BEIJING BY WIRE – MARITIM :Dalam kunjungannya ke Tiongkok, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita membahas hambatan perdagangan yang dihadapi Indonesia. Bersama Ni Yuefeng Minister of General Administration of Custom China (GACC), di Kantor GACC Beijing, kedua pihak bersepakat membentuk joint working group. Lewat pendekatan tersebut, Enggar meyakini nilai ekspor Indonesia akan meningkat.
Kata Mendag di Beijing, dalam rilis media: “Dengan pendekatan yang kita lakukan dan persetujuan dari GACC akan dapat segera kita peroleh, maka kita akan dapat meningkatkan nilai ekspor sekitar US$.1 miliar. Raihan itu akan berpotensi lebih besar, apabila eksportasi seafood juga diizinkan”.
Pemerintah juga berharap, agar Beijing dapat juga memberi kemudahan atas ekspor sarang burung walet, buah-buahan tropis seperti nanas, buah naga, alpukat, durian, serta produk perikanan. Dijelaskan, salah satu kendala yang menghambat laju ekspor berbagai komoditas tersebut adalah lamanya proses verifikasi yang dilakukan oleh GACC.
Menanggapi masalah itu, Mendag Enggartiasto Lukita menilai bahwa Menteri Ni Yuefeng merespons dengan baik dan akan menindaklanjuti permasalahan yang disampaikan fihak Indonesia. Diharapkan, komunikasi berjalan lebih baik, terutama pembahasan hal-hal yang bersifat teknis dalam rangka memperlancar perdagangan kedua negara.
Sulit Masuk Pasar
Tidak hanya terbatas pada sarang burung walet saja yang masih mengalami kesulitan untuk memasuki pasar Tiongkok, tetapi juga termasuk berbagai buah-buahan Indonesia lainnya yang belum mampu menembus hambatan yang dipasang oleh Negara Tirai Bambu. Hingga saat ini, tercatat hanya lima jenis buah-buahan Indonesia yang dapat diekspor ke Tiongkok.
Lebih jauh, Menperdag mengatakan: “Bandingkan dengan Thailand yang mampu mencapai lakukan ekspor 20 jenis buah-buahan ke Tiongkok. Bahkan Malaysia dan Vietnam juga sudah jauh di atas kita. Sebagai langkah konkret, maka nanas dan buah naga yang sudah sekian lama verifikasinya, akan segera dipercepat hingga tak lama lagi ekspor kedua buah itu dapat segera terealisasikan. Selain itu, jenis buah-buahan lainnya seperti manga, durian, alpukat, dan rambutan juga masuk dalam daftar yang segera diproses”.
Pertemuan antara Mendag Enggartiasto Lukita dan Menteri Ni Yuefeng merupakan tindak lanjut dari pembicaraan dan kesepakatan yang dilakukan antara Presiden Xi Jinping dan Presiden Joko Widodo di Osaka, Jepang, beberapa waktu lalu. Pada saat itu, Presiden Jokowi menyampaikan kepada mitranya berbagai hal, termasuk kesulitan dalam ekspor dan defisit perdagangan ke Tiongkok yang begitu besar. Terkait hal tersebut Presiden Xi Jinping pun berjanji akan menindaklanjuti dan memberi prioritas untuk segera menyelesaikan masalah tersebut.
Menurut Mendag, saat ini ekspor sarang burung walet Indonesia ke Tiongkok baru tercapai 70 ton setiap tahunnya. Jumlah itu kurang dari setengah kuota yang ditetapkan Pemerintah Tiongkok sebanyak 160 ton per tahun. Sementara, jika dibanding dengan kapasitas produksi yang mencapai 1.600 ton per tahun, ekspor ke negara pengonsumsi sarang burung walet terbesar di dunia itu sangatlah kecil. Tak hanya minim dari segi jumlah. Dari sisi nilai tambah pun, ekspor sarang burung walet belum banyak diraih Indonesia. Penyebab utamanya ialah sampai dengan saat ini Indonesia baru mampu mengekspor sarang burung walet mentah.
Ungkap Mendag Enggartiasto Lukita lebih labnjut: “Sementara ini, produk olahan berupa minuman dan lain yang nilainya sangat tinggi, belum lagi dapat masuk ke Tiongkok. Karena itu, dalam kunjungan kami ke Beijing juga mengajak pemerintah Tiongkok untuk mengatasi masalah penyelundupan sarang burung walet yang selama ini terjadi melalui Malaysia, Vietnam, dan Hong Kong”.
