YOGYAKARTA-MARITIM : Kementerian Perindustrian (Kemenperin) saat ini masih menghadapi tantangan untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) industri terkait dengan penyiapan tenaga kerja industri nasional. Untuk itu, upaya penyediaan SDM industri yang kompeten menjadi suatu tantangan saat ini. Pasalnya, terjadi ketidaksesuaian antara supply dari dunia pendidikan dengan demand dari pasar kerja industri. Sehingga perlu diselaraskan.
“Kemenperin saat ini masih terdapat rintangan terkait dengan tenaga kerja industri nasional. Karena itu upaya penyediaan SDM industri yang kompeten menjadi suatu tantangan. Karena terdapat ketidaksesuaian antara supply dari dunia pendidikan dengan demand dari pasar kerja industri. Sehingga perlu diselaraskan,” kata Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita.
Disebutkan, per Februari 2023, jumlah tenaga kerja industri non migas sebanyak 18.775.446 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,22 persen bekerja di industri makanan, 2,71 persen di industri pakaian jadi, 1,69 persen di industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan, dan sejenisnya, 1,11 persen dari industri tekstil, serta 0,96 persen dari industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki.
Kemenperin melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) menaungi unit-unit pendidikan vokasi untuk menyumbang tenaga kerja baru yang berkualitas dan memiliki kompetensi yang selaras dengan kebutuhan industri.
“Terdapat 11 Politeknik, 2 Akademi Komunitas, 6 SMK-SMTI, dan 3 SMK-SMAK Kemenperin yang menyelenggarakan pendidikan vokasi industri dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia,” papar Kepala BPSDMI, Masrokhan.
Salah satu unit pendidikan tersebut adalah SMK-SMTI Yogyakarta yang meraih predikat SMK terbaik kedua se-Indonesia pada tahun 2021 berdasarkan nilai UTBK yang dirilis oleh Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi Kemendikbud.
SMK-SMTI Yogyakarta memiliki tiga kompetensi keahlian yang bisa dipilih pendaftar, yakni Kimia Analisis, Kimia Industri, dan Teknik Mekatronika. Sistem pembelajarannya menggunakan dual sistem yang terhubung langsung dengan industri, SMK-SMTI Yogyakarta bekerjasama dengan berbagai perusahaan di bidang manufaktur, kimia, dan otomotif.
Menghadapi era industri 4.0, SMK-SMTI Yogyakarta juga menyiapkan para muridnya untuk terbuka dengan perubahan teknologi dan beradaptasi agar bisa bersaing di dunia kerja setelah lulus nanti.
“Penyelesaian sistem teknologi informasi sekolah yang terintegrasi dalam satu sistem kian penting saat ini. Sebab, di era sekarang dunia global telah masuk ke tahap Revolusi Industri 4.0 dan sistem berbasis IoT. Di sisi lain, status sekolah yang merupakan lembaga pendidikan yang fokus mencetak lulusan siap kerja di dunia industri tentu harus beradaptasi dengan perkembangan zaman,” ujar Kepala Sekolah SMK-SMTI Yogyakarta, Rr. Ening Kaekasiwi, kepada wartawan saat berkunjung ke sekolahnya, di Yogyakarta, Jumat (23/6).
Menurutnya, di sekolah tersebut, telah terdapat mata pelajaran yang bernama “Pengenalan Industri 4.0” yang didukung dengan modul-modul industri 4.0. Selain itu, sebagai penerapan teknologi 4.0, sebagian alat praktikum juga memiliki konektivitas yang menunjang otomasi peralatan industri.
Selain itu, SMK-SMTI Yogyakarta juga memiliki teaching factory (TEFA), yakni sistem pembelajaran dengan alat dan fasilitas seperti yang digunakan oleh industri saat ini, sehingga siswa sudah terbiasa dan langsung siap bekerja setelah lulus.
“Teaching factory di SMK-SMTI Yogyakarta menyesuaikan dengan standar dan prosedur yang berlaku di industri serta dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industrI,” tutup Ening. (Muhammad Raya)