JAKARTA-MARITIM: Kementerian Ketenagakerjaan mengungkapkan, organisasi perburuhan internasional atau International Labour Organization (ILO) tahun 2016 menyatakan stres kerja merupakan hal berisiko bagi keselamatan dan kesehatan pekerja, ketika pekerjaan dilakukan melebihi kemampuan dan kapasitas pekerja secara terus-menerus.
Laporan The Health and Safety Executive (HSE) tahun 2023 juga melaporkan sebanyak 875 ribu kasus stress, depresi dan kecemasan. Hal ini mengakibatkan 17,1 juta hari hilang akibat stres, depresi, atau kecemasan terkait pekerjaan.
“Penelitian menunjukkan bahwa tekanan kerja, tuntutan tinggi, dan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi dapat mempengaruhi kesehatan jiwa pekerja,” kata Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi dalam sambutan yang dibacakan Karo Humas Kemnaker Sunardi Manampiar Sinaga dalam puncak peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) 2024 di Jakarta, Minggu (13/10/2024).
Data Indonesia.id berdasarkan penelitian survei Gallup di negara Asia Tenggara pada 2021 hingga akhir Maret 2022 menyebutkan, sebanyak 20% dari 1.000 responden merasa stress ketika berada di tempat kerja. “Stres kerja yang kronis dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan jiwa, seperti kecemasan dan depresi,” katanya.
Terkait hal ini, Sekjen menyatakan, Kemnaker akan selalu memperkuat komitmen untuk menjaga mental health (kondisi kesehatan) para pekerja agar tetap terjaga dan tak mengalami depresi. Karena pekerja yang mengalami depresi akan mengganggu produktivitas. “Tak ada gunanya bekerja, jika mental terganggu karena akan merusak yang lainnya,” ujarnya.
Untuk itu, Sekjen mengatakan perlunya perhatian pimpinan dari setiap unit perusahaan/organisasi pemerintah terhadap staf pekerjanya, sebab para staf memiliki beban pikiran yang berbeda-beda dalam setiap kehidupan sosialnya.
“Bahkan jika ditambah beban kerja tanpa pendekatan emosional akan berdampak pada mental health dan ujungnya akan mengganggu produktivitas,” katanya.
Menurut Sekjen, para pimpinan perusahaan/organisasi pemerintah juga harus bisa menjadi orang tua di tempat kerja, menjadi tempat curhat, dan tempat bertanya hingga memberikan advise (nasehat) kepada staf/pekerjanya.
“Untuk mengatasi mental health, para pemimpin tak bisa lagi lepas tangan dan harus peka terhadap jajarannya. Khususnya yang mengalami perubahan sikap, perilaku serta tutur kata yang mengarah pada masalah kejiwaan dan jangan sampai pekerja mengalami stress,” katanya. (Purwanto).