JAKARTA-MARITIM : Saat ini paling sedikit ada enam kapal kandas yang belum ditangani di wilayah pesisir pantai Banten, khususnya di Kabupaten Pandeglang. Keenam kapal tersebut adalah tongkang Mannalines, yang kandas di wilayah Bayah, tongkang Nautica 25 di Pulau Tinjil, tongkang Titan 36, Kapal Motor Felya, tongkang DBD 3028 dan tug boat Daya 28 serta mungkin masih ada lagi kapal-kapal atau tongkang lainnya.
Tiga unit tongkang sudah separuhnya dipotong-potong oleh pemborong besi tua di lokasi kejadian. Sementara tiga unit lainnya belum ditangani walaupun sudah berbulan-bulan terbengkalai. Bahkan diduga kemungkinan inipun menunggu pembeli besi tua lainnya.
Pengurus DPP INSA, Capt Zaenal Hasibuan, menilai lambannya penanganan kecelakaan seperti ini tidak lepas dari tidak kompetennya aparat Syahbandar di KUPP Kelas 3 Labuan. Karena sebagian aparat yang bertugas di sana tidak memenuhi standar kompetensi, sertifikasi serta kualifikasi seperti yang disyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 5 tentang ASN Tahun 2014.
“Bunyi Undang-Undang tersebut jelas menyatakan bahwa untuk merekrut, rotasi, mutasi dan promosi ASN harus mengacu kepada kompetensi kualifikasi serta sertifikasi pegawai negeri yang bersangkutan,” tegas Capt Zaenal.
Karena tidak kompetennya aparat-aparat tersebut, lanjutnya setiap kali terjadi kecelakaan mereka lebih memilih bertelur di dalam kantornya ketimbang mendatangi lokasi kejadian dan melakukan pemeriksaan pendahuluan seperti yang diatur dalam Undang-Undang 17 tahun 2008 tentang Pelayaran pada Bab XI bagian ketujuh yang menyebutkan bahwa penanganan kecelakaan kapal adalah di tangan Syahbandar, sebagai pelaksana pemeriksaan pendahuluan.
“Parahnya lagi ketimbang menjadi bagian pemerintahan yang memimpin serta memerintahkan pemilik kapal untuk segera mengevakuasi kapalnya, mereka lebih memilih membantu mencarikan pembeli besi tua, agar kapal-kapal tersebut dapat di potong-potong di lokasi kejadian. Hal ini sangat bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 2013 seperti yang sudah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 27 Tahun 2022, khususnya Pasal 14 yang mengatakan bahwa penyingkiran kapal harus diselesaikan dalam waktu maksimum 180 hari setelah kejadian, juga bertentangan dengan PP Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim, Permenhub Nomor PM 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim serta Konvensi Hongkong tentang Penutupan Bangkai Kapal (Ship Recycling),” urai Capt Zaenal.
Ditambahkan, hal ini tentu diperparah lagi dengan tidak pernahnya pejabat-pejabat tersebut dirotasi ke posisi dan tempat yang memang sesuai dengan keterbatasan kemampuannya. Di tempat lain setiap kali ada kejadian kecelakaan pelayaran niaga, Syahbandar selalu menjadi pejabat pertama yang mendatangi lokasi kejadian untuk melihat dan menentukan jenis bantuan-bantuan apa saja yang perlu segera diberikan, bukannya berdiam diri dalam kantor.
“Melihat sikap Syahbandar seperti ini, sudah sepantasnya Direktur Jenderal Perhubungan Laut mencopot atau minimal memindahkan pejabat-pejabat bawahannya tersebut ke tempat di mana mereka tidak perlu melihat kapal ataupun tidak perlu menyelesaikan permasalahan kecelakaan kapal,” tandasnya.
Diutarakan, dampak dari keterbatasan pengetahuan Syahbandar tersebut sangat fatal untuk Kabupaten Pandeglang, yang memang alur lautnya ramai serta seringnya terjadi gelombang yang cukup besar. Kini, pantai-pantai di sana telah berubah menjadi kuburan kapal yang tidak ditangani sama sekali.
Dapat disampaikan bahwa adapun daftar peraturan yang terabaikan selama kejadian di perairan Kabupaten Pandeglang itu adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 66 Tahun 2024, khususnya Bab XI Bagian 7, Pasal 241 (penutupan bangkai kapal). Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 2013 seperti yang sudah diubah dengan peraturan Menteri Perhubungan Nomor 27 Tahun 2022.
Kemudian The Hong Kong International Convention for the Safe and Environmentally Sound Recycling of Ships (IMO Hong Kong Convention), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Capt Zaenal menegaskan, masyarakat memiliki peran besar dalam membantu menegakkan aturan yang ada, karena hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 274 Tentang Peran Serta Masyarakat khususnya poin 3 (d) bahwa menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada pejabat yang berwenang terhadap kegiatan penyelenggaraan kegiatan pelayaran yang mengakibatkan dampak penting terhadap lingkungan, 3 (e) melaksanakan gugatan perwakilan terhadap kegiatan pelayaran yang mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum.
Atas dasar banyaknya aturan yang dilanggar oleh pejabat KUPP Kelas 3 Labuan atas nama Noprian Anthony, Ismail dan Budi, masyarakat bisa memberikan masukan dan tuntutan kepada pimpinannya untuk mencopot atau memindahkan mereka ke tempat yang tidak berhubungan dengan kapal sama sekali. Karena keterbatasan kemampuan mereka dapat mengakibatkan Pantai Banten khususnya Pandeglang berubah menjadi kuburan bangkai kapal yang tidak tertangani. (Muhammad Raya)