SIBORONG-BORONG-MARITIM : Desa Sitampurung, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, telah lama dikenal sebagai wilayah hidupnya industri kecil dan menengah (IKM) bagi produsen pandai besi (besi tempahan) yang cukup ternama. Produk-produk besi yang mampu dihasilkan di antaranya adalah aneka benda tajam, seperti parang dapur, parang babat, pisau, sabit, pemotong padi sampai dengan cangkul. Termasuk alat pemotong pada perkebunan kelapa sawit, seperti egrek, dodos dan golok/parang.
Disebutkan, untuk satu unit egrek, alat pemotong pada perkebunan sawit, hargainya mencapai Rp90 ribu di tingkat pabrikan. Namun jika sudah masuk ke toko material harga satu unit egrek tersebut bisa mencapai Rp250 ribu. Demikian juga untuk dodos dan golok.
“Dalam satu hari kami mampu memproduksi sebanyak 60 unit sampai dengan 90 unit egrek, kemudian dodos mencapai ratusan unit termasuk juga golok. Dari seluruh alat-alat pertanian dan perkebunan sawit tersebut kami jual kepada pihak pengumpul di Pekanbaru. Bentuknya belum memiliki merek. Tapi setelah sampai ke tangan pengumpul, barang tersebut sudah memiliki merek dagang impor asal Malaysia berikut merek dagang asal Malaysia,” ujar Marihot Lubis, bersama putranya, Hovbes Lubis, saat ditemui wartawan di tempatnya bekerja, Desa Sitampurung, akhir pekan lalu.
Terkait mekanisme penjualan barang seperti ini, menurut Marihot, pihaknya kurang setuju. Karena bagi mereka yang lebih baik adalah hadirnya pemerintah dalam kegiatan usahanya. Artinya, pemerintah dapat memberikan fasilitas atas berbagai produk pandai besi yang telah dihasilkannya. Sehingga diharapkan ke depan, berbagai produk pandai besi yang telah diproduksinya dapat langsung dipasarkan kepada pihak pengelola perkebunan sawit dan tidak lagi melalui perantara, pengumpul maupun tengkulak.
“Kami sangat mengharapkan pemerintah hadir dan dapat membantu memasarkan berbagai produk kepada pihak pengguna langsung. Karena dengan berjualan langsung dengan para pengguna, kami juga akan dapat harga yang cukup memadai, sehingga tidak melalui pengumpul lagi. Di sinilah kami mengharapkan uluran tangan pemerintah membantu pada bidang pemasarannya,” pinta Marihot.
Konon, para perajin pandai besi di Desa Sitampurung ini berjumlah ratusan dan telah beroperasi sejak 200 tahun lalu. Seluruh produk yang dihasilkan ditampung oleh pengumpul dengan biaya ongkos kirim ditanggung oleh pihak pengumpul. Bahkan, kegiatan pandai besi di wilayah ini sudah dilakukan sejak dahulu sehingga turun temurun hingga kini. Terkait bahan baku, bukan persoalan pokok bagi Marihot dan karyawannya, karena bahan baku per mobil tersedia dengan cukup melimpah di wilayahnya.
Selain uluran tangan pemerintah, Marihot juga meminta agar pihaknya dan para perajin pandai besi lain di wilayahnya diberikan pelatihan dan pendidikan. Termasuk dengan menambah peralatan yang lebih modern. Tujuannya, tak lain agar perajin pandai besi di Desa Sitampurung mampu meningkatkan mutu produk sekaligus bersaing.
Memberi pendampingan
Saat ditemui secara terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Tapanuli Utara, Gibson Siregar, menjelaskan pihaknya selalu turun ke bawah memberikan pendampingan terhadap kendala-kendala yang tengah dihadapi oleh para perajin pandai besi di Desa Sitampurung. Termasuk di antaranya mematangkan konsep membangun suatu kawasan industri di daerah Tapanuli Utara sebagai sentra industri. Karena untuk membangun suatu sentra industri seperti itu diperlukan lahan yang cukup luas, permodalan dan relokasinya.
“Yang paling pokok, diperlukan sikap profesionalisme dan konsisten dari para perajin pandai besi untuk maju secara bersama-sama, karena untuk membuat suatu sentra industri dibutuhkan lahan seluas setengah hektare,” hitung Gibson. (Muhammad Raya)