JAKARTA-MARITIM : Damai. Barangkali itu kata yang tepat untuk diungkapkan dari hasil pertemuan antara peternak sapi perah dan industri pengolahan susu (IPS) yang dimediasi oleh Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, di Jakarta, Senin (11/10).
Pasalnya, persoalan ini mengemuka karena aksi protes peternak dan pengepul kepada industri pengolahan susu. Yang akhirnya semua pihak yang terlibat bersepakat untuk bekerjasama agar produksi susu dalam negeri dapat terserap. Dimana ada regulasi yang diubah oleh Kementerian Pertanian (Kementan), yakni mewajibkan industri pengolahan susu menyerap susu dari peternak lokal.
“Seluruh industri pengolahan susu wajib menyerap susu peternak dalam negeri. Kami sudah sepakat dan tandatangani, dan kirim surat ke dinas peternakan provinsi dan kabupaten untuk ditindaklanjuti,” ungkap Amran, pada pertemuan tersebut.
Dengan adanya kebijakan ini, industri pengolahan susu nasional harus bisa menyerap semua susu peternak, kecuali susu yang memang mengalami kerusakan. Kebijakan ini akan berdampak pada meningkatnya gairah para peternak sapi perah dalam berproduksi di dalam negeri.
“Kami harapkan industri bersama pemerintah turun tangan untuk membina para peternak dan membantu meningkatkan kualitas susu dalam negeri. Ini sesuai dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang meminta pemerintah untuk hadir di tengah, industri dan peternak harus bisa tumbuh bersama,” kata Amran.
Menurutnya, Kementan akan melakukan evaluasi ketat terhadap pelaksanaan kebijakan ini. Untuk sementara, lima perusahaan pengolahan susu ditahan izin impornya untuk memastikan mereka memenuhi kewajiban menyerap produksi peternak.
“Saya yakin industri akan mematuhi kebijakan dari kami. Tapi jika mereka menolak, kami akan cabut izin impor mereka selamanya. Ini ketegasan kami dari pemerintah untuk melindungi peternak,” tekan Amran.
Selanjutnya, kebijakan Kementan tersebut akan diikuti oleh terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) yang mewajibkan industri menyerap produksi susu dalam negeri. Aturan ini diharapkan dapat membalikkan kebijakan yang berlaku sejak krisis ekonomi tahun 1997/1998.
Saat itu, Inpres No 2 Tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional yang dicabut pada awal 1998 karena mengikuti letter of intent antara Pemerintah RI dengan IMF. Sejak saat itu, ketergantungan pada impor meningkat drastis, dari 40% pada 1997 menjadi 80% saat ini.
Standar kurang
Sedangkan saat dikonfirmasi dari hasil pertemuan mediasi dgn Mentan, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS), Sonny Effendhi, memberikan penjelasan alasan industri pengolahan susu membatasi penyerapan susu dalam negeri dan lebih memilih impor.
“Pembatasan mau tidak mau dilakukan industri karena kualitas susu peternak dalam negeri tidak sesuai standar perusahaan. Di sisi lain, susu peternak dalam negeri mengandung bahan-bahan tertentu yang tidak aman ketika dikonsumsi masyarakat. Sehingga enggak sesuai dengan standar food safety, keamanan pangan, sehingga enggak bisa diterima,” katanya kepada tabloidmaritim.com dari ujung telepon genggamnya.
Sonny menambahkan, susu dalam negeri cenderung mengandung air, sugar syrup, dan bahan lainnya. Karena itu ke depan akan ada upaya bersama antara industri dan peternak untuk meningkatkan kualitas susu dalam negeri.
“Jadi jangan ditambahin air, minyak goreng, sugar syrup, karbonat, hidrogen peroksida. Kami menangkap itu, kalau itu diloloskan yang menjadi korban kan masyarakat. Karena kami wajib menjaga standar BPOM enggak boleh ada ingredient ini dalam susu,” ujarnya.
Terkait itu, pihaknya dari industri pengolahan susu lebih memilih mengimpor susu. Mayoritas berasal dari New Zealand dan Amerika Serikat (AS).
Iya pun membantah bahwa industri memilih impor karena terkait harga. Padahal, harga impor dan dalam negeri hampir sama.
“Jadi harga bukan isu. Isu utama adalah soal kualitas,” lanjut Sonny. (Muhammad Raya)