DENPASAR – MARITIM : “Potensi bisnis terumbu karang hias hasil transplantasi atau budidaya di Bali sangat besar yakni mencapai puluhan miliar rupiah per bulan. Meski mempunyai potensi besar, namun bisnis budidaya terumbu karang hias ini belum bisa digarap secara maksimal”. ujar Ahli transplantasi terumbu karang yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Bali, Ir Nengah Manu Mudita.
Diakatakn pula bahwa besarnya potensi tersebut dapat dicermati lewat data yang mencatat bahwa saat ini 80% suplai karang hias dunia berasal dari Indonesia. Dari tahun 2.000 sejak ditemukan tehnik budi daya karang, maka sudah mulai bergeser ke terumbu karang hasil transplantasi atau budidaya, dan sudah tidak lagi mengambil langsung dari alam. Menurut Manu, kedepan dengan teknik transplantasi terumbu karang ini, diharap seluruh terumbu karang hias yang akan diekspor ke luar negeri adalah terumbu karang hias hasil budidaya atau transplantasi.
“Sesuai ketentuan pemerintah, investasi terumbu karang dari alam sudah tertutup, namun terumbu karang hasil budidaya masih terbuka. Indonesia sangat terkenal dengan terumbu karang hiasnya. Austaralia juga mengekspor terumbu karang hias, tetapi jenisnya tak seperti hasil budidaya terumbu karang Indonesia” ujar pemegang hak paten teknik transplantasi terumbu karang ini.
Terumbu karang hias hasil budidaya transplantasi dari Bali, selama ini sudah dikirim ke berbagai negara di benua Asia, Eropa, Amerika, hingga ke China, dan menjadi sumber pendapatan masyarakat pesisir yang ada di Bali. Imbuh Manu Mudita: “Terumbu karang Indoenesia sudah terkenal. Potensi pasarnya sangat besar, sementara orang lain tak punya. Maka sekarang bagaimana caranya mengelola agar potensi ini bisa berkelanjutan. Dengan metode budidaya berkelanjutan diharap bisnis ini juga akan terus berkelanjutan, termasuk berkelanjutan perbaikan lingkungan laut. Dengan adanya inovasi transplantasi terumbu karang, kini sudah ada peraturan tentang pengiriman terumbu karang hasil budidaya yang hasilnya akan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Jangan sampai peluang ini diambil negara lain, karena kita sudah punya hak paten transplantasi terumbu karang. Budidaya terumbu karang hasil transplantasi juga sudah berkembang di beberapa pantai di Bali seperti Serangan, Candidasa, Tembok, Nusa Penida, Gilimanuk, Sumberkima, Patas, dan Les”.
Memungkasi penjelasan, Nengah Manu Mudita katakan, selain untuk bisnis, usaha ini juga sekaligus untuk memperbaiki lingkungan. Menurutnya, siapa yang akan dapat melakukan konservasi mun nenten pis-ne, jika tak ada uang?. Karena itu, sebagian hasil budidaya itu dijual, dan sebagian lagi untuk upaya konservasi. Potensi bisnis terumbu karang hias sebulannya di wilayah Bali dan Banyuwangi, kata Manu, mencapai Rp 40 miliar. Harga terumbu karang hias tergantung jenisnya mulai Rp 40 ribu hingga Rp 100 ribu per potongnya. Sementara itu terdapat sekitar 40 jenis terumbu karang hias dengan masa panen mulai 16 bulan sampai 3 tahun tergantung dari jenisnya.
“Budidaya karang hias ini dapat dikatakan sebagai hobi, dan bukan industri. Terumbu karang yang ada di laut dan menjadi gulma atau hama, itu akan dapat jadi bernilai apabila kita tata dengan baik. Tetapi untuk itu diperlukan ongkos yang mahal. Jadi upaya konservasi itu juga perlu diimbangi dengan pemasukan bagi masyarakat pesisir” ujarnya. (Erick Arhadita)