Dalam kunjungan kali ini, Mendag juga mengajak para importir makanan minuman dari Tiongkok untuk berinvestasi di Indonesia, dengan hasil produksinya yang dapat diekspor kembali ke Tiongkok, serta negara-negara Asean, dan Australia.
“Hal ini juga saya sampaikan ke Menteri Tiongkok dan disambut dengan positif. Disampaikan ini langkah positif karena akan memudahan proses verifikasi dan perizinan di China,” imbuh Mendag.
Kunjungan Mendag kali ini berbarengan dengan penyelenggaraan seminar mengenai sarang burung walet yang diikuti oleh para pengusaha dari Tiongkok, Malaysia, Vietnam, dan Hongkong. Agenda tersebut menjadi kesempatan RI untuk bisa melobi langsung Pemerintah Tiongkok dan pengusahanya sekaligus. Ini juga merupakan andil Dubes RI di Beijing, yang mendapat sambutan sangat positip dari pengusaha-pengusaha RI.
Nilai Positif
Kunjungan Mendag untuk melakukan lobi tersebut dinilai positif oleh pengamat. Rusli Abdullah dari Indef menyebutkan pendekatan perlu dilakukan agar berbagai kendala ekspor dapat diatasi. Katanya kepada awak media, Minggu lalu: “Langkah Mendag positif. Tinggal Mendag harus dapat menegaskan dalam realisasi impor buah-buahan dan produk perikanan dari Inbdonesia, agar Tiongkok tak perlu memberlakukan terlalu banyak persyaratan. Cukup dengan memberi bukti lewat sertifikasi, bahwa buah-buahan maupun hasil perikanan dari Intonesia tak berpotensi mengganggu kesehatan, serta bukan hasil rekayasa genetika dan produksinya akan terus berkelanjutan, tak perlu syarat yang macam-macam lagi. Selama ini, negeri tirai bambu itu kerap memberlakukan non tariff measure yang menjadi kendala besar dalam perdagangan”.
Dalam kesempatan secara terpisah, Sofjan Wanandi Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan, sarang burung walet Indonesia semakin baik dalam kualitas dan mutu. Namun, saat ini tinggal mempercepat masalah internal agar realisasi ekspor sarang burung walet dapat lebih meningkat. Dia menyebutkan, bahwa di masa lalu memang kualitas sarang burung walet Indonesia masih kurang memenuhi syarat. buruk. Namun, masalah itu kini sudah teratasi. Ujar Sofjan Wanandi: “Sekarang mungkin dapat ditagih lagi juga, karena kebutuhan mereka akan burung walet banyak sekali hingga Tiongkok harus banyak melakukan importasi”.
Menganai hal itu, Sofjan Wanandi optimistis bahwa pemerintah Indonesia dalam satu tahun akan mampu mendapat US$.1 miliar, dengan menggejot ekspor tiga komoditas tersebut. Total perdagangan Indonesia-Tiongkok periode 2018 tercatat sebesar US$72,67 miliar atau naik 23,48% dari total perdagangan 2017 yang tercapau sebesar US$58,84 miliar. Adapun total perdagangan Indonesia-Tiongkok pada periode bulan Januari hingga April 2019 telah mencapai US$22,4 miliar.
Seiring dengan peningkatan nilai perdagangan, defisit yang dibukukan Indonesia juga kian melebar. Maka defisit perdagangan Indonesia – Tiongkok mencapai US$18,4 miliar, naik dibandingkan defisit tahun sebelumnya sebesar US$12,68 miliar.
Buka Peluang
Seirama dengan kian terbukanya potensi ekspor sarang burung walet, pemerintah Indonesia memberi perhatian khusus pada ekspor ke berbagai negara, salah satunya ke Tiongkok. Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Perdagangan dan Hubungan Internasional Banun Harpini mengatakan, Tiongkok memberi kuota 150 ton sarang walet per tahun. Tetapi sejauh ini, Indonesia baru mengirimkan secara langsung sebanyak 70 ton dari 21 perusahaan yang teregistrasi. Ujarnya dalam kegiatan Focus Group Discussion di Hotel Salak Bogor, Jumat (26/7/2019): “Kami ingin jadikan sarang burung walet sebagai ikon ekspor Indonesia karena habitat yang cocok ekosistem mereka ada di negeri ini”.
Menurutnya, untuk masuk ke Tiongkok, sarang burung walet harus memenuhi persyaratan yang cukup detail. Banun berharap, melalui kerja sama lintas sektor, Indonesia akan optimal memenuhi kebutuhan industri dan pengolahan sarang burung walet. Sebab itu, pihaknya akan terus mengajak pelaku usaha sarang burung walet meningkatkan kualitas produksi dan potensi ekspor nasional. Jelasnya: “Indonesia adalah pemasok terbesar pasar global, bahkan sampai 78%”.
Untuk itu, persoalan walet yang selama ini menghambat ekspor dan investasi nasional bisa dipecahkan bersama lewat forum diskusi grup (FDG) seperti yang telah diselenggarakan di Bogor. Apalagi, melalui lintas lembaga dan kementerian kementerian pertanian mendorong terbukanya keran ekspor menuju pasar global. Imbuhnya: ” Ekspor sarang burung walet Indonesia pada 2018 dapat mencapai nilai Rp 40 triliun. Ini potensi besar kita yang terbukti menghasilkan devisa. Hanya memang tata niaga kita belum berjalan secara baik”.
Secara terpisah, Kepala Pusat Karantina Hewan Agus Sunanto katakan, sebenarnya volume ekspor dan perdagangan Indonesia selama empat setengah tahun terakhir terus meningkat signifikan. Kendati demikian, pihaknya terus melakukan upaya pengawasan dan registrasi dokumen bagi pelaku usaha dalam memulai proses pemasaran. Langkah ini dinilai penting, mengingat kelengkapan dokumen merupakan alur dan akses penting dalam menumbuhkan perkembangan ekspor. Jelasnya: “Kami fokus lakukan pengawasan registrasi rumah walet, dokumen dan sertifikat, label, serta proses pemanasan. Paling tidak setahun sekali harus dilakukan verifikasi pada alur produksi sarang burung walet. Selain itu, Karantina Pertanian juga rutin melakukan uji laboratorium, mendeteksi kandungan nitrit dan mikrobiologi pada produk yang akan dipasarkan. Sebab kalau nanti dijumpai penyakit di negara tujuan ekspor maka kita akan di-banned. Ini sangat berisiko kalau sarang burung walet kotor tetapi tetap diekspor. Apalagi kita sedang mendorong peningatan ekspor dan investasi”.
Di sisi lain, Direktur Ekspor Produk Pertanian & Kehutanan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Sulistyawati menyampaikan, salah satu upaya pemerintah yang dapat dilakukan dalam membuka keran ekspor sarang burung walet adalah mendirikan kantor perwakilan dagang di sejumlah negara. Katanya: “Di antaranya kantor perwakilan dagang Indonesia di Shanghai. Melalui kantor ini, pelaku usaha dapat mempromosikan produknya secara luas. Apalagi, tahun ini Indonesia akan ikut pameran ekspor-impor terbesar di Tiongkok yang dibuka pada November mendatang. Kita juga kerja sama dengan pihak-pihak lain, termasuk dengan Kedubes RI di Beijing yang siap mengkoordinasi”.
Imbuh Sulistyawati, Kemendag juga harus terus mendorong Kedubes lain mempromosikan sarang burung walet ke masing-masing negara tempat ia bertugas, agar muncul pasar baru di luar Tiongkok. Ke depan akan diatur rencana perubahan Permendag agar aturanya lebih terbuka bagi eksportir yang mau melakukan ekspor dan membenahi tata niaganya”.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Walet Indonesia (PPSBI), Boedi Mranata menambahkan, perkembangan pasar walet Indonesia memiliki dinamika yang beragam. Salah satunya akses ekspor yang dianggap ilegal. Menurutnya, kebutuhan sarang burung walet di Tiongkok masih sangat tinggi, yakni 1.500 ton. Namun demikian, hanya 5% di antaranya yang tercatat di Indonesia sebagai produk ekspor langsung. Sisanya dijual secara mentah atau masuk melalui Vietnam dan Hong Kong. Pungkasnya: “Kalau buat saya tidak ada walet yang ilegal karena tidak mungkin masuk ke Hongkong atau Tiongkok tanpa pengecekan yang detail. Oleh karena itu, kami harus fokus dalam meningkatkan kualitas”. (Erick Arhadita)