JAKARTA-MARITIM : Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), merupakan upaya yang dilakukan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, untuk memberdayakan UKM melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan serta daya saing UKM. Namun cita-cita luhur tersebut hanya tinggal cita-cita sepertinya, karena pada kenyataannya cita-cita luhur tersebut tidak dapat diimplementasikan di Tanah Suci Mekkah. Pasalnya, pemerintah dalam kaitan ini adalah Kementerian Agama (Kemenag) sebagai salah satu pemegang regulator untuk mendorong dan pemberi fasilitas bagi para pelaku UKM berkiprah di pasar ekspor justru jadi penghalang utama di lapangan dalam hal penyediaan catering bagi jamaah haji asal Indonesia.
“Padahal, pada pelaksanaan haji 2023, kami telah ditunjuk oleh Dirjen Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag untuk mengekspor sebanyaknya sepuluh kontainer tuna kaleng dan satu kontainer bumbu kuning untuk kebutuhan makanan jamaah haji kita. Tapi setelah sampai di Jeddah Saudi Arabia tidak satu pun perusahaan catering Saudi Arabia yang mau memakai produk kita. Bahkan, karena tidak ada desakan dari pemerintah Indonesia, perusahaan catering Saudi Arabia lebih memilih produk dari Thailand, Vietnam dan Bangladesh atau negara lain sebagai gantinya. Alasannya, karena persoalan harga dan ketersediaan,” kata Direktur Utama PT Sarana Portal Indonesia (SPI), Ridwan Hamid, dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, di Jakarta, Senin (4/12).
Sejak awal tahun 2019, Presiden Jokowi sudah menyerukan agar ditingkatan upaya ekspor produk makanan dan bahan makanan ke Saudi Arabia bagi pemenuhan kebutuhan jamaah haji Indonesia dengan melibatkan peran UKM di Tanah Air.
Menyadari kemampuan dan peran UKM yang masih lemah untuk melawan persaingan global, khususnya dalam partisipasi ekspor bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan haji, maka Kadin Indonesia mulai menginisiasi dan membuka ruang dialog dengan Kemenag, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Koperasi dan UKM.
“Pada mulanya semua berjalan lancar sampai akhirnya keluar MoU dan PKS dari para pihak. Tapi selanjutnya, kami merasakan ada keengganan dari Kemenag untuk memulai melakukan reformasi peraturan dan sistem pelayanan konsumsi haji,” kata Wakil Ketua Tim Task Force Implementasi Kesepakatan Tiga Kementerian dengan Kadin Indonesia, Hendra Hartono.
Setelah sepakat MoU dan PKS dibuat tiga kementerian dan Kadin Indonesia, maka ditunjuk PT SPI sebagai koordinator di lapangan sekaligus sebagai Aggregator Company bagi program capacity building UKM termasuk menyeleksi kelompok UKM yang telah siap dan memiliki kemampuan dalam ekspor, baik kapasitas produksi maupun kualitas produk.
“Saya melihat di sini Kemenag telah ingkar janji dan melanggar MoU serta PKS yang sudah dibuat bersama-sama pada 2021,” ungkap Hendra.
Waktu itu, MoU dan PKS diteken oleh Mendag, Muhammad Lutfi, Menag, Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, dan Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, terbit Nomor surat 01/M-DAG/MoU/1/2021, 1 Tahun 2021, 01/KB/KUKM/2021 dan Nomor MoU/006/DP/1/2021 tertanggal 13 Januari 2021.
Menurut Ridwan, Menag saat itu menyatakan, para pihak untuk memfasilitasi UKM Indonesia memasuki pasar ekspor melalui pemenuhan kebutuhan haji dan umroh. Terutama catering jamaah haji dan umroh Indonesia di Tanah Suci Mekkah menyangkut “Optimalisasi Peran UKM dalam Memenuhi Kebutuhan Jamaah Haji dan Umrah”.
Pelaku UKM mengirim surat juga pada Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko bahwa penyelenggaraan haji tahun 2023 telah selesai tapi meninggalkan beberapa catatan yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, khususnya soal pelayanan konsumsi jamaah haji yang selalu jadi masalah dan bahan pembicaraan di kalangan stakeholders sejak awal periode reformasi dan sepertinya perlu upaya yang ‘ektra’ untuk memperbaikinya, baik menyangkut sistem penyelenggaraan maupun moral pelaksananya, yang dalam hal ini tim haji Kemenag.
Kemenag menyebutkan ada tiga jenis layanan utama untuk jamaah haji, yaitu layanan konsumsi sebanyak 17.280.000 paket selama ibadah haji (sekitar 41 hari), terdiri 10.200.000 paket di Makkah, 3.672.000 paket di Madinah, 3.204.000 di Mina, Musdalifah dan Arafah serta 204.000 paket di Jeddah. Akomodasi sebanyak 72.000 kamar, terdiri di Mekkah 52.000 kamar dan 20,000 kamar di Madinah. Layanan transportasi diperlukan sekitar 3.377 armada melayani jamaah selama ibadah haji, baik antar kota dan layanan Arafah-Musdalifah-Mina (Armina).
“Seluruh pengadaan layanan ini dilakukan tender di Saudi Arabia dan diselenggarakan oleh Kemenag. Kendati sudah ada desakan dari Kemendag dan Kemen KUKM, untuk menggunakan produk Indonesia, tapi kenyataannya tidak lagi menjadi ketentuan yang bersifat mandatory. Mereka (perusahaan catering Saudi) tidak mematuhi ketentuan, karena mereka menganggap penggunaan produk Indonesia ini lebih bersifat imbauan, tidak tertulis baik berupa keputusan Dirjen atau keputusan dari Kemenag yang mengikat dan melibatkan peran UKM nasional,” urai Ridwan.
Khusus klaster layanan konsumsi selama ibadah haji dibutuhkan biaya sekitar SR 302.400.000 atau setara Rp933.120.000,000, dengan rincian jumlah paket 17.280.000. Biaya per paket 17.5 SR (1SR=Rp.4.000). Layanan akomodasi butuh biaya Rp3.9 triliun, dengan jumlah jamaah 221 ribu (kuota haji 2023), biaya akomodasi per jamaah 4.250 SR (I SR= Rp4.000), biaya akomodasi yang dikeluarkan pemerintah ini belum termasuk biaya-biaya lain seperti, biaya perangkat perlengkapan kamar (gordyn, handuk dan peralatan mandi dan lain sebagainya), biaya layanan transportasi sewa bus dan sejenisnya sebanyak 3.377 armada.
Dirjen Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag menunjuk PT SPI sebagai pelaksana Aggregator Company karena perseroan telah mengekspor sebanyak sepuluh kontainer tuna kaleng dan satu kontainer bumbu kuning. Produk-produk tersebut telah sampai di Jeddah-Saudi Arabia sebelum pelaksanaan haji 2023. Namun yang aneh, tidak satupun perusahaan catering yang mau menerima produk tersebut.
“Padahal, kami telah berusaha menghubungi pejabat terkait dalam pelaksanaan haji ini, baik yang di pusat maupun di Jeddah. Tapi tidak satupun dari pejabat terkait yang berhasil membantu SPI untuk menyalurkan produk UKM kepada perusahaan catering yang ditunjuk oleh perusahaan Saudi atas persetujuan Kemenag. Kadin/SPI telah beberapa kali melaporkan hal ini secara verbal kepada pihak Direktorat Pelayanan Haji Luar Negeri. Bahkan pejabat terkait terkesan menghindar dengan berbagai alasan dan sulit dihubungi. Sampai akhir pelaksanaan haji, bumbu kuning hanya terjual sekitar 130 karton dari 720 karton yang diekspor dan tuna kaleng tidak ada sama sekali yang terjual. Hal ini telah kami sampaikan melalui surat kepada Menag tapi belum ada perkembangan yang menggembirakan,” ungkapnya.
Wadah BP di KSP
Dijelaskan, Kadin Indonesia mengusulkan hendaknya pemerintah membentuk Badan Pengawas Penyelenggaraan Haji di bawah koordinasi KSP, yang memiliki otoritas utama melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan haji. Selama ini fungsi pengawasan dilakukan Kemenag bersama Komisi VIII DPR. Mengingat biaya pelaksanaan haji adalah biaya dari para jemaah haji sendiri dan sebagian subsidi pemerintah, maka seyogyanya pelaksanaan tender dilakukan di Jakarta, di mana peserta tender diwajibkan bermitra dengan perusahaan catering dan importir Saudi Arabia.
Dengan sistem tender di Indonesia, pemerintah dapat lebih mengontrol dan memastikan pemakaian produk Indonesia, khusunya produk UKM secara menyeluruh. Sebelumnya, PT SPI juga sudah melayangkan surat pada Menag, yang isinya menyatakan bahwa pihaknya sudah beberapa kali kunjungan ke Jeddah, termasuk berkoordinasi dengan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri, KJRI Jeddah serta mitra importir di Saudi Arabia. Kami juga melakukan penyiapan administrasi ijin irnpor dari Saudi Food Drugs Authority (SFDA) bagi produk bahan makanan yang akan diimpor. Karena waktu yang cukup mendesak, kami diarahkan Direktorat Haji dan Umroh untuk fokus pada pengiriman bahan makanan bumbu kuning dan tuna kaleng. Akhir, pada 17 April 2023, di Container Depo Center (CDC) Banda, Tanjung Priok, Jakut, dilepas ekspor produk bahan makanan, sebanyak 11 container yang terdiri dari bumbu kuning sebanyak satu kontainer (720 kartun/16 ton) dan tuna kaleng sepuluh kontainer. Saat itu peresmian ekspor dihadiri Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa’adi, Wakil Ketua MPR, Yandri Susanto, Stafsus Mendag, Alhilal Hamdi, Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag, Subhan Cholid, Wakil Ketua Umum Kadin, Dino Vega serta para undangan UKM. Pada 16 Mei 2023, kontainer tiba di pelabuhan Jeddah dan tanggal 24 Mei 2023 selesai proses verifikasi bea cukai Saudi dan ditempatkan di gudang penampungan mitra kerja di Jeddah serta siap untuk dimanfaatkan oleh pelaku penyedia pelayanan makanan haji.
“Untuk penyebaran produk, perusahaan telah menghubungi pihak catering, asosiasi chef Indonesia untuk pelayanan haji. Namun mereka tidak berminat membeli produk UKM kami karena mereka menggunakan bumbu kuning kering, yang sangat mungkin bumbu tersebut dibuat di Saudi dengan menggunakan bahan baku dari negara lain, yang selama ini memasok bahan baku bumbu ke Saudi. Produk tersebut kami kirim ke Saudi hanya untuk memenuhi kebutuhan jamaah haji Indonesia sesuai dengan instruksi pemerintah RI, yang tertuang dalam MOU dan PKS. Namun mereka menyatakan bahwa penggunaan produk tersebut bukan mandatory, ketika hal ini kita sampaikan kepada pejabat terkait, baik staf Teknis Urusan Haji KJRI Jeddah, Nasrullah Jasam serta Kabid Catering PHU, Agus Syafiq, tidak satupun di antara pejabat tersebut yang bersedia memberi instruksi tegas kepada para perusahaan catering untuk memasok kedua bahan makanan tersebut. Kami juga telah berusaha menghubungi Subhan Cholid, sebagai Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri namun tidak pernah merespon baik itu melalui telepon maupun pesan elektronik. Seperti diketahui Subhan Cholid adalah pejabat yang sangat memahami proses penyiapan produk UKM untuk kebutuhan jamaah haji. Bahkan beliau berani mengatakan pada beberapa kesempatan, bahwa akan mengawal kebijakan penggunaan produk UKM ini dan bahkan akan mencoret dari daftar pemasok/catering haji Indonesia apabila tidak mematuhinya,” ujar Ridwan.
Sampai berakhirnya pelayanan haji 2023, produk bumbu kuning hanya terjual 15%. Keadaan ini menyebabkan kerugian finansial yang cukup besar bagi para UKM dan reputasi Kadin Indonesia yang telah berusaha untuk berpartisipasi memasok kebutuhan jamaah haji sesuai dengan spirit pemerintah yang tertuang sesuai isi dalam butir-butir MoU dan PKS. (Muhammad Raya)