Dapat Dipertanggungjawabkan, Penetapan 58 Perusahaan Diizinkan Tempatkan PMI ke Arab Saudi

JAKARTA, MARITIM – Kementerian  Ketenagakerjaan (Kemnaker) membenarkan bahwa Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PPPMI) yang lolos verifikasi dan diizinkan menempatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi hanya 58 dari 171 perusahaan yang tercatat di Kemnaker.

“Penetapan 58 PPPMI itu dilakukan oleh Tim Seleksi yang beranggotakan lintas instansi, di antaranya BNP2TKI dan Atase Ketenagakerjaan di sejumlah negara penerima PMI, sehingga sangat akurat dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Direktur Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Ditjen Bina Penta & PKK Kemnaker, Eva Trisiana, ketika dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya, Jumat (26/4), terkait Keputusan Menaker (Kepmen) No. 291/2018 yang menimbulkan keresahan di kalangan pengusaha.

Read More

Kepmen No. 291/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Arab Saudi Melalui Sistem Pengaturan Satu Kanal tersebut ditandatangani Menaker M. Hanif Dhakiri pada Desember 2018. Sebagai tindak lanjutnya, Dirjen Bina Penta & PKK Kemnaker menerbitkan SK No. 735/PPTKPKK/IV/2019 yang menetapkan 58 perusahaan sebagai pelaksana penempatan dan perlindungan pekerja migran di Saudi melalui sistem satu kanal.

Dari sinilah mulai munculnya ketidakpuasan dan keresahan pengusaha yang menggeluti penempatan PMI ke Timur Tengah, khususnya pelaksanaan aturan baru dalam penempatan PMI ke Arab Saudi melalui sistem satu kanal. Himpunan Pengusaha Jasa TKI  (Himsataki) menuding penetapan 58 perusahaan tersebut tidak adil, bahkan mengarah ke diskriminasi dan praktik monopoli.

Sementara itu, Tim Hukum dari Kantor Hukum R. Cahyadi & Rekan telah menggugat Menaker ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan register gugatan nomor 72/G/2019. Gugatan  diajukan karena Kepmenaker tersebut dinilai mendzolimi masyarakat, khususnya pelaku usaha penempatan PMI ke Arab Saudi. Namun Eva tidak mau menanggapi tudingan Himsataki maupun adanya gugatan ke PTUN tersebut.

Direktur PPTKLN menjelaskan, dalam seleksi terhadap 171 perusahaan tersebut tim melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Baik data kegiatan penempatan PMI maupun track record masing-masing perusahaan, sehingga hasilnya akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Ada 11 persyaratan yang harus dipenuhi oleh PPPMI untuk bisa diakui sebagai perusahaan yang sah,” katanya.

Terkait dengan dugaan adanya 15 PPPMI di antara 58 perusahaan yang lolos seleksi yang diduga melakukan penempatan PMI secara ilegal ke Timur Tengah selama masa moratorium dan adanya PPPMI yang berubah alamat domisili, Eva mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti informasi tersebut.

“Silakan kalau masih ada dugaan seperti itu. Tetapi yang jelas, tim sudah bekerja maksimal untuk melakukan seleksi terhadap 171 perusahaan yang diziinkan menempatkan PMI ke Timur Tengah,” ujarnya.

Diskriminasi dan Monopoli

Sebagaimana diberitakan sejumlah media massa, Menaker digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta oleh Kantor Hukum R. Cahyadi & Rekan yang mewakili unsur masyarakat, karena Kepmen No. 291/2018 itu dinilai bertentangan dengan semangat UUD 1945, khususnya pasal 27 ayat (2), pasal 28D ayat (1) dan ayat (2). Selain itu, juga melanggar Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya pasal 1, 2 dan pasal 3.

“Kami ingin Kepmenaker itu dicabut. Masa ada peraturan menteri yang memonopoli perusahaan. Ini tidak benar. Oleh karena itu, dalam persidangan nanti kami minta Kepmenaker tersebut dicabut,” tegas Cahyadi.

Salah satu klausul dalam Kepmenaker No.291 itu, kata dia, mensyaratkan PPPMI harus sudah pernah melaksanakan kegiatan penempatan pekerja migran di Arab Saudi pada pengguna perseorangan paling sedikit 5 tahun.

Dengan persyaratan itu, Menaker menutup peluang bagi WNI yang akan membuka usaha penempatan pekerja Indonesia ke Arab Saudi. Pasalnya, usaha tersebut hanya bisa dilakukan secara monopolistik oleh perusahaan-perusahaan besar yang pernah melakukan kegiatan penempatan PMI ke Saudi.

Bahkan dia mengatakan bukan 58 perusahaan, tapi hanya ada satu perusahaan yang diizinkan menempatkan PMI ke Arab Saudi.

Tudingan serupa juga dilayangkan Sekjen Himpunan Pengusaha Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki), Amin Balubaid. Menurut dia, Menaker tidak berlaku adil terhadap Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia. Karena itu, pihaknya akan menggunakan semua jalur agar semua perusahaan mendapatkan perlakuan yang sama.

“Kami akan menggunakan semua jalur yang dimungkinkan oleh peraturan perundangan, baik formal dan informal, agar semua perusahaan mendapat perlakuan yang sama, adil dan transparan dalam berusaha sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Balubaid.(Purwanto).

 

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *