JAKARTA-MARITIM : Ketua Umum Kadin DKJ, Hj Diana Dewi SE, mengatakan turunnya jumlah warga kelas menengah menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik. Ada kecenderungan saat ini warga kelas menengah turun menjadi kelas menengah rentan, bahkan masuk kategori miskin.
Hal tersebut tampak dari menurunnya kontribusi konsumen kelas menengah terhadap PDB. Dari 41,9% di 2018 menjadi 36,8% pada 2023. Juga menurunnya serapan tenaga kerja sektor formal dari 15,6 tenaga kerja pada periode 2009-2014 menjadi hanya 2 juta saja (2019-2024),” kata Ketua Umum Kadin DKJ, Hj Diana Dewi SE, saat ditanya tabloidmaritim.com, di Jakarta, Selasa (10/9).
Persoalan ini mengemuka setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, bahwa sebanyak 9,5 juta jiwa yang masuk ke dalam golongan menengah turun kasta selama lima tahun terakhir.
Pada 2019, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta jiwa. Jumlahnya menurun ke angka 48,27 juta jiwa penduduk atau 17,44 persen pada 2023.
Selanjutnya pada 2024, BPS melaporkan penurunan masyarakat kelas menengah sebanyak 17,13 persen menjadi 47,85 juta.
Artinya, dalam rentang lima tahun terakhir ada sebanyak 9,48 juta penduduk kelas menengah yang tercatat turun kelas.
Proses kemelaratan 9,5 juta penduduk berpengaruh ini akan membawa dampak serius bagi perekonomian nasional. Middle income di Indonesia ini harusnya ke up bukan ke down. Terasa harga kebutuhan mulai mahal, take home (pendapatan) tidak nambah-nambah.
Padahal, masyarakat kelas menengah menjadi pangsa pasar utama industri otomotif, sebab kebanyakan pembeli pertama mobil datang dari kelas ini.
Menurutnya, demikian juga inflasi kenaikan upah tidak sebanding, di mana upah minimum provinsi mengalami penurunan 6,5% di 2024 bila dibandingkan dengan kenaikan harga beras mencapai 22,8% di 2024. Bila dilihat data 2014, upah minimum naik 22,17% sementara harga beras naik hanya 4,3%.
Begitu juga jumlah nasabah yang memiliki saldo tabungan rata-raya nasabah dibawah 100 juta mengalami penurunan, dari 3,9 juta (April 2014) menjadi hanya 1,8 juta di April 2024. Sementara porsi makanan rumah tangga mengalami kenaikan, dari 36,6% di 2014 menjadi 41,3% (2023).
“Sebagai pengusaha kami tentu prihatin dengan kondisi demikian karena tentu berpengaruh terhadap daya beli masyarakat dan tingkat penjualan, khususnya produk-produk kelas menengah ke atas,” ungkapnya.
Perlu solusi pemerintah
Lebih lanjut Diana, yang pada 12 Agustus 2024 lalu terpilih kembali secara aklamasi jadi Ketua Umum Kadin DKJ periode 2024-2029 untuk kedua kalinya, menjelaskan pemerintah harus mencarikan solusi agar mempersempit semakin banyaknya warga kelas menengah jatuh ke taraf kemiskinan. Salah satunya dengan menurunkan harga-harga di pasaran, khususnya yang disasar produk kelas menengah. Juga berupaya membuka lapangan kerja yang signifikan sehingga serapan tenaga kerja bisa mendorong stabilitas daya beli.
Sementara para pelaku usaha, sambungnya, diharapkan bisa mengerem produksi dan cenderung menghabiskan produk-produk di pasaran. Jangan sampai terjadi overload kuantiti produk di pasat.
“Selain itu, kami sebagai pengusaha mengharapkan adanya kepastian hukum dan efisiensi birokrasi. Kedua hal tersebut sangat penting untuk mendorong iklim usaha yang kompetitif dan berkelanjutan serta terus mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dengan upah yang layak. Di sisi lain, mendorong peningkatan daya beli masyarakat adalah keniscayaan untuk memperlancar perputaran ekonomi,” pungkas Diana. (Muhammad Raya)