Mendambakan Lahirnya ‘Indonesia Sea and Coast Guard’

Capt. Albert Lapian menerima plakat dari Praktisi Maritim Indonesia yang diserahkan oleh Capt. Asnar.

JAKARTA-MARITIM: Silang pendapat tentang penegakan hukum di laut mengemuka kembali dalam diskusi yang diselenggarakan Perkumpulan Praktisi Maritim Indonesia (Pramarin) di tengah pameran Inacoating dan Inamarine 2023 di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta, Jumat (25/8/2023). Kedua pameran dunia kemaritiman internasional ini digelar mulai 23-25 Agustus 2023.

Di awal paparannya, Wakil Ketua Umum Pramarin Capt. Asnar menjelaskan, silang pendapat atau prokontra tentang penegakan hukum di laut ini bermula dari lahirnya UU No.17/2008 tentang Pelayaran. Dalam UU itu disebutkan Kesatuan Penjaga Pantai dan Laut (KPLP) bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan di laut, baik kapal, penumpang, maupun barang yang diangkut.

Read More

Pasal 276 UU 17/2008 menyebutkan, untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dilaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai yang dilakukan oleh penjaga laut dan pantai. Petugas ini bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis dilaksanakan Menteri (Perhubungan). Ketentaun lebih lanjut akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Ketentuan ini tertulis dalam Bab XVII tentang Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard). Capt. Asnas menyebut banyak tugas dan wewenang penjaga laut dan pantai. Antara lain melaksanakan patroli laut, pengejaran, memberhentikan, memeriksa kapal dan melakukan penyidikan, sebagaimana Sea and Coast Guard di negara-negara maju.

Sementara PP belum keluar, pemerintah menerbitkan UU No 32/2014 tentang Kelautan yang di dalamnya antara lain terdapat Bakamla (Badan Keamanan Laut). Pasal 59 disebutkan, dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi, khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia, dibentuk Badan Keamanan Laut.

Dalam tugasnya, KPLP banyak melakukan tugas keamanan dan keselamatan di laut. Sementara Bakamla lebih fokus di bidang keamanan di laut.

Ditambahkan, Bakamla bertanggung jawab kepada Presiden tapi berada di bawah Menko Polhukam. “Di sini terjadi tumpang tindih karena ada dua undang-undang yang dilaksanakan oleh dua atau lebih instansi,” ujar Asnar.

Tumpang Tindih

Diskusi juga menampilkan narasumber Capt. Albert Lapian, mantan Direktur Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) Ditjen Perhubungan Laut, yang kini sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Maritim (STIMar) ‘AMI’. Dia jugta menilai banyak peraturan kemaritiman yang tumpang tindih, sehingga penegakan hukum di laut belum efektif.

Ketua STIMar ‘AMI’ Capt. Albert Alpian didampingi taruna/ni ketika meninjau stand STIMar dalam pameran Inacoating dan Inamarine 2023 di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta.

Dulu, menurut dia, banyak kapal bermasalah yang diperiksa dan ditahan oleh kapal-kapal Polisi, setelah dilepas kemudian diperiksa lagi oleh kapal TNI-AL, Bea Cukai dan lainnya. Makanya, lalu dibuatkan UU 17/2008 untuk menghindari pemeriksaan ulang itu.

“Tapi menurut laporan, hingga sekarang masih banyak kapal yang diperiksa oleh beberapa kapal dari instansi yang berbeda di laut,” ujarnya.
Albert mengakui, sejak lahirnya UU 17/2008 pemerintah telah membuat RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah). Itu terjadi saat menjelang berakhirnya periode pertama Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tapi entah kenapa, pada saat menjelang periode kedua SBY berakhir, pemerintah justru melahirkan UU 32/2014 tentang Kelautan yang di pasal 59 memuat tugas dan wewenang Bakamla.

Dengan masih banyaknya undang-undang kemaritiman yang tumpang tindih, khususnya UU 17/2008 dan UU 32/2014, Capt. Albert berharap pemerintah segera melakukan harmonisasi dan kajian secara mendalam, sehingga tak membuat bingung para pemilik kapal niaga, kapal penumpang maupun kapal ikan. Jadi satu instansi saja yang punya wewenang di laut, dan idealnya Sea and Coast Guard.

“Jadi, kalau memang kapal terjadi kesalahan cukup sekali saja diperiksa oleh kapal yang benar-benar berwenang di laut. Tidak ada lagi kapal setelah dilepas satu kapal, diperiksa lagi oleh kapal yang lain,” sambung Capt. Albert Lapian.

Ketua STIMar ‘AMI’ itu kemarin juga mengunjungi stand STIMar di tengah puluhan anjungan yang ikut pameran kemaritiman internasional lainnya. STIMar kini lagi menggalakkan pendaftaran bagi calon mahasiswa baru yang akan kuliah mulai September 2023.

Menurut Capt. Albert, STIMar ‘AMI’ menawarkan tenaga kerja di bidang maritim yang siap pakai dan bermutu internasional. Serta memiliki kompetensi sebagai Perwira Nautika III (Ahli Madya) dan Perwira Mesin Kapal III di tingkat operasional.

“Untuk program sarjana (S1) STIMar ‘AMI’ sejak Februari 2023 mulai membuka prodi Rekayasa Transportasi Laut, Logistik dan prodi Bisnis Maritim,” katanya. (Purwanto).

 

 

 

Related posts