrastruktur galangan kapal dan pelabuhan kelas dunia, sehingga konektivitas antar pulau dapat berjalan dengan lancar yang pada akhirnya mampu menggerakkan roda perekonomian di seluruh wilayah Indonesia,” kata Plt Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan, yang juga Direktur Industri Elektronika dan Telematika, Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Telematika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Priyadi Arie Nugroho, saat membacakan sambutan Dirjen ILMATE, Taufiek Bawazier, pada acara pembukaan FGD “Penguatan Nilai TKDN Terhadap Pembangunan Kapal di Indonesia”, yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni FTK ITS (Alfatekelits), di Ruang Garuda Kemenperin Jakarta, Rabu (24/5).
Pada kesempatan itu, lahir pula “Deklarasi Garuda” — karena acara berlangsung di Ruang Garuda Kemenperin — dengan menghadirkan beberapa pembicara, yakni Sesditjen Pothan Kemhan Laksma TNI Sri Yanto ST, Ir Saifuddin Wijaya MBA, Ketua Umum PIKKI Eki Komaruddin, Akademi Sistem Perkapalan FTK ITS Raja Oloan Saut Gurning ST, MSc, Ph.D, Ketua Bidang VI Maritim, Kelautan dan Perikanan HIMPI Fathul Nugroho serta pembicara lainnya.
Menurutnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, yaitu melalui kebijakan pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim.
Industri perkapalan merupakan salah satu sektor industri yang menjadi prioritas untuk dikembangkan, karena memiliki peran strategis dalam memenuhi moda transportasi laut, sekaligus mendukung akselerasi pertumbuhan di berbagai kawasan di Indonesia. Karakteristik industri perkapalan yang padat karya, padat modal, dan padat teknologi memerlukan penanganan dan perhatian yang serius dari pemerintah agar mampu berkembang dan mempunyai daya saing di tingkat global.
Saat ini, Indonesia telah memiliki lebih dari 250 perusahaan galangan kapal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dengan kapasitas produksi yang mencapai sekitar 1 juta tonase bobot mati (dead weight tonnage/DWT) per tahun untuk bangunan baru dan hingga 12 juta DWT per tahun untuk reparasi kapal.
Indonesia juga memiliki 127 perusahaan industri bahan baku dan komponen yang memproduksi produk dengan standar marine. Galangan kapal Indonesia memiliki pengalaman dalam membangun berbagai jenis kapal, mulai dari kapal penumpang, kapal kargo, hingga kapal tujuan khusus dengan fasilitas graving dock terbesar, yaitu 300.000 DWT. Selain itu, Industri perkapalan dan komponen kapal dalam negeri juga menyerap tenaga kerja sampai dengan 46.000 orang.
Namun demikian, tambah Priyadi, industri galangan kapal dalam negeri masih memiliki beberapa kendala utama dalam memenuhi order pembangunan kapal dalam negeri. Salah satu di antaranya adalah kurangnya dukungan dari industri bahan baku dan komponen dalam negeri, sehingga terjadi ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku dan komponen impor, yang mengakibatkan peningkatan biaya pembangunan, waktu pengiriman yang lebih lama, dan kontribusi yang lebih rendah terhadap tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Dijelaskan, kondisi tersebut menyebabkan pembangunan kapal di dalam negeri relatif lebih mahal dan lama, jika dibandingkan dengan pembangunan kapal negara-negara lainnya, seperti Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Konsekuensinya adalah sebagian besar pemenuhan permintaan kapal dalam negeri didominasi oleh impor, baik kapal baru maupun kapal bekas.
Total impor kapal Rp35,2 triliun
“Total impor kapal dari tahun 2020 hingga September 2022 sebanyak 35,2 triliun rupiah yang sebagian besar berasal dari Cina (40,9%), Korea Selatan (25,4%), dan Singapura (7,9%),” ungkap Priyadi.
Kini, nilai TKDN industri kapal dan perahu mencapai 25.3%-56.6%. Namun demikian, produk TKDN tersebut hanya terbatas pada perahu fiberglass, donat, dan banana boat, sedangkan untuk kapal baja masih belum ada terdaftar. Kemenperin terus mendukung upaya peningkatan nilai TKDN pembangunan kapal dengan melakukan diskusi terkait peluang investasi pembangunan mesin kapal dalam negeri dan perumusan program-program pelatihan untuk industri komponen kapal dalam negeri.
“Kami berharap FGD ini mendorong terciptanya gagasan dan solusi yang inovatif serta pemahaman dan perspektif terkait hambatan, peluang, serta strategi dalam penguatan nilai TKDN sektor pembangunan kapal di Indonesia,” tutup Priyadi. (Muhammad Raya